Uji Coba Vaksin TBC dari Bill Gates di Indonesia Murni Bisnis

MediaUmat.info – Terkait uji coba vaksin tuberkulosis (TBC) yang diracik pendiri Microsoft sekaligus filantropis dunia Bill Gates dinilai murni bisnis.

“Umat jangan melihat rencana Bill Gates ini sebagai program ’kemanusiaan’. Ini murni bisnis,” ujar Siyasah Institute Iwan Januar kepada media-umat.info, Kamis (8/5/2025).

Menurutnya, pengadaan vaksin sudah menjadi bagian dari bisnis besar bagi perusahaan-perusahaan farmasi dunia. Mengingat tingginya jumlah penderita TBC di seluruh dunia.

“Sejumlah perusahaan farmasi besar seperti yang sudah berbisnis di vaksin TBC. Ada GlaxoSmithKline (GS) asal Inggris, Sanofi Pasteur asal Prancis, Longcom Enterprise Ltd dari Cina, dan beberapa perusahaan lainnya,” bebernya.

Bisnis vaksin TBC, lanjutnya, akan sangat menguntungkan karena di pengidap TBC di dunia menurut catatan WHO pada tahun 2024 ada sekitar 8,2 juta warga dunia mengidap TBC. Di Indonesia Kementerian Kesehatan di tahun 2022 mendeteksi tuberculosis (TBC) sebanyak lebih dari 700 ribu kasus.

“Angka tersebut merupakan angka tertinggi sejak TBC menjadi program prioritas nasional. Karenanya Bill Gates sudah berhitung besarnya potensi pasar vaksin di dunia, termasuk di Indonesia,” tuturnya.

Karenanya, lanjut Iwan, uji coba vaksin ini lebih menguntungkan perusahaan Bill Gates ketimbang rakyat Indonesia. Apalagi pabrik vaksin ini tidak dibangun di Indonesia, melainkan di Singapura.

“Kenapa tidak membangun pabriknya di Indonesia, atau menyerahkan pembuatan vaksin TBC pada perusahaan milik negara? Ini sama saja rakyat Indonesia dikorbankan sebagai kelinci percobaan perusahaan farmasi asing milik Bill Gates ini, sementara keuntungan besarnya tetap pada mereka,” ujarnya.

Politik Penjajahan

Iwan juga menuturkan korporasi asing yang bergerak di bidang kesehatan termasuk farmasi sudah lama menjalankan politik penjajahan di bidang kesehatan.

“Negara-negara besar melindungi perusahaan-perusahaan asal negara mereka yang memproduksi vaksin sehingga terjadi monopoli perdagangan vaksin. Ini menyusahkan negara-negara miskin dan berkembang untuk dapat memproduksi vaksin sendiri,” bebernya.

Dalam kasus pandemi Corona, lanjutnya, Direktur Jenderal Organisasi Kesehatan Dunia (World Health Organization/WHO) Tedros Adhanom Ghebreyesus memperingatkan bahwa umat manusia berada di tepi “bencana kegagalan moral” karena negara-negara kaya tidak memastikan distribusi adil dari vaksin untuk memerangi pandemi Corona.

“Negara-negara besar terus melindungi produsen vaksin asal negara mereka dengan dalih hak paten. Artinya, negara-negara itu bersama segenap korporasinya hanya peduli pada uang, bukan pada kesehatan dan nyawa manusia. Perlu dicatat, bisnis vaksin Covid-19 memberikan keuntungan hingga puluhan miliaran dolar pada para produsen vaksin,” ujarnya.

Jadi, tuturnya, sudah saatnya kaum Muslim membangun kemandirian dalam layanan kesehatan, termasuk membangun industri farmasi dan vaksin yang independen.

“Tidak bergantung pada negara-negara imperialis,” pungkasnya.[] Setiyawan Dwi

Dapatkan update berita terbaru melalui saluran Whatsapp Mediaumat

Share artikel ini: