Ulama Aswaja: Yang Terpenting, Penguasanya Sudah Jalankan Amanah atau Belum?

Mediaumat.id – Menyoroti kasus yang menimpa Rocky Gerung, Ulama Aswaja KH Rokhmat S. Labib menyatakan, yang terpenting adalah penguasanya apakah sudah menjalankan amanahnya atau belum.

“Apakah penguasa itu betul-betul telah menjalankan amanahnya sebagai penguasa, dan apakah dia telah memenuhi hak-hak rakyatnya, itu saya kira justru yang jauh yang lebih penting daripada kemudian kita mengkritisi rakyatnya dulu,” ujarnya dalam diskusi Perspektif: Restorasi Justice Rocky Gerung… Menurut Hukum Islam & Sekuler??!! di kanal YouTube Pusat Kajian dan Analisis Data, Selasa (8/8/2023).

Alasannya, lanjut Kiai Labib, rakyat ini sebenarnya hanya sekadar reaksi saja, jika pemimpinnya bagus sandang, pangan, papan terpenuhi kebijakan yang pro rakyat, maka akan memujinya. Tapi jika penguasa sudah tidak memenuhi hak-haknya pada rakyat maka muncul seperti kritik halus hingga kasar.

“Maka, muncullah kemudian keluhan, mungkin ada yang tidak berani, mengeluh pun tidak berani, diam saja, atau mungkin ada yang sekadar mengeluh, ada yang mungkin menyampaikan kritik yang halus sampai kemudian bisa jadi kritikan itu sampai kasar atau bahkan melakukan tindakan fisik atau demonstrasi atau tindakan-tindakan yang lain yang itu menunjukkan sikap pengingkaran terhadap apa yang dilakukan oleh penguasa,” tuturnya.

Jadi, menurutnya, yang paling penting dikritisi adalah apakah penguasa dalam hal ini telah memenuhi kewajibannya sebagai penguasa sebagai pemimpin atau belum. “Baru kemudian setelah itu kita menengok kepada rakyat karena sebenarnya yang paling berkuasa atas itu ya namanya penguasa yang lebih berkuasa di situ itu,” imbuhnya.

Muhasabah

Kiai Labib juga menambahkan tujuan dari muhasabah yang berarti mengingatkan agar pemimpin itu kembali taat kepada Allah. “Sebenarnya itu, tugas kepemimpinan itu, harus dipahami itu, tugas ketaatan kepada Allah itu begitu, ini kalau penggunaan kacamata Islam,” lanjutnya.

Ia menjelaskan, di dalam kepemimpinan Islam, pemimpin itu mempunyai kedudukan sangat mulia. “Bahkan dia akan mendapatkan salah satu naungan, yang salah satu kelompok atau golongan, yang mendapat naungan Allah pada akherat kelak pada hari kiamat yang tidak ada naungan kecuali naungan Allah subhanahu wa ta’ala,” imbuhnya.

Malah jika sebaliknya, kata Kiai Labib, akan mendapatkan azab yang sangat dahsyat dan juga ancaman dari Allah.

Jadi, bebernya, sebenarnya muhasabah itu bagi penguasa harusnya dianggap sebagai sebuah kasih sayang atau menyelamatkan dia (penguasa).

“Jadi, ini kan rakyatnya menasihati penguasa lalu dengan kalimat yang halus yang logis argumentatif sudah tidak bisa menerima, terus gimana caranya? Muncullah, akhirnya barangkali kalimat-kalimat yang kasar, paling sebatas itu, sekasar-kasarnya rakyat itu kepada penguasa paling sebatas ucapan, enggak bisa melakukan tindakan hukum,” jelasnya.

 

Ia menjelaskan, muhasabah pada pemimpin ini dijadikan pelajaran bahwa ternyata kebijakan yang dilakukan itu tidak memuaskan atau menyakiti rakyatnya.

“Padahal tugas dari penguasa, tugas pemimpin itu adalah memenuhi kebutuhan rakyatnya, kalau ada yang menjerit kami lapar ya, lalu kemudian mereka (rakyat) mungkin sampai marah-marah, ya harus berintrospeksi,” tutupnya.[] Setiyawan Dwi

Share artikel ini: