UIY: Masalah Sistemik Tak Bisa Diatasi Lewat MBG yang Parsial

 UIY: Masalah Sistemik Tak Bisa Diatasi Lewat MBG yang Parsial

MediaUmat Menyikapi program Makan Bergizi Gratis (MBG) yang digadang pemerintah sebagai solusi atas masalah stunting, Cendekiawan Muslim Ustadz Muhammad Ismail Yusanto (UIY) menilai kebijakan tersebut belum menyentuh akar persoalan, karena problem kemiskinan dan ketimpangan sosial yang meluas tidak akan terselesaikan dengan kebijakan parsial semacam itu, melainkan hanya dapat dituntaskan melalui penerapan sistem Islam yang menjamin keadilan distribusi.

“Masalah sistemik tidak bisa diatasi dengan solusi parsial. Harus sistem ekonomi Islam yang menjamin distribusi,” tandasnya dalam diskusi MBG, Sarat Masalah? di kanal YouTube UIY Official, Ahad (5/10/2025).

UIY menjelaskan, program MBG hanyalah respons politik jangka pendek yang tidak menyentuh akar kemiskinan. Kebijakan semacam ini sekadar menambah proyek tanpa memperbaiki sistem ekonomi yang timpang.

“Kebijakan ini lebih merupakan respons parsial terhadap persoalan sistemik. Akar masalahnya adalah kemiskinan dan distribusi yang buruk,” ujarnya.

Menurutnya, akar persoalan stunting bukan terletak pada kurangnya gizi, melainkan pada ketimpangan distribusi kekayaan akibat penerapan sistem ekonomi kapitalistik.

“Masalahnya bukan gizi, tapi kemiskinan akibat buruknya distribusi,” tegasnya.

UIY menyoroti, ketimpangan itu nyata dari penguasaan sumber daya oleh segelintir elite yang menikmati kekayaan luar biasa, sementara jutaan rakyat hidup dalam kemiskinan ekstrem.

“Ada 24 juta orang yang hidup di bawah garis kemiskinan, sementara satu orang bisa pegang 6,7 persen saham tambang batu bara dan dapat dividen Rp2,4 triliun setahun. Ini ketimpangan,” ungkapnya.

UIY menegaskan, ketimpangan yang terjadi bukan semata akibat ulah pemilik modal, tetapi justru karena negara dalam sistem kapitalistik berpihak pada korporasi besar dan membuka jalan bagi mereka, sehingga pelaku utama ketimpangan itu adalah negara sendiri, bukan rakyat yang seharusnya dilindungi.

“Pelaku dari ketimpangan itu justru negara sendiri,” tambahnya.

Dalam Islam, jelas UIY, negara tidak sekadar pelaksana proyek politik, tetapi wajib menjalankan ri‘ayah su’unil ummah, yakni mengatur kehidupan rakyat dan menjamin pemenuhan kebutuhan dasar mereka, sebagai penjamin kesejahteraan umat.

“Salah satu tugas penting dari negara dalam pandangan Islam itu adalah riayah su’unil ummah, mengatur kehidupan rakyatnya,” jelasnya.

Dalam sistem Islam, lanjutnya, sumber daya ekonomi tidak boleh dikuasai individu atau korporasi, tetapi harus dikelola negara untuk kemaslahatan rakyat.

“Sumber daya ekonomi yang melimpah di negeri ini harus dikelola negara untuk kesejahteraan rakyat, tidak boleh diberikan kepada individu atau kumpulan individu alias perusahaan,” tegasnya.

Sebagai contoh, Rasulullah SAW menyalurkan harta fa’i Bani Nadhir hanya kepada kaum Muhajirin yang miskin, bukan kepada semua orang, demi menjaga keseimbangan sosial.

“Rasulullah membagikan harta Bani Nadir hanya kepada Muhajirin yang miskin, bukan semua. Itulah tawazunitas,” jelasnya.

UIY menilai, selama negeri ini tetap mempertahankan sistem sekuler–kapitalistik dan takut mengambil solusi Islam, kebijakan sosial seperti MBG akan terus gagal mencapai tujuannya.

“Sayangnya, negeri Muslim justru takut dengan ajaran agamanya sendiri. Ini ironi besar,” tegasnya.[] Zainard

Dapatkan update berita terbaru melalui saluran Whatsapp Mediaumat

Share artikel ini:

Related post

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *