Keberanian Greta Jadi Tamparan Keras bagi Penguasa Negeri Muslim

MediaUmat – Keberanian Greta Thunberg dan 11 aktivis kemanusiaan lainya dari berbagai negara yang mencoba menerobos blokade Gaza yang dilakukan oleh entitas penjajah Zionis Yahudi menjadi tamparan keras bagi penguasa negeri-negeri Muslim yang hanya bisa diam.
“Tindakan berani para aktivis ini menjadi tamparan keras bagi penguasa Muslim yang memilih nyaman di kursi kekuasaan ketimbang bergerak untuk membela tanah air umat: Palestina,” tutur Politisi Muslimah Sulistiawati Usman kepada media-umat.com, Kamis (12/6/2025).
Penguasa negeri-negeri Muslim yang seharusnya memimpin pembelaan terhadap tanah suci dan umat tertindas, kata Sulis, justru memilih bungkam, bahkan mengikatkan nasibnya pada kepentingan penjajah.
“Ketika para perempuan non-Muslim saja bisa berani menantang kezaliman Israel, di mana keberanian para pemimpin negeri-negeri Muslim?” tanya Sulis.
Ia menilai sudah cukup umat ini tertipu oleh Amerika Serikat, negara yang mengaku penjaga hak asasi manusia. Namun faktanya menjadi benteng utama entitas penjajah Zionis Yahudi.
“Saatnya penguasa-penguasa Muslim mencabut loyalitas politik dari AS. Dunia menyaksikan betapa banyaknya darah Muslim ditumpahkan dengan restu mereka,” ujar Sulis.
Saat dunia diam, kata Sulis, Islam bangkit. Saat kekuatan internasional gagal melindungi nyawa, syariah Islam datang membawa keadilan dan kemuliaan.
“Umat Islam butuh pemimpin yang menjadikan Islam sebagai satu-satunya hukum dan komando, bukan boneka asing yang hanya peduli kursi,” tegasnya.
Menurutnya, khilafah Islam adalah sistem yang pernah membebaskan Palestina dan negeri-negeri Islam lainnya dan akan kembali membebaskan dengan kekuatan jihad fii sabilillah.
Sebelumnya, dikabarkan pada 9 Juni 2025, dunia menyaksikan lagi satu peristiwa yang menelanjangi siapa pembela dan siapa penjajah. Kapal Madleen, yang mengangkut 12 aktivis kemanusiaan dari berbagai negara, dicegat secara paksa oleh pasukan Zionis Yahudi di perairan internasional, sekitar 185 km dari Gaza.
Di antara para aktivis ada Greta Thunberg, aktivis muda lingkungan, dan Rima Hassan, anggota parlemen Eropa. Mereka membawa susu bayi, beras, tepung, popok, dan alat medis — bukan peluru atau roket. Namun, mereka ditangkap, diseret ke Ashdod, lalu dideportasi.
Sulis menanggapi komentar sinis dari Presiden AS Donald Trump, yang menyebut Greta ‘perlu kelas pengelolaan emosi’, memperjelas hipokrisi Barat. “Aksi peduli nyawa manusia dicemooh, sementara penjajahan tetap dilindungi,” cetusnya.
“Namun Greta menjawab dengan kalimat tajam: ‘Dunia membutuhkan lebih banyak perempuan muda yang marah.’ Ya, marah terhadap kezaliman adalah fitrah manusia dan bagi umat Islam, marah terhadap kezaliman adalah tuntutan iman,” pungkasnya.[] Achmad Mu’it
Dapatkan update berita terbaru melalui saluran Whatsapp Mediaumat