Insiden Keracunan Massal, Menunjukkan Sistem Pelaksanaan MBG Lemah

 Insiden Keracunan Massal, Menunjukkan Sistem Pelaksanaan MBG Lemah

MediaUmat.info – Insiden kasus keracunan massal pada program makan bergizi gratis (MBG) seperti yang terjadi di SMP Negeri 35 Kota Bandung menurut Direktur The Economic Future Institute (TEFI) Dr. Yuana Tri Utomo menunjukkan adanya kelemahan dalam sistem pelaksanaannya.

“Sebenarnya ini program yang mulia tapi dengan adanya insiden keracunan massal ini, ini menunjukkan adanya kelemahan dalam sistem pelaksanaannya,” tuturnya dalam Kabar Petang: Apa pun Protesnya, MBG Jalan Terus? di kanal YouTube Khilafah News, Kamis (15/5/2025).

Menurutnya, kelemahan ada pada sistem pelaksanaan, khususnya pengawasan mutu, pengawasan rantai distribusi makanan, dan yang paling penting adalah keamanan pangan itu sendiri.

“Jadi, memang harus ada tindakan segera sebagai bentuk tanggung jawab dan transparansi pemerintah, terutama pemerintah pusat dan pemerintah daerah khususnya yang terjadi di daerah Jawa Barat itu,” ujarnya.

“Nah, apalagi kemudian penyelenggaranya. Penyelenggara dari makan bergizi gratis itu harus segera melakukan investigasi menyeluruh untuk mengetahui sumber pasti keracunan ini dan hasil investigasinya itu dibuka secara transparan kepada publik,” tambahnya.

Menurutnya, evaluasi harus menyeluruh, termasuk terhadap mitra penyedia makanan. Harus dilakukan audit ketat terhadap semua pihak yang terlibat penyediaan dan distribusi makanan ini, dapur katering, logistik, distribusi akhir ke sekolah.

Kemudian, sebutnya, perlu juga ada peninjauan ulang SOP keamanan pangan. Standar operasi prosedur terkait dengan keamanan makanan dalam hal ini program MBG ini harus diperbarui, harus diperketat, mencakup bahkan uji laboratorium perlu secara rutin, perlu juga ada pelatihan higienitas bagi petugas.

“Terlebih terkait dengan standar halalnya dari hulu sampai hilir,” tegasnya.

Bahkan, tegasnya, habitat sistemnya harusnya halal juga, bukan sekadar motif bisnis kapitalistik dan tentu ekosistem yang halal ini hanya ada di sistem kehidupan yang memakai syariat Islam.

Ia juga menyatakan, klaim program MBG berhasil 99,99% justru berpotensi menimbulkan persepsi pemerintah seakan-akan menyepelekan kejadian serius seperti keracunan massal. Dalam komunikasi publik, pernyataan seperti itu cenderung defensif. Justru bisa memperburuk kepercayaan masyarakat kepada pemerintah.

“Mengapa? Karena klaim berhasil 99,99% ini bisa terdengar meremehkan penderitaan korban. Jadi ingat, data statistik itu tidak bisa menggantikan empati atau tanggung jawab, itu enggak bisa. Angka-angka di atas kertas itu enggak akan bisa menggantikan perasaan umat, perasaan masyarakat,” ungkapnya.

Menurutnya, respons yang tidak transparan bisa merusak kredibilitas program MBG secara keseluruhan. Padahal program ini dibutuhkan untuk mengatasi stunting dan gizi buruk. Ini termasuk tanggung jawab negara yang dilaksanakan oleh pemerintah.

“Tetapi jika persepsi publik terbentuk bahwa pelaksanaannya tidak profesional atau tidak akuntabel maka kepercayaan terhadap program ini bisa runtuh,” tandasnya.[] Ajira

Dapatkan update berita terbaru melalui saluran Whatsapp Mediaumat

Share artikel ini:

Related post

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *