MediaUmat – Utang proyek Kereta Cepat Jakarta–Bandung (KCJB) atau Whoosh yang terus membengkak, menurut Pengamat Ekonomi Dr. Arim Nasim, merupakan bukti penjajahan ekonomi Cina terhadap Indonesia.
“Proyek ini membuktikan bahwa Indonesia sedang dijajah secara ekonomi oleh Cina,” ujarnya dalam Kabar Petang: Proyek Whoosh, Bom Waktu Utang ke Cina? di kanal YouTube Khilafah News, Selasa (14/10/2025).
Dengan biaya pembangunan yang melonjak melebihi proposal awal serta kerugian yang terus-menerus ditanggung APBN, kata Arim, kondisi ini jelas mengganggu keuangan negara dan merugikan rakyat.
“Yang diuntungkan ya Cina sebagai pemilik atau konsorsium dari kereta api cepat ini,” tegasnya.
Arim menjelaskan, sejak awal proyek ini merupakan proyek yang tidak layak dan sarat kepentingan.
“Kontroversial, banyak ditolak dari berbagai kalangan. Tapi pada akhirnya karena ini proyek ambisius yang mungkin di dalamnya ada cuan bagi para eksekutif pelaksana atau pihak-pihak yang terkait, akhirnya dijalankan,” ucapnya.
Ia mengungkapkan, proyek Kereta Cepat Indonesia–Cina (KCIC) ini sejak awal diklaim sebagai kerja sama business to business tanpa melibatkan APBN, namun faktanya justru dibiayai dari anggaran negara ketika hampir mangkrak.
Akibat dari proyek yang merugi ini, ungkapnya, dana publik untuk kepentingan rakyat seperti subsidi dikurangi, bahkan negara menambah utang baru.
“Akhirnya siapa yang dikorbankan? Lagi-lagi rakyat. Dana untuk kepentingan publik seperti subsidi biasanya dikurangi. Selain itu juga nambah anggaran lewat utang,” bebernya.
Arim menyoroti kerugian besar yang dialami BUMN akibat proyek ini. “PT Kereta Api sejak dua tahun beroperasi sudah menomboki kerugian total Rp2,24 triliun. Kerugian tahun 2025 baru semester pertama saja sudah Rp950 miliar, dan ke depan tahun 2026 diperkirakan beban utang akibat proyek ini mencapai Rp6 triliun,” rincinya.
Ia menilai proyek ini telah membuat BUMN berdarah-darah dan memperkuat dominasi ekonomi Cina di Indonesia.
“Cina memang punya kepentingan untuk menjerat agar Indonesia kemudian tergantung atau terjajah secara finansial oleh Cina,” tegasnya.
Arim pun memungkasi bahwa proyek berbasis utang seperti ini tidak akan terjadi dalam sistem ekonomi Islam.
“Kalau dalam pembangunan infrastruktur menurut syariat Islam, tidak diperbolehkan dibangun dari utang, tidak dibolehkan juga dari pajak, apalagi untuk kebutuhan sekunder seperti kereta api cepat,” ujarnya.
Mengutip laporan keuangan tahunan 2022 yang diaudit oleh RSM, diketahui proyek Kereta Cepat Whoosh menelan total biaya US$ 7,26 miliar atau setara Rp 119,79 triliun (asumsi kurs Rp 16.500/US$). Angka tersebut termasuk pembengkakan biaya (cost overrun) sebesar US$ 1,21 miliar (Rp 19,96 triliun) dari nilai investasi awal yang ditetapkan senilai US$ 6,05 miliar (Rp 99,82 triliun).
Mayoritas porsi dana pengerjaan proyek Whoosh diperoleh dari utang pinjaman dari Cina Development Bank (CDB) dengan bunga utang mencapai 3,3% dan tenor hingga 45 tahun.[] Muhar
Dapatkan update berita terbaru melalui saluran Whatsapp Mediaumat