UIY Tegaskan Pentingnya Menyampaikan Sejarah dengan Benar

MediaUmat – Di tengah upaya pengaburan dan bahkan penguburan sejarah perjuangan umat Islam di negeri ini, Cendekiawan Muslim Ustaz Muhammad Ismail Yusanto (UIY) menegaskan pentingnya menulis dan menyampaikan ulang sejarah dengan benar,

Itulah tugas kita, tugas penting kita ini hari adalah melakukan apa yang sering saya sebut sebagai retelling dan rewriting,” ujarnya dalam diskusi Resolusi Jihad: Dulu, Kini dan Esok, Ahad (12/10/2025) di kanal YouTube Media Umat.

Menurutnya, kebenaran sejarah bisa memberikan hikmah atau pelajaran bagi umat berakal. “Sesungguhnya pada kisah-kisah mereka itu terdapat pengajaran bagi orang-orang yang mempunyai akal,” ucap UIY, mengutip QS Yusuf: 111.

Dengan kata lain, pelajaran penting dari sebuah sejarah sangat bergantung kepada kebenaran sejarah itu sendiri, sebagaimana kisah-kisah di dalam Al-Quran, semisal kisah Fir’aun berikut pengikutnya yang diazab oleh Allah SWT karena telah melampaui batas.

Dengan kata lain pula, jika saat ini ada upaya dari pemerintah untuk menulis ulang sejarahnya, maka UIY berpesan, penting untuk menggali kebenaran lantas menulisnya dengan benar pula.

Tulislah yang benar, diging up the truth, gali kebenaran supaya kita bisa mendapatkan ibrah yang benar pula,” tandasnya, mengenai amat pentingnya akurasi sejarah untuk memastikan kebenaran, membangun karakter bangsa, dan memberikan panduan berharga bagi kehidupan masa kini dan masa depan.

Demikian sehingga akan tampak Islamnya ketika menyampaikan sejarah perjuangan bangsa ini. Sebutlah di antaranya, perintis kebangkitan nasional harusnya mengacu pada lahirnya Sarekat Islam, bukan Organisasi Budi Utomo yang fokus utamanya kemajuan pendidikan hanya bagi kalangan priayi.

Sedangkan Sarekat Islam berikut tokoh di dalamnya, HOS Tjokroaminoto, yang dijuluki ‘Bapak Pergerakan Nasional’, memiliki peran besar dalam membangkitkan kesadaran politik rakyat bumiputra terhadap penjajahan kolonial.

Pula Hari Pendidikan Nasional yang harusnya tidak mengacu pada hari kelahiran Ki Hadjar Dewantara, yang pada 3 Juli 1922 telah mendirikan sekolah Taman Siswa untuk mewujudkan pendidikan yang dapat diakses oleh seluruh rakyat.

Tetapi mengacu ketika Muhammadiyah mendirikan sekolah pertama pada tahun 1911. Tepatnya, sekolah bernama Madrasah Ibtidaiyah Diniyah Islamiyah (MIDI) ini didirikan oleh KH Ahmad Dahlan di ruang tamu rumahnya pada tanggal 1 Desember 1911.

Bahkan sekolah ini merupakan cikal bakal dari sistem pendidikan Muhammadiyah dan dikenal sebagai sekolah agama modern pertama yang memadukan pendidikan agama dan umum.

Hari Santri Nasional

Adalah penamaan Hari Santri Nasional, yang ditetapkan untuk menghormati peran ulama maupun santri pesantren dalam sejarah perjuangan bangsa, terutama dalam mempertahankan kemerdekaan negeri ini, menurut UIY, juga terdapat pengaburan.

Pasalnya, yang menjadi pemicu dari terjadinya Peristiwa 10 November itu justru fatwa ulama tentang kewajiban jihad fisabilillah yang dikeluarkan pada 22 Oktober 1945 untuk melawan penjajah yang ingin kembali menjajah Indonesia.

Kalau mau benar, sebenarnya bukan Hari Santri kan? Di situ (sarat peran) para ulama. Hari Ulama mestinya, atau kalau mau benar lagi ya Hari Jihad atau Hari Resolusi Jihad,” urainya.

Untuk itu terkait pengaburan dan penguburan peristiwa yang berpuncak pada pertempuran besar di Surabaya pada 10 November 1945 ini, UIY melihat setidaknya ada tiga ibrah penting yang bisa diambil.

Pertama, betapa peran ulama senantiasa mendominasi perjuangan hingga mampu mempertahankan kemerdekaan negeri ini. Termasuk Resolusi Jihad yang difatwakan pada 22 Oktober 1945 untuk melawan penjajah yang ingin kembali menjajah Indonesia.

Fatwa ini menyatakan bahwa membela tanah air dari penjajah adalah fardhu ain (wajib bagi setiap individu), dan umat Islam yang gugur dalam perjuangan ini dianggap sebagai mati syahid sebagaimana ketentuan dalam Islam.

Kedua, pentingnya menggunakan perspektif Islam ketika berbicara urusan bangsa dan negara. Tak seperti saat ini, yang justru terjadi adalah upaya penguburan ajaran Islam terutama mengenai jihad fisabilillah, hanya karena dianggap tidak lagi relevan dengan perkembangan zaman.

Padahal dalam konteks sejarah dan pandangan Islam, jihad dapat menjadi solusi komprehensif untuk mengatasi penjajahan dalam arti perjuangan gigih yang mencakup berbagai aspek.

Kontekstualisasi itunya (Resolusi Jihad) adalah bagaimana kita menggunakan perspektif Islam di dalam memandang persoalan dan mencari solusi,” jelasnya.

Ketiga, ketidakbolehan umat terlebih negara untuk tunduk kepada penjajahan apa pun bentuknya, termasuk penjajahan ekonomi melalui pemberian utang lunak yang dikenal dalam hubungan internasional sebagai diplomasi jebakan utang (debt-trap diplomacy) atau bentuk neo-kolonialisme yang kerap terjadi.

Ini adalah strategi di mana negara kreditor memberikan pinjaman yang besar kepada negara peminjam (biasanya negara berkembang) dengan tujuan untuk mendapatkan pengaruh politik atau konsesi ekonomi saat negara peminjam kesulitan membayar utangnya.

Lalu ada juga penjajahan politik, penjajahan budaya, dan seterusnya,” pungkas UIY, yang berarti spirit melawan segala bentuk penjajahan harus terus digaungkan bahkan lebih digelorakan.[] Zainul Krian

Dapatkan update berita terbaru melalui saluran Whatsapp Mediaumat

Share artikel ini: