Vasektomi Sebagai Syarat Mendapatkan Bansos Merupakan Kezhaliman

Oleh: dr Mohammad Ali Syafi’udin

Gebrakan baru diusulkan oleh Gubernur Jawa Barat (Jabar) Dedi Mulyadi. Ia mencetuskan ide vasektomi menjadi syarat untuk menerima berbagai bantuan dari Pemerintah Provinsi Jabar, termasuk beasiswa dan bansos lainnya.

Syarat vasektomi bagi sang suami itu diterapkan agar laki-laki dari kalangan keluarga miskin berpartisipasi aktif dalam program Keluarga Berencana (KB) yang berusaha menyiasati tingkat kepadatan penduduk untuk kesejahteraan masyarakat.

Kebijakan ini sontak memantik respons keras, termasuk dari Majelis Ulama Indonesia (MUI) Jawa Barat yang menyebut vasektomi haram jika dilakukan tanpa alasan syar’i

Hukum Vasektomi

Vasektomi adalah tindakan medis yang menyebabkan kemandulan permanen. Mayoritas ulama dari empat mazhab mengharamkan vasektomi.

Dalil yang mendasari larangan ini, antara lain:

Pertama, larangan mengubah ciptaan Allah.
Syetan memerintahkan kepada manusia untuk mengubah ciptaan Allah. Jadi mengubah ciptaan Allah adalah salah satu bentuk ketaatan kepada syetan, padahal syetan adalah musuh yang nyata bagi kaum muslim.

وَلَآمُرَنَّهُمْ فَلَيُغَيِّرُنَّ خَلْقَ اللَّهِ ۚ وَمَن يَتَّخِذِ ٱلشَّيْطَٰنَ وَلِيًّا مِّن دُونِ ٱللَّهِ فَقَدْ خَسِرَ خُسْرَانًا مُّبِينًا. (النساء: 119)

“Dan sungguh akan aku (yakni syetan) suruh mereka (mengubah ciptaan Allah) maka mereka mengubah ciptaan Allah, Barang siapa yang menjadikan setan sebagai pelindung selain Allah, maka sungguh dia telah menderita kerugian yang nyata.” (QS an Nisa 119)

Di dalam ayat ini jelas bahwa dengan mentaati syetan berarti ia telah menjadikan syetan sebagai pelindung akibatnya ia akan mendapatkan kerugian yang nyata di dunia dan di akhirat.

Dengan dasar ayat ini, para ulama memandang vasektomi sebagai salah satu bentuk mengubah ciptaan Allah dan hukumnya haram.

Kedua, Hadis tentang larangan pengebirian (ikhtisha’):

عَنْ سَعْدِ بْنِ أَبِي وَقَّاصٍ قَالَ: رَدَّ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَلَى عُثْمَانَ بْنِ مَظْعُونٍ التَّبَتُّلَ، وَلَوْ أَذِنَ لَنَا لاخْتَصَيْنَا. (رواه البخاري ومسلم)

“Rasulullah SAW menolak permintaan Utsman bin Mazh’un untuk hidup membujang (tidak menikah dan tidak berketurunan). Seandainya beliau mengizinkan, niscaya kami akan mengebiri diri kami.” (HR Bukhari Muslim)

Ketiga, larangan memutus keturunan.
Vasektomi bisa mengantarkan pada upaya permanen untuk memutuskan keturunan. Dan hal ini dilarang

وَلَا تَقْتُلُوا أَوْلَادَكُمْ خَشْيَةَ إِمْلَاقٍ ۖ نَحْنُ نَرْزُقُهُمْ وَإِيَّاكُمْ ۚ إِنَّ قَتْلَهُمْ كَانَ خِطْئًا كَبِيرًا. (الإسراء: 31)

“Dan janganlah kamu membunuh anak-anakmu karena takut kemiskinan. Kami akan memberi rezeki kepada mereka dan juga kepadamu. Sesungguhnya membunuh mereka adalah kesalahan yang besar.”

Jadi jelas Memaksa orang untuk melakukan sesuatu yang haram untuk mendapatkan bansos adalah bentuk pemaksaan yang tidak dibenarkan dalam Islam.

Padahal Hak dasar manusia, baik hak pokok individu yakni sandang, pangan, dan papan, maupun hak pokok masyarakat yakni pendidikan, kesehatan, dan keamanan adalah kewajiban negara untuk menjamin kebutuhan tersebut melalui mekanisme tertentu baik secara langsung maupun tidak langsung.

Negara wajib menjamin, mengatur dan menyiapkan sarana-sarana untuk mempermudah pemenuhan kebutuhan pokok bagi rakyatnya, baik dengan memberikan fasilitas lapangan kerja, memberikan modal cuma-cuma atau pinjaman modal tanpa bunga, memberikan tanah pertanian yang menjadi milik negara kepada rakyat untuk dikelola maupun dalam bentuk yang lainnya.

Karena semua itu termasuk tanggung jawab negara dalam mengatur dan mengurusi rakyatnya

فَالْإِمَامُ الَّذِي عَلَى النَّاسِ رَاعٍ وَهُوَ مَسْئُولٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ

Penguasa yang memimpin rakyat, dia akan dimintai pertanggungjawaban atas rakyat yang dipimpinnya (HR Al Bukhari)

Oleh karena itu mengaitkan bansos dari pemerintah dengan syarat vasektomi adalah merupakan suatu kedzaliman, dan harus ditentang

Hukum Pembatasan Kelahiran

Secara syar’i, pembatasan kelahiran, tentu selain vasektomi dan tubektomi, jika dilakukan oleh individu dalam suatu keluarga maka hukumnya boleh karena beberapa sahabat juga melakukan pada zaman Rasulullah.

