UIY: Isu Intoleransi Tidak Bisa Dilepaskan dari Agenda Setting

MediaUmat Merespons maraknya isu intoleransi menyusul kasus yang terjadi di Sukabumi, Cendekiawan Muslim Ustadz Ismail Yusanto (UIY) menyatakan isu intoleransi tidak bisa dilepaskan dari agenda setting.

“Memang ini tak bisa dilepaskan dari agenda setting,” ulasnya dalam Fokus to The Point: Ribut ribut Intoleransi di Sukabumi, Gubernur Jabar Selesaikan Masalah?? di kanal YouTube UIY Official, Sabtu (5/7/2025).

Menurutnya, agenda setting dimaksud adalah kristenisasi. Itu nyata, bukan tidak nyata.

“Saya pernah 5 tahun itu menjadi ketua umum Komite Dakwah Khusus MU Pusat, kita punya data yang menunjukkan bahwa yang disebut kristenisasi itu memang terjadi dan itu juga dibuktikan oleh statistik pertumbuhan umat Kristen baik Katolik maupun Protestan itu di atas 3%,” ujarnya.

Sementara, lanjut UIY, pertumbuhan umat Islam itu justru di bawah 3% ya. Jadi yang satu di atas 3%, yang satu di bawah 3%, hanya 2,7 kalau tidak salah.

“Itulah yang membuat jumlah umat Islam itu terus menurun. Tahun-tahun 70 itu masih sekitar 90-an tapi sekarang ini hanya kurang lebih sekitar 85% gitu,” bebernya.

Memang, jelas UIY, secara quantity (kuantitas) masih majority (mayoritas). Namun secara relatif, persentase jumlah umat Islam mengalami penurunan.

“Saya kira ini hal yang memang harus dipahamkan kepada umat Islam sendiri, untuk dia tidak terlalu takut dibilang intoleran. Kemudian selalu ingin menampakkan sebagai orang yang toleran gitu sampai kebablasan,” tandasnya.

Framing

Disadari atau tidak, menurutnya, memang ada semacam framing yang sengaja dimunculkan terhadap umat Islam di Indonesia dan aktivitas keagamaan di Indonesia.

“Saya kira itu jelas satu framing ya, framing yang kalau kita bicara lugas ya jahat karena ingin memojokkan umat Islam yang sebenarnya sudah sangat toleran itu dikatakan intoleran, yang sudah sangat toleran, bahkan sudah kebablasan toleransinya, seperti ikut serta dalam perayaan Natal dan menjadi panitia,” tukasnya.

Oleh karena itu, ia menilai, para pembenci Islam punya tujuan tertentu yang tak bisa dilepaskan dari tujuan agama.

“Sesungguhnya kalau kita bicara tentang peristiwa-peristiwa seperti tadi, ditambah lagi sering kita dengar istilah penghalangan pendirian rumah ibadah, kemudian gereja, penutupan gereja dan sebagainya, pemberitaan itu tidak pernah mengungkap mengapa itu terjadi. Mereka langsung fokus tertuju pada penghalangan dan penutupan. Sehingga, dengan mudah framing itu terjadi bahwa umat Islam itu intoleran gitu,” bebernya.

Persoalan Teknis Yuridis

Jika ada beberapa kasus intoleran, sebut UIY, pasti bukan karena persoalan teologis tetapi persoalan teknik yuridis.

Misalnya, sebut UIY, kayak GKI Yasmin. GKI Yasmin itu sudah dibuktikan di sana ada pemalsuan tanda tangan. Kepala desa yang memalsukan tanda tangan itu sudah divonis bersalah dan dihukum.

“Artinya, sudah proven (terbukti), jadi bukan opini lagi, itu proven atau terbukti bahwa memang ada pelanggaran hukum tanda tangan untuk pemalsuan tanda tangan warga yang dikatakan setuju atas pendirian gereja GKI Yasmin itu,” terangnya.

Kemudian, cerita UIY, warga menolak keras pendirian gereja itu mengingat proses-proses yang tidak benar.

“Jadi, ini lebih karena persoalan teknis yuridis, menyangkut perizinan, menyangkut teknis administratif, IMB, dan sebagainya bukan persoalan teologis,” ungkapnya.

Sebab, lanjutnya, kalau persoalan teologis (alasan keagamaan) maka seharusnya bukan satu atau dua gereja yang dihalangi, tapi seluruh gereja akan dihalangi.

“Bukan satu dua gereja yang ditutup, akan tetapi seluruh gereja ditutup,” cetusnya.

Realitas tersebut, jelas UIY, umat Islam itu sesungguhnya sangat toleran.

“Boleh dilihat yang ada, bahwa pertumbuhan gereja di negeri ini jauh lebih banyak daripada pertumbuhan masjid. Ketua Umum DMI pusat Pak Yusuf Kala itu pada waktu yang lalu menyebut bahwa pertumbuhan gereja dalam 20 tahun terakhir itu 120% sementara masjid itu hanya 62%. Bagaimana bisa gereja itu bisa tumbuh begitu jika umat Islam itu menghalang-halangi? Tidak mungkin. Itu pasti karena umat Islam itu ya toleran tadi itu,” bebernya.

Islam

Ia menuturkan, perlu dijelaskan kepada saudara-saudara non-Muslim, Islam itu sesungguhnya adalah agama yang sangat mengerti bagaimana memperlakukan umat non-Muslim.

“Jelas sekali secara agama tidak boleh ada paksaan untuk masuk ke dalam agama Islam. Kemudian mereka diberi kebebasan untuk melaksanakan ibadahnya termasuk juga mendirikan tempat ibadah, dan itu berlangsung bukan hanya sekali ini atau kali ini, tapi sudah dari dulu,” paparnya.

Kemudian, tutupnya, Islam juga melindungi harkat, martabat, dan kehormatan umat non-Muslim.

“Sampai Imam Ali itu menyebut damuhum kadamina, darah mereka seperti darah kita. Maluhum kamalina, harta mereka seperti harta kita. Kalau darah seorang Muslim tidak boleh ditumpahkan, begitu juga non-Muslim tanpa hak. Kalau harta orang Islam tidak boleh diambil tanpa hak, begitu juga harta orang selain Islam,” tutupnya.[] Novita Ratnasari

Dapatkan update berita terbaru melalui saluran Whatsapp Mediaumat

Share artikel ini: