UIY: Ada yang Lebih Penting Luput dari Pembahasan KUHAP dan KUHP

 UIY: Ada yang Lebih Penting Luput dari Pembahasan KUHAP dan KUHP

MediaUmat Cendekiawan Muslim Ustadz Muhammad Ismail Yusanto (UIY) mengatakan, ada sesuatu yang lebih penting tetapi luput dari perbincangan tentang KUHP yang memaparkan macam pelanggaran hukum, maupun KUHAP yang mengatur proses penegakan hukumnya.

“Kita bisa melihat bahwa ada sesuatu yang lebih penting atau yang lebih substansi yang luput dari perbincangan kita tentang KUHAP bahkan juga dengan KUHP,” ujarnya dalam Fokus: Menguak Kontroversi KUHAP, Menuju Police State? di kanal YouTube UIY Official, Ahad (23/11/2025).

Adalah ketakwaan, yang menurut UIY, dorongan bagi siapa saja termasuk penguasa maupun kepolisian untuk senantiasa bisa memegang amanah (tanggung jawab) secara jujur, adil, dan dapat dipercaya, serta mengutamakan kepentingan rakyat daripada kepentingan pribadi. Sifat ini adalah tanggung jawab besar dari Allah SWT dan akan dimintai pertanggungjawaban di akhirat.

Tetapi sayang, ungkap UIY, istilah ‘takwa’ di negeri yang mengaku sebagai mayoritas Muslim saat ini hampir tak tersentuh. Bahkan di lembaga keagamaan pun, kata UIY menambahkan, sudah enggak ngomong soal takwa lagi. Yang ada malah kepentingan, perebutan kekuasaan, seperti yang akhir-akhir ini terjadi.

“Enggak ada itu (takwa). Nah kalau sudah tidak ada takwa di situ, lalu dorongan apa lagi coba? Kalau orang sudah enggak takut sama Allah itu, lalu diharap dia takut sama siapa?” tandasnya.

Sebelumnya, DPR RI resmi mengesahkan RUU tentang Perubahan atas UU 8/1981 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) pada sidang paripurna yang digelar di Gedung DPR RI, Jakarta Selasa (18/11).

Namun banyak pihak termasuk dirinya, menduga KUHAP baru akan mengatur dan memberikan kewenangan yang lebih besar kepada polisi dalam penyidikan hingga menimbulkan kekhawatiran akan penyalahgunaan kekuasaan yang bisa mengarah kepada terwujudnya negara kepolisian (police state).

Dengan kata lain, meski pihak DPR membantah pemberian kewenangan berlebihan, tak sedikit muncul kritik bahwa KUHAP bisa memperkuat posisi polisi sebagai ‘superpower’ dalam penegakan hukum.

Tengoklah dalam sepuluh tahun kekuasaan rezim Jokowi saja, publik bisa melihat dengan jelas betapa relasi politis antara presiden dengan aparat kepolisian, yang kemudian melahirkan istilah partai coklat (parcok) yang dengan kewenangannya menopang seluruh kepentingan politik presiden.

Celakanya, di saat memiliki akses politik, kepolisian pun bisa dengan leluasa memanfaatkan kewenangan untuk kepentingan bisnis.

“Ketika dia punya punya akses politik maka satu lagi, kepolisian itu bisa memanfaatkan untuk kepentingan bisnis,” lontar UIY, seraya mengungkapkan makin tinggi nilai bisnis semakin tinggi pula pangkat yang terlibat.

Karenanya, kembali UIY menekankan, amat penting agar mengembalikan ke standar Islam. Dengan begitu, meski kewenangan yang diberikan besar, penguasa termasuk aparat penegak hukum tetap memiliki batasan-batasan untuk tidak menyalahgunakan kewenangannya.

Sebaliknya, biarpun sedikit kewenangan yang diberikan, tolok ukur yang benar tidak akan menyulitkan aparat penegak hukum dalam upaya memberantas tindak kejahatan.

Amar Ma’ruf Nahi Mungkar

“Di situlah saya kira kita mesti memahami tugas mulia kita sebagai seorang Muslim untuk terus melakukan amar ma’ruf nahi mungkar, sehingga lahir sistem yang baik dan orang-orang yang baik pula,” sambungnya.

Namun ia berpesan, kendati aktivitas mulia ini pada dasarnya merupakan kewajiban