عَنْ جَابِرٍ قَالَ كُنَّا نَعْزِلُ عَلَى عَهْدِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَالْقُرْآنُ يَنْزِلُ

dari Jabir ia berkata, Kami melakukan ‘Azl di masa Nabi ﷺ dan Al-Qur’an juga turun. (HR Al Bukhari)

جَابِرٍ قَالَ كُنَّا نَعْزِلُ عَلَى عَهْدِ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَبَلَغَ ذَلِكَ نَبِيَّ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَلَمْ يَنْهَنَا

dari Jabir dia berkata, “Kami melakukan azl di masa Rasulullah ﷺ, kemudian hal itu disampaikan kepada Nabi ﷺ, namun beliau tidak melarang kami.” (HR Muslim)

Namun jika pembatasan kelahiran itu dibuat suatu program oleh negara, baik dengan istilah KB (keluarga Berencana) atau yang lainnya, maka hal itu bertentangan dengan konsep Islam yang memandang bahwa banyaknya penduduk merupakan kebanggaan Rasulullah ﷺ
Sabda Rasulullah ﷺ

تَزَوَّجُوا الْوَدُودَ الْوَلُودَ فَإِنِّي مُكَاثِرٌ بِكُمْ الْأُمَمَ

Menikahlah kalian dengan wanita yang penyayang lagi subur karena ( pada hari kiamat nanti ) aku membanggakan banyaknya jumlah kalian di hadapan umat-umat lain ( HR abu Daud.)

Jadi banyaknya jumlah penduduk bukanlah beban bagi negara akan tetapi merupakan potensi yang positif bagi sumber daya manusia yang bisa diarahkan oleh negara untuk bisa produktif dan berinovasi.

Pemerintah berfikir bahwa dengan menekan atau membatasi jumlah penduduk dengan cara KB maka angka kemiskinan bisa berkurang dan juga upaya untuk mendistribusikan bansos bisa merata, karena jumlah dana bansos terbatas sedangkan jumlah penduduk terus bertambah.

Ini jelas solusi yang ditawarkan oleh pemerintah tidak berkaitan dengan pokok persoalan. Karena pangkal persoalannya bukan jumlah dana bansos yang terbatas sedangkan jumlah penduduk tidak terbatas. Tetapi pangkal persoalan karena distribusi kekayaan di negeri ini tidak merata, Hanya dikuasai segelintir orang. Ini akibat diterapkannya sistem ekonomi kapitalisme-liberalisme. Banyak kekayaan alam milik rakyat dijual dan dikuasai oleh swasta baik dalam negeri maupun asing.

Padahal Barang dan jasa di dunia ini cukup untuk memenuhi kebutuhan hidup manusia seluruhnya

هُوَ الَّذِي خَلَقَ لَكُمْ مَا فِي الأرْضِ جَمِيعًا

Dialah Allah, yang menjadikan segala yang ada di bumi untuk kalian (QS al Baqarah 29)

Jadi persoalannya adalah karena distribusi kekayaan yang tidak merata, dan kewajiban negara untuk mendistribusikan kekayaan.

كَيْ لَا يَكُوْنَ دُوْلَةً ۢ بَيْنَ الْاَغْنِيَاۤءِ مِنْكُمْۗ ۝٧

(Demikian) agar harta itu tidak hanya beredar di antara orang-orang kaya saja di antara kamu. (QS Al-Hasyr 7)

Jika di dalam masyarakat itu mengalami kesenjangan yang lebar antara individu dalam memenuhi kebutuhan-kebutuhannya atau dengan kata lain distribusi yang tidak merata maka negara harus memecahkan dengan cara mewujudkan keseimbangan dalam masyarakat dengan cara memberikan harta negara yang menjadi hak miliknya kepada orang yang memiliki keterbatasan dalam memenuhi kebutuhannya. Caranya dengan menyuplai orang yang tidak sanggup memenuhi kebutuhannya tersebut dengan harta dari Baitul mal (kas Negara) jika di Baitul mal (kas Negara) ada harta yang diperoleh dari ghanimah dan hak milik umum, sebab ketika Nabi Muhammad Saw melihat ada kesenjangan dalam pemilikan harta antara kaum Muhajirin dan anshar maka Beliau mengkhususkan harta fa’i yang dirampas dari bani Nadhir untuk kaum muslimin Muhajirin agar terjadi keseimbangan ekonomi.

Kas Negara (Baitul mal) dalam Islam, salah satu sumber pendapatannya adalah dari harta kekayaan milik rakyat, misal minyak bumi, gas alam, tambang emas, tembaga, nikel dan lain-lainnya. Ini jika betul-betul dikelola oleh Negara dan digunakan untuk rakyat maka negeri ini akan mampu untuk memenuhi kebutuhan hidup masyarakat. Namun jika sumber harta kekayaan rakyat ini diserahkan dan dijual ke swasta maka pemasukan kas negara sangat kecil, sebagaimana dalam sistem kapitalisme di negeri ini.

Semua itu bisa terjadi jika sistem ekonominya yang diterapkan adalah sistem ekonomi yang Islami. Dan sistem ekonomi Islam hanya bisa diterapkan dalam sistem khilafah.

Wallahu A’lam bis shawab.

Dapatkan update berita terbaru melalui saluran Whatsapp Mediaumat

Share artikel ini: