Amerika Menyerang Houthi dengan Tujuan Membendung Iran di Kawasan

Amerika Serikat melancarkan operasi serangan baru terhadap Yaman, yang dimulai pada hari Sabtu, 15 Maret 2025. Serangan ini merupakan serangan Amerika paling intens yang pernah dilakukan, berlangsung selama beberapa hari dan berlanjut hingga hari ini. Ini memperkuat apa yang dikatakan sumber AS, bahwa serangan terhadap target Houthi di Yaman dapat berlanjut selama berminggu-minggu (bbc.com, 16/3/2025).
Kementerian Kesehatan yang dipimpin Houthi melaporkan bahwa serangan AS, yang dimulai pada hari Sabtu, 15 Ramadhan 1446 H, yang bertepatan dengan 15 Maret 2025 M, telah mengakibatkan kematian sedikitnya 53 orang dan melukai hampir 100 orang lainnya, termasuk wanita dan anak-anak. Sementara itu, juru bicara militer Houthi Brigadir Jenderal Yahya Saree’ mengonfirmasi bahwa “kapal induk AS Truman dan aset angkatan lautnya menjadi sasaran di Laut Merah utara dengan 18 rudal balistik dan jelajah serta sebuah pesawat tak berawak.” Media yang berafiliasi dengan Houthi melaporkan bahwa AS melancarkan 40 serangan udara terhadap ibu kota, Sanaa, Saada, dan Al Bayda, menewaskan 32 orang dan melukai lebih dari 100 lainnya, kebanyakan dari mereka adalah wanita dan anak-anak.
Presiden AS Trump mengumumkan pada hari Sabtu, 15 Maret, peluncuran tindakan militer yang “tegas dan kuat” terhadap Houthi. Dia mengatakan dalam sebuah posting di platform Roth Social miliknya, “Kami akan menggunakan kekuatan mematikan yang sangat besar hingga kami mencapai tujuan kami.”
The Wall Street Journal mengutip sumber Amerika yang mengatakan: “Ada tiga sasaran serangan AS baru-baru ini terhadap Houthi: landasan peluncuran rudal, pemimpin Houthi, dan pesan kepada Iran bahwa mereka bisa menjadi sasaran berikutnya.”
Jelas bahwa tujuan Amerika dalam operasi ini bukanlah untuk menghancurkan dan melenyapkan Houthi; jika memang demikian, Amerika akan mendukung pemerintah Yaman dalam melancarkan serangan darat terhadap mereka. Trump telah menyatakan bahwa dia tidak menginginkan perubahan rezim di Yaman, dan Menteri Luar Negerinya, Rubio, telah menyatakan bahwa serangan AS terhadap Houthi akan terus berlanjut hingga mereka kehilangan kemampuan untuk mengancam Angkatan Laut AS dan pelayaran global. Sementara menteri pertahanan resmi pemerintah menyatakan bahwa pasukannya siap untuk melakukan aksi militer melawan Houthi, pasukannya tidak mengambil tindakan apa pun terhadap mereka karena mereka tidak memiliki izin dari AS. Mayor Jenderal Angkatan Darat Yaman Mohsen Al Khosrof sebelumnya menyatakan bahwa AS adalah pihak yang mencegah pasukan resmi pemerintah maju menuju Sana’a setelah mereka berada di pinggiran.
Oleh karena itu, menjadi jelas bahwa tujuan AS di balik serangan terbarunya terhadap Houthi adalah untuk mengirim pesan kepada Iran agar berhenti mendukung dan menyelundupkan senjata kepada mereka dan untuk terlibat dalam negosiasi dengan AS mengenai program nuklirnya. Hal ini diperkuat dengan pernyataan Trump pada hari Kamis, 20 Maret, dalam sebuah surat kepada Pemimpin Tertinggi Iran, “untuk merundingkan perjanjian nuklir baru” (aljazeera.net, 23/3/2025).
Intinya, proyek Amerika Trump adalah membatasi peran Iran di kawasan itu demi kepentingan entitas Yahudi, mencegah terjadinya skenario serupa dengan peristiwa 7 Oktober 2023, atau ancaman apa pun terhadap entitas Yahudi, dan agar entitas ini bergerak ke arah normalisasi hubungan dengan negara-negara di kawasan yang tengah bersaing untuk melaksanakan perintah Amerika guna menormalisasi hubungan dengannya. Inilah sebabnya Amerika memaksa pihak Iran di Lebanon untuk menandatangani perjanjian damai dengan entitas Yahudi. Beginilah cara yang diakukan Amerika sekarang dengan Hamas, setelah mengusir Iran dari Suriah. Kini giliran Houthi, yang menganggap mereka sebagai salah satu alat Iran di kawasan.
Serangan AS terhadap Houthi dimaksudkan untuk memaksa Iran berunding dengan AS mengenai program nuklirnya dan dengan demikian kembali melaksanakan persyaratannya.
Semua itu tidak mungkin dilakukan Trump kalau bukan karena ketundukan dan kepatuhan para penguasa Muslim kepadanya, sedangkan yang menjadi korbannya adalah darah dan kekayaan kaum Muslim.
Kondisi para penguasa akan tetap seperti sekarang, sampai tentara, yang didukung rakyat, bergerak untuk menggulingkan para penguasa pengkhianat, serta menghalangi Amerika melaksanakan proyek-proyeknya dan menjarah kekayaan umat.
Darah kaum Muslim yang tertumpah di Palestina, Yaman, Suriah, Sudan, dan di tempat-tempat lainnya disebabkan oleh arogansi Amerika dan anak didiknya yang telah merajalela di kawasan, dan juga karena pengkhianatan dan ketundukan para penguasa Muslim, bahkan kolusi mereka dengan Amerika untuk melawan rakyat mereka. Ibadah kita kepada Allah tidak akan tegak lurus jika kita tidak berdiri sebagai satu umat untuk menggagalkan rencana-rencana ini, menggulingkan para penguasa, dan mendirikan sistem Islam yang mengatur berdasarkan hukum Allah, serta mengusir pengaruh Barat dari negeri-negeri kita, yaitu Khilafah Rasyidah ‘ala minhājin nubuwah. Rasulullah SAW telah memberikan kabar gembira kepada kita tentang kembalinya Khilafah di era ini:
«ثُمَّ تَكُونُ خِلَافَةً عَلَى مِنْهَاجِ النُّبُوَّةِ«
“Kemudian akan ada Khilafah yang mengikuti metode kenabian (‘ala minhājin nubuwah).” (HR. Ahmad). [] Al-Ustadz Abdullah Al-Hadhrami (Yaman)
Sumber: alraiah.net, 26/3/2025.
Dapatkan update berita terbaru melalui saluran Whatsapp Mediaumat