UIY: Tidak Ada Alasan Mengatakan Al-Qur’an Tidak Relevan

 UIY: Tidak Ada Alasan Mengatakan Al-Qur’an Tidak Relevan

Mediaumat.info – Cendekiawan Muslim Ustadz Muhammad Ismail Yusanto (UIY) memandang tidak ada alasan untuk mengatakan Al-Qur’an tidak relevan untuk mengatur hidup manusia sekarang.

“Manusia itu sesungguhnya tidak berubah, sebutlah kadang-kadang mereka mengatakan Al-Qur’an diturunkan 1400 tahun yang lalu. Betul, diturunkan 1400 tahun yang lalu. Tetapi, diturunkan kepada manusia yang tidak berubah. Jadi, tidak ada alasan untuk mengatakan bahwa Al-Qur’an itu tidak relevan untuk mengatur hidup manusia sekarang,” tuturnya dalam acara Memperingati Nuzulul Al-Qur’an: Al-Qur’an dan Peradaban Dunia, Ahad (16/03/25) di kanal YouTube One Ummah TV.

Terang UIY, sesungguhnya manusia tidak berubah kemanusiaannya, karena manusia memiliki sifat-sifat kemanusiaan, memiliki naluri (gharizah), memiliki kebutuhan jasmani (hajatul udhawiyyah) dari dulu sampai sekarang tidak berubah.

Misalnya, UIY mencontohkan, dulu manusia lapar berarti butuh makan, kemudian haus butuh minum, butuh buang air kecil, dan seterusnya, itu sama sampai sekarang. Yang membedakan hanya bentuk-bentuk materi yang menyertainya. Seperti jaman kecil, manusia buang air besar di sungai, kalau sekarang pakai toilet duduk, tapi substansinya sama saja.

“Begitu juga dengan gharizah. Gharizah dari dulu sama sampai sekarang, manusia tertarik dengan lawan jenis, dulu begitu sekarang juga begitu, sama,” ujar UIY.

Kemudian, jelas UIY, Al-Qur’an diturunkan oleh Allah kepada manusia sebagai petunjuk bagi manusia, penjelas atas petunjuk itu, dan pembeda.

“Al-Qur’an itu disebut sebagai al-furqan atau pembeda. Pembeda yang benar dan yang salah, antara yang haq dan yang bathil, antara yang lurus dan yang bengkok, antara yang hitam dan putih. Artinya, manusia dari dulu punya kemampuan itu, membedakan mana yang benar, mana yang salah,” beber UIY.

Dan ketika, lanjut UIY, manusia tidak mempunyai kemampuan membedakan, yang terjadi tentu  kekacauan. Contoh yang yang paling sederhana, dari dulu sampai sekarang, karena umat Islam punya petunjuk, jadi bisa membedakan bahwa manusia itu dari segi gender, hanya ada laki dan perempuan.

“Itu sangat mudah untuk kita membedakan! Tapi ini hari, manusia itu ternyata bisa mengalami kebingungan luar biasa. Mungkin pernah lihat video viral antara guru (dosen) dengan murid (mahasiswa) perempuan. Yang perempuan kita sebut dia perempuan, tapi enggak mau disebut sebagai perempuan. Wow, debat itu, jadi dia menolak disebut sebagai perempuan. Mahasiswanya berkata, ‘Don’t consider me as a girl! [Jangan anggap aku sebagai seorang gadis!]’ Bingung dosennya itu, itu di Amerika itu. Lebih parah lagi di Thailand, gender ada 18. Hal yang sepele, tapi karena tidak punya petunjuk dan tidak punya kemampuan membedakan, bisa ruwet,” ungkap UIY.

UIY melanjutkan, analogi sederhana yang terjadi di Jepang dan Korea. Di sana mengalami krisis populasi demografi oleh karena fertility rate terus mengalami penurunan, disebabkan tren tidak ingin menikah bahkan tidak ingin mempunyai anak.

“Jepang itu beberapa tahun lalu, lahir 2 juta bayi, kemudian turun 1.5, juta turun lagi 1 juta, terakhir saya baca turun 500 ribu. Cemas mereka, karena akibatnya sangat-sangat nyata, karena ini perkara yang nggak bisa diselesaikan dalam sekejap. Kalau misalnya gedung ambruk itu bisa di bangun, tapi kalau bukan peradaban. Kalau kurang penduduk atau penduduk tua-tua gitu gantiin jadi muda bagaimana caranya? Tetap perlu waktu 20-30 tahun gitu sementara mereka butuh untuk tenaga kerja, butuh untuk birokrasi, butuh untuk tentara, untuk macam-macam,” beber UIY.

Sekarang ini, kritik UIY, manusia kehilangan makna dalam menjalani kehidupan. Menariknya, Al-Qur’an menjelaskan kepada manusia dengan sangat-sangat gamblang dari aspek sederhana tentang visi misi kehidupan, aspek ekonomi, sampai seluruhnya.

“Semua tahu lahir, kemudian hidup dan pasti mati. Setelah mati ke mana coba? Kalau kita enggak baca Al-Qur’an enggak ngerti, kalaupun baca tapi enggak beriman kepada Al-Qur’an, enggak ngerti juga. Jadi, membaca Al-Qur’an dan kita beriman kepada Al-Qur’an dia ngerti besok setelah mati itu akan bangun pada hari kiamat, kita dibangkitkan itu pasti,” tutur UIY.

Lah, imbuh UIY, kalau orang enggak percaya kepada Al-Qur’an, misalnya orang Barat menyebut hereafter atau kehidupan setelah sekarang itu tidak ada, tentu tidak punya alasan untuk berbuat kebaikan.

“Lalu kenapa kita harus berbuat baik? Enggak ada itu konsep pahala dan surga, lha wong hari akhir saja enggak percaya dia, berarti kebaikan yang berhenti di sini. Kenapa saya harus berkorban, maka, lihatlah kejahatan ini hari, itu kalau bahasa Jawanya itu nyundul langit,” cetus UIY.

Makanya kemudian, sambung UIY, justru dengan Al-Qur’an itu Allah akan mengangkat derajat satu kaum kemudian akan merendahkan kaum yang lainnya, karenanya sebenarnya kata kuncinya memang Al-Qur’an yang akan meninggikan dan menerapkan derajat manusia dan peradaban.

“Sekarang Barat itu kayak unggul di bidang peradaban tapi bukan peradaban musikal, kalau peradaban kemanusiaan apakah unggul? Kalau laki-laki kawin sama laki-laki, perempuan sama kawin sama perempuan apakah unggul? Lah ayam jantan itu kalau mau kawin dia kejar betina kan, itu enggak pernah kejar jantan. Ini sekarang apakah itu peradabannya unggul enggak jadi kembali lagi ke tadi kita justru sangat memerlukan Al-Qur’an,” menurut UIY.

Aneh, tanya retoris UIY, kalau ada orang menanyakan apa relevan Al-Qur’an itu? “Bukan hanya relevan, tapi perlu sekali,” pungkasnya.[] Novita Ratnasari

Dapatkan update berita terbaru melalui saluran Whatsapp Mediaumat

Share artikel ini:

Related post

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *