Ahmad Sastra: Kapitalisme Sumber Kerusakan Indonesia

 Ahmad Sastra: Kapitalisme Sumber Kerusakan Indonesia

MediaUmat Merespons kasus tambang nikel di Raja Ampat Papua, Ketua Forum Doktor Muslim Peduli Bangsa (FDMPB) Dr. Ahmad Sastra mengungkapkan, kapitalisme sumber kerusakan suatu negeri.

“Kapitalisme adalah sumber kerusakan suatu negeri, khususnya Indonesia,” tuturnya kepada media-umat.com, Ahad (8/6/2025).

Menurutnya, Indonesia adalah negara dengan sistem ekonomi kapitalisme, meski para pejabat teriak Pancasila jutaan sekalipun.

“Kapitalisme adalah sistem ekonomi nirketuhanan, nirkeadilan, nirkemanusiaan, niradab, dan nirkerakyatan,” kritiknya.

Ia memandang kapitalisme mendorong perusahaan untuk mengambil sumber daya alam sebanyak mungkin demi menekan biaya dan meningkatkan profit.

“Hutan ditebang, tambang dibuka, laut dijarah tanpa memikirkan dampak jangka panjang. Kapitalisme adalah kandangnya para garong serakah dan rakus,” kritiknya tajam.

Kerusakan ekologi, sebutnya, adalah kerusakan lingkungan, ekosistem, tumbuhan, ekosistem hewan, pencemaran air dan udara.

“Eksploitasi sumber daya alam demi pemenuhan hasrat hidup manusia telah menimbulkan dampak buruk berupa kerusakan ekologi,” ujarnya.

Kapitalisme menciptakan budaya konsumsi berlebihan (konsumerisme). Produksi barang terus meningkat, limbah bertambah, penggunaan energi dan bahan baku melonjak, polusi dan krisis iklim.

“Kapitalisme adalah sistem ekonomi yang disorientasi, karena bersifat materialisme. Tuhannya kapitalisme adalah uang,” tegasnya mengkritik.

Menurutnya, kapitalisme dan para garong serakah, tidak memandang alam sebagai sesuatu yang harus dijaga, tetapi sebagai komoditas untuk dijual dan dimanfaatkan.

“Hutan dianggap sebagai ‘lahan kosong’, sungai hanya dilihat dari potensi industrinya, bukan fungsi ekologisnya,” ucapnya.

Ia menjelaskan, dalam kapitalisme, selama suatu aktivitas menghasilkan uang dan dianggap legal, maka kerusakan lingkungan bisa dibenarkan secara hukum atau dibatasi sebatas denda. Negara-negara maju memindahkan industri kotor ke negara berkembang demi menekan biaya produksi. Negara miskin menanggung beban polusi dan eksploitasi, padahal mereka bukan penyebab utamanya.

“Penerapan sistem ekonomi kapitalisme adalah kerusakan manusia dan kemanusiaan, bahkan kerusakan ekologis. Kerusakan ekologis dapat menimbulkan berbagai akibat buruk yang serius bagi lingkungan, manusia, dan makhluk hidup lainnya,” bebernya.

Ia mencontohkan, bentuk kerusakan ekologis akibat manusia-manusia terlaknat rakus adalah peningkatan emisi gas rumah kaca (CO₂, metana, dll) memperparah pemanasan global.

“Terjadinya cuaca ekstrem: badai, kekeringan, banjir, dan gelombang panas. Habitat alami yang rusak menyebabkan banyak spesies kehilangan tempat hidup dan makanan. Mengganggu rantai makanan dan keseimbangan ekosistem,” terangnya.

Kerusakan ekologis juga bisa berupa pencemaran sungai, danau, dan sumber air tanah oleh limbah industri dan domestik. Penggundulan hutan merusak siklus air alami. Erosi tanah dan penurunan kesuburan akibat deforestasi dan penggunaan pestisida berlebih. Mengurangi hasil pertanian dan mengancam ketahanan pangan.

Gangguan kesehatan manusia juga, jelasnya, bisa terjadi akibat kerusakan lingkungan.  Pencemaran udara, air, dan tanah memicu berbagai penyakit seperti gangguan pernapasan, kanker, dan gangguan kulit.

Munculnya penyakit baru, ia menambahkan , akibat interaksi manusia yang lebih dekat dengan hewan liar.

Kerusakan ekologi juga bisa menyebabkan terjadinya bencana alam. Deforestasi meningkatkan risiko tanah longsor dan banjir. Terumbu karang yang rusak membuat garis pantai lebih rentan terhadap tsunami dan abrasi.

Ia memandang, eksploitasi berlebihan menyebabkan kelangkaan sumber daya seperti kayu, ikan, dan bahan tambang.

“Dampak ekonomi negatif, terutama bagi masyarakat yang bergantung pada alam,” tandasnya.

Tak hanya sampai di sini, lanjutnya, krisis ekologis bisa memicu migrasi besar-besaran (pengungsi iklim). Perebutan sumber daya yang semakin langka dapat menimbulkan konflik sosial dan politik.

Ia mengungkapkan, kapitalisme melahirkan manusia-manusia rakus dan serakah yang merusak alam demi perutnya sendiri. Kerusakan ekologis akibat keserakahan manusia adalah masalah yang sangat nyata dan mendalam.

“Keserakahan ini muncul ketika manusia mengejar keuntungan ekonomi dan kenyamanan hidup tanpa mempertimbangkan dampaknya terhadap alam,” tegasnya.

Pandangan Islam

Menurutnya, Islam sangat menekankan pentingnya menjaga lingkungan dan mengecam keras tindakan yang merusaknya.

“Ajaran Islam mencakup prinsip-prinsip etika lingkungan hidup yang bersumber dari Al-Qur’an, hadits, dan praktik para ulama,” ujarnya.

Dalam pandangan Islam, ia memaparkan, manusia ditempatkan dan difungsikan sebagai khalifah di bumi yang salah satu tugasnya adalah menjaga dan merawat bumi. Allah berfirman, yang artinya, “Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada para malaikat: ‘Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang khalifah di bumi’ (QS Al-Baqarah: 30).

“Manusia ditunjuk Allah sebagai pemimpin (khalifah) di bumi, artinya ia bertanggung jawab memelihara alam, bukan merusaknya,” ucapnya.

Allah sebagai Tuhan Pencipta langit dan bumi sangat mengecam manusia yang merusak bumi.

Ia menjelaskan, Islam sangat tegas melarang merusak bumi. Hal ini sejalan dengan firman Allah, yang artinya, “Dan janganlah kamu membuat kerusakan di muka bumi setelah (Allah) memperbaikinya” (QS al-A’raf: 56).

“Ayat ini menunjukkan bahwa kerusakan lingkungan adalah dosa karena bertentangan dengan kehendak Allah yang telah menciptakan bumi dalam keadaan seimbang,” pungkasnya.[] ‘Aziimatul Azka

Dapatkan update berita terbaru melalui saluran Whatsapp Mediaumat

Share artikel ini:

Related post

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *