32 Terdakwa Pembongkar Masjid Babri Dibebaskan, Pengamat: Keputusan yang Menyakiti Umat Islam

Mediaumat.news – Pembebasan 32 terdakwa yang masih hidup dalam kasus pembongkaran Masjid Babri pada Rabu (30/9/2020) oleh pengadilan khusus India, dinilai Pengamat Politik Internasional Umar Syarifudin sebagai keputusan yang menyakiti umat Islam. “Ini adalah keputusan yang menyakiti umat Islam dan memang rezim India tidak akan pernah berhenti menyakiti umat Islam,” ujarnya kepada Mediaumat.news, Ahad (4/10/2020).
Penghancuran Masjid Babri dilakukan Kelompok Vishwa Hindu Parishad (VHP) pada Desember 1992. Ratusan korban meninggal dunia, sebagian besar adalah umat Islam. “VHP sendiri dikenal sebagai kelompok Hindu militan yang gencar mengkampanyekan sikap anti Islam,” beber Umar.
Menurut Umar, kelompok ini diduga terlibat dalam pembantaian umat Islam di Gujarat yang menewaskan lebih dari 2000 orang. Pembunuhan massal umat Islam ini diduga kuat melibatkan pemerintah India yang saat itu dikuasai oleh Partai Bratya Janata (BJP) yang dikenal sebagai Hindu militan. “Perlu diketahui koordinator VHP untuk kawasan AS telah ditunjuk oleh Obama sebagai penasehat politiknya,” jelas Umar.
India sendiri banyak belajar dari Israel bagaimana menghadapi umat Islam. “Benjamin Shan mantan menteri pemerintahan Israel di era Shamir mengatakan India dan Israel adalah sama-sama menghadapi marabahaya serupa yaitu akar Islam di Palestina dan Kashmir,” ungkap Umar.
Menurut Umar, kezaliman dari negara India lainnya yaitu menutupi pembantaian massal mereka terhadap umat Islam di Gujarat. Seperti yang banyak dilaporkan, sejak terjadinya kerusuhan di Gujarat Februari 2002, ribuan kaum Muslim terbunuh, diperkosa dan dibakar hidup-hidup. Hingga saat ini, banyak di antara mereka yang masih tinggal di kamp-kamp pengungsi dengan kondisi sangat menyedihkan.
“Sebagai negara demokrasi terbesar di dunia, sekaligus bertentangan dengan ajaran Gandi tentang ajaran ahimsa; perjuanganan tanpa kekerasan. Ironisnya, Gujarat merupakan tempat Mahatma Gandhi lahir,” kata Umar.
Umar menjelaskan, para politisi India telah lama menganggap sekularisme sebagai kunci untuk memungkinkan umat Islam dan Hindu hidup bersama secara damai. Namun tindakan pemerintah Modi mengungkapkan wajah sebenarnya, bukan hanya rezim India, tetapi juga bagi sekularisme itu sendiri.
“Konsep sekularisme modern terkait erat dengan filsafat liberalisme, yang mengklaim memberikan kebebasan bagi semua orang. Memang, individu yang hidup secara kolektif dalam masyarakat tidak dapat melakukan apa yang mereka inginkan tanpa memperhatikan orang lain,” kata Umar.
Dulunya, lanjut Umar, India termasuk wilayah di bawah kekuasaan khilafah Islam. Setelah Khilafah berhasil dibubarkan dan penjajahan Inggris mencaplok wilayah tersebut dan menyerahkannya kepada kaum Hindu India, kaum Muslim terusir dan terzalimi.
Tanpa khilafah, sebuah institusi penjaga dan pelindung umat, kaum Muslim terus terhina-dinakan tanpa kemuliaan. Sementara, penjajah Barat telah berhasil memecah belah kaum Muslim dengan batas-batas semu nasionalisme.
“Para penguasa negeri-negeri Muslim pun diam, sedangkan tentara-tentaranya hanya dijadikan sebagai hiasan, tak sedikit pun mereka tergerak untuk membebaskan segera saudara mereka dari cengkraman penjajah,” ungkap Umar.
Menurut Umar, hanya Khilafah Rasyidah yang sesuai dengan metode kenabian, kekuatan kaum Muslim akan kembali. Melalui khilafah inilah, kemuliaan dan kewibawaan umat akan kembali diraih. Sudah saatnya, kaum Muslim membuang batas-batas semu pemecah belah mereka ‘nasionalisme’ dan beralih kepada persatuan kaum Muslim di bawah satu panji, yakni panji Rasulullah SAW.
“Berjuanglah untuk mewujudkannya, saat ini juga, sebelum masa yang menyakitkan, yakni kematian, itu datang,” pungkas Umar.[] Fatih Solahuddin