UIY: Dapat Rezeki Nomplok Rp519 Triliun Kok Naikkan BBM?

 UIY: Dapat Rezeki Nomplok Rp519 Triliun Kok Naikkan BBM?

Mediaumat.id – Penaikan bahan bakar minyak (BBM) yang hanya menghemat Rp31,8 triliun sampai akhir tahun, sebenarnya tidak perlu dilakukan karena pemerintah mendapat rezeki nomplok (windfall profit) dari komoditas lain sebesar Rp519 triliun di tahun ini.

“Dengan menaikkan harga BBM, pemerintah hanya menghemat anggaran Rp31,8 triliun. Sementara di saat yang sama, pemerintah mendapatkan Rp519 triliun windfall profit yang didapat dari kenaikan harga komoditas khususnya batu bara di pasar internasional. Mengapa tidak mengambil dari rezeki nomplok itu untuk menahan kenaikan BBM?” beber Cendekiawan Muslim Muhammad Ismail Yusanto (UIY) kepada Mediaumat.id, Rabu (14/9/2022).

Makanya tidak aneh aksi demonstrasi menolak penaikan harga BBM yang dilakukan masyarakat termasuk mahasiswa pun makin hari bertambah marak, sebagaimana dalam keterangan Kabid Humas Polda Metro Jaya, Kombes Endra Zulpan (14/9), aksi dimaksud masih akan berlangsung.

Di saat bersamaan, keputusan menaikkan harga BBM yang terbilang cukup besar tersebut adalah kebijakan zalim dan bisa dipastikan bakal menyengsarakan rakyat kebanyakan.

Lagipula, tambahnya, tak ada satu pun alasan rasional yang bisa diterima akal sehat terkait penaikan harga BBM ini. Apalagi di tengah kondisi rakyat yang tengah berusaha bangkit akibat dampak panjang pandemi Covid-19.

Padahal pemerintah harusnya membantu rakyat untuk bangkit dan pulih secara ekonomi, bukan malah memukul telak rakyat dengan kebijakan tersebut. “Alih-alih membantu, pemerintah malah memukul telak rakyat dengan menaikkan harga BBM,” ucapnya.

Bila pun dikatakan harus menaikkan harga BBM karena subsidi yang jumlahnya kurang lebih Rp150 triliun sangat membebani APBN, faktanya, beber UIY, yang sebenarnya memberatkan APBN adalah pembayaran bunga dan cicilan utang negara.

“Tahun 2021 lalu saja sudah mendekati angka Rp1.000 triliun, persisnya Rp902,3 triliun,” jelasnya.

Artinya, nilai penghematan dari harga baru BBM tidak seberapa bila dibandingkan dengan apabila pemerintah mengambil rezeki nomplok dari windfall profit dari komoditas batu bara seperti yang ia paparkan sebelumnya.

Liberalisasi

“Tak bisa dipungkiri, kebijakan penaikan harga BBM ini tak lain demi memuluskan program liberalisasi migas, utamanya di sektor hilir,” sebutnya.

Dan perlu diketahui, kata UIY, kondisi demikian sesungguhnya telah dikonfirmasi bahkan ditegaskan oleh Menteri ESDM Purnomo Yusgiantoro di era SBY silam.

Mengutip koran Kompas edisi 14 Mei 2003, UIY menyampaikan pernyataan Menteri Purnomo. “Liberalisasi sektor hilir migas membuka kesempatan bagi pemain asing untuk berpartisipasi dalam bisnis eceran migas. Namun, liberalisasi ini berdampak mendongkrak harga BBM yang disubsidi pemerintah. Sebab kalau harga BBM masih rendah karena disubsidi, pemain asing enggan masuk,” lansirnya.

Jelaslah, kata UIY, pangkalnya adalah liberalisasi.

Dengan kata lain, liberalisasi dilakukan demi kepentingan perusahaan migas asing dan para kompradornya di dalam negeri yang ingin jualan migas.

Pasalnya, pangsa pasar di Indonesia memiliki tren yang terus tumbuh seiring dengan kenaikan jumlah penduduk dan konsumsi BBM. “Ini ironi besar,” cetusnya.

“Bagaimana bisa, perusahaan asing itu menjual BBM yang sebagiannya adalah milik kita, kepada kita, di halaman rumah kita dengan harga internasional yang membuat kita susah, dengan keuntungan untuk mereka,” sambungnya menguraikan.

Demi PSN?

Di sisi lain, ia juga menyebut, pemerintah tidak sungguh-sungguh bekerja demi rakyat, tetapi sesuatu yang lain. “Selain demi mulusnya liberalisasi migas, kenaikan harga BBM tak lain juga untuk mencari dana demi kelangsungan apa yang mereka sebut PSN (Proyek Strategis Nasional), seperti proyek mercusuar IKN,” ulasnya.

Bahkan imbuhnya, hal itu terang-terangan diakui oleh Menteri BUMN Erick seperti yang ia kutip dari Detik.com (7/9) dengan judul ‘Erick Thohir Jelaskan Kaitan Pangkas Subsidi BBM dengan PSN’.

“Tapi benarkah IKN adalah proyek strategis? Sebegitu parahkah keadaan Jakarta sehingga harus bergegas pindah ibu kota?” herannya lebih lanjut.

Padahal ia melihat, Jakarta baik-baik saja. Kalaupun kemacetan dan banjir yang acap dijadikan dasar untuk memindah ibu kota, faktanya permasalahan tersebut juga terus diatasi.

“Lantas untuk kepentingan siapa sebenarnya proyek pemindahan ibu kota ini? Apakah rakyat benar-benar memerlukan ibu kota baru? Bila tidak untuk rakyat, untuk siapa sebenarnya pemerintah ini bekerja?” tanyanya bertubi-tubi sekali lagi.

Lantaran itu, UIY mengimbau pentingnya perjuangan penegakan syariah secara kaffah. “Di sinilah relevansi sangat nyata pentingnya perjuangan penegakan syariah secara kaffah,” lugasnya.

Selain didorong oleh keimanan kepada Allah SWT, penerapan syariat akan membawa kebaikan kepada seluruh rakyat.

Sebutlah bahan tambang seperti minyak bumi dan gas berikut cadangan melimpah yang menurut syariat Islam, kata UIY, termasuk kategori barang milik publik (al-milkiyyah al-ammah).

Sementara terkait pengelolaan, jelasnya, harus dilakukan negara. Dan seluruh hasilnya pun wajib dikembalikan kepada publik.

Maka melalui penerapan syariah Islam, para penguasa yang juga mengaku wakil rakyat tidak bisa lagi semaunya dalam mengelola sumber daya alam, “Apalagi bila dilakukan untuk kepentingan asing,” ujarnya.

Sedangkan untuk sampai ke sana, menurut UIY tak mudah karena memerlukan perjuangan yang sungguh-sungguh. “Tidak mudah memang,” timpalnya.

Maksudnya bahwa di setiap masa, perjuangan pasti berhadapan dengan yang ia sebut ATHGR. Yaitu ancaman, tantangan, hambatan, gangguan dan rintangan. Belum lagi kalau mereka, para penguasa berkolaborasi dengan kakuatan pemilik modal, baik domestik terlebih asing seperti yang hari ini terjadi.

“Tapi semua itu harus dihadapi. InsyaAllah, seberat apa pun, dengan pertolongan Allah, perjuangan akan mencapai tujuan, suatu hari nanti,” pungkasnya.[] Zainul Krian

Share artikel ini:

Related post

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *