Mediaumat.news – Santernya wacana amandemen UUD 1945 dinilai Ketua LBH Pelita Umat dan BHP KSHUMI Chandra Purna Irawan, S.H., M.H. sebagai bentuk bahwa tidak ada harga mati dalam bernegara.
“Terkait dengan amandemen UUD 1945, apakah dapat dinilai sebagai bentuk bahwa tidak ada harga mati dalam bernegara? Sebab apa pun bisa terjadi apabila terdapat kesepakatan politik, dan termasuk hukum adalah produk kesepakatan politik,” ujarnya dalam pers rilis yang diterima Mediaumat.news, Ahad (22/8/2021).
Chandra mengatakan, apabila isu atau opini atau wacana tersebut terjadi, berarti akan terjadi amandemen UUD 1945 yang kelima, sebab sebelumnya telah terjadi empat kali amandemen UUD 1945.
Menurut Chandra, dengan menggunakan teori kontrak sosial, salah satunya menurut Thomas Hobbes, Hobbes mengemukakan bahwa lahirnya negara adalah dengan adanya kesepakatan untuk membentuk negara.
Chandra berpendapat, negara berdiri atas kompromi-kompromi politik antar warga masyarakat. Tapi terkadang realitanya kompromi politik tersebut hanya dilakukan oleh elit politik dan rakyat hanya diminta komprominya pada waktu pemilu saja.
Sehingga berdasarkan teori kontrak sosial tersebut, Chandra memandang, apabila rakyat menghendaki adanya perubahan atau dibuat ulang kesepakatan itu, maka negara dapat saja berubah. Dan kontrak sosial tersebut tidak harus melibatkan seluruh rakyat. Bahkan terkadang bisa diwakili oleh wakil rakyat saja.
“Semisal orang membuat kontrak bisnis, kontrak tersebut dapat saja dibatalkan atau perbarui,” ucapnya.
Chandra mengingatkan, berdasarkan sejarah ketatanegaraan, Indonesia pernah mengalami perubahan bentuk kenegaraan tanpa meminta persetujuan seluruh rakyat tetapi cukup dilakukan otoritas kekuasaan. Ia mencontohkan, dari NKRI menjadi RIS (Republik Indonesia Serikat) kemudian kembali ke NKRI, sedangkan sistem pemerintahan dari presidensil menjadi parlementer kemudian kembali lagi presidensil. Hal ini kemudian ditegaskan adanya perubahan konstitusi misalnya UUD 1945, Konstitusi RIS 1949 dan UUDS 1950.
“Sedangkan UUD 1945 telah diamandemen sebanyak empat kali, kemudian saat ini ada wacana atau isu atau opini amandemen lagi,” beber Chandra.
Terakhir Chandra menyindir, apabila amandemen UUD 1945 kembali terjadi, maka semakin membuat masyarakat sadar ternyata organisasi dakwah seperti HTI tidak memiliki kewenangan dan kekuasaan untuk mengubah UUD 1945 dan Pancasila.[] Agung Sumartono