Mediaumat.id – Pernyataan Menteri Luar Negeri Amerika Serikat Antony Blinken yang menilai ASEAN kurang menekan junta militer Myanmar karena masih terus membungkam rakyat setelah kudeta tahun lalu, dinilai Pengamat Politik Internasional Umar Syarifudin bagian dari kepentingan AS di Myanmar untuk menghadapi Inggris.
“Mengapa Menteri Luar Negeri Amerika Serikat, Antony Blinken usil mengurusi ASEAN? Bukankah konflik politik di Myanmar bagian dari narasi imperialis AS sendiri? Jika kita cermati pertarungan politik yang terjadi di Myanmar juga hasil karya AS dan Inggris. Amerika mendukung Suu Kyi, melawan Inggris yang mendukung junta militer di sisi yang lain,” tuturnya kepada Mediaumat.id, Ahad (24/7/2022).
Menurutnya, Amerika mendukung Suu Kyi dan menginginkan Myanmar “Burma” agar menjadi basis wilayah untuk menghadapi Cina. “Di sisi lain Inggris sebagai kolonialis tradisional yang membentuk militer Burma sejak semenanjung India menjadi wilayah pengaruh Inggris dan menggabungkan Myanmar ke pengaruhnya dan militer terus memerintahnya secara langsung atau tidak langsung,” ungkapnya.
Umar melihat, ASEAN kurang berdaya untuk menghadapi berbagai kezaliman rezim otoriter junta Myanmar. Penindasan terus berlangsung, apalagi terhadap kaum Muslim di Myanmar.
“Sikap pasif ASEAN menunjukkan ketidakpedulian terhadap kaum Muslim yang menjadi umat minoritas di Myanmar. Para penguasa di ASEAN bahkan belum efektif untuk melakukan aktivitas paling rendah dan ringan sekalipun untuk menekan rezim Myanmar pada masa dahulu dan saat ini untuk menolong kaum Muslim di sana,” ujarnya.
Adapun Amerika, kata Umar, saat ini tampak bahwa kebijakannya menekan dan memaksa para penguasa di negeri-negeri ASEAN, agar mengikutinya sejengkal demi sejengkal dan sehasta demi sehasta. “Jika ASEAN diam saja, dan tetap tidak bergerak sedikit pun untuk menentang AS, maka penindasan dan krisis yang bengis akan terus terjadi,” tegasnya.
Bila dianalisis, katanya, ide nasionalisme telah sukses memperlemah kekuatan kaum Muslim seluruh dunia dengan mematikan kehirauan dan kepedulian sebagai satu tubuh dan satu umat.
“Padahal mereka satu umat yang harus saling menolong dan saling memperkuat. Namun nasionalisme ini pulalah yang menyekat negeri Muslim. Dengan alasan beda negara dan beda bangsa, dan beda kepentingan, tentara-tentara negeri Islam lumpuh untuk digerakkan membebaskan negeri-negeri Islam yang terjajah. Selalu yang menjadi alasan harus di bawah payung PBB, baru bisa digerakkan. Padahal PBB, merupakan organisasi organ penjajah Barat yang tidak pernah membela umat Islam. Sementara di depan tentara-tentara umat itu, kaum Muslim dibunuh dan dibantai,” bebernya.
Amerika Serikat yang seolah-olah peduli dengan rakyat Myanmar, menurutnya, bagian dari misi penjajahan Amerika Serikat.
“Misi penjajahan, tidak ada yang lain. Amerika terus menekan rezim militer di Burma sampai bisa menjatuhkan orang-orang rezim militer pro Inggris, dan akan mengangkat kaum oposisi di mana Amerika menampakkan dukungan penuh kepada kubu Aung San Suu Kyi dan partainya Liga Nasional untuk Demokrasi (National League for Democracy – NLD),” jelasnya.
Umar mengatakan, Amerika saat ini tidak puas dengan situasi politik di Burma, yang menurut Amerika mengalami kemunduran dan belum mampu membebaskan pemimpin oposisi dan memperbolehkan partai Liga Nasional untuk Demokrasi (National League for Democracy – NLD) melakukan aktivitas politik.
“Namun Amerika terus saja melakukan tekanan terhadap rezim Burma. Amerika juga menampakkan mosi tidak percaya tentang kredibilitas rezim militer Myanmar karena Amerika ingin meningkatkan tekanan hingga memungkinkan Amerika menjatuhkan militer yang loyal kepada Inggris dari pemerintahan,” ungkapnya.
Sebagai negara berpenduduk Muslim terbesar di ASEAN, kata Umar, mestinya Indonesia menentang kebiadaban junta militer Myanmar.
“Kaum Muslim harus menentang penuh kebiadaban dan tindakan otoriter rezim sekuler Burma. Penguasa kaum Muslim harus menolak seruan dan rancangan politik Amerika dan negara-negara Barat lainnya, termasuk Inggris. Penguasa negeri Muslim bisa mengirimkan tentara perdamaian ke kawasan-kawasan konflik lainnya, sementara pundak-pundak mereka harus menolak panji-panji perdamaian semu Amerika dan PBB. Kaum Muslim harus memastikan para penguasa itu mampu diharapkan dalam kebaikan, bukan sebaliknya,” ungkapnya.
Ia mengatakan, umat saat ini menginginkan munculnya pemimpin adil yang mampu melaksanakan tugas perlindungan dan keadilan di bawah penerapan syariah Islam secara kaffah, yang mampu menghentikan tahun-tahun penderitaan Muslim Rohingya.
“Kita membutuhkan penguasa yang adil yang membuat keputusan politik dengan mengirimkan tentara menyelamatkan negeri Islam. Tanpa dibatasi oleh kebangsaan, warna kulit, atau ras. Tanpa menunggu perintah PBB yang menjadi alat penjajah Barat. Bergerak karena disatukan oleh akidah Islam dan perintah Allah SWT. Dengan itu, musuh-musuh Allah tidak akan memandang remeh umat Islam seperti sekarang. Umat dibantai, bahkan oleh negara-negara lemah dan miskin seperti Myanmar,” pungkasnya.[] Achmad Mu’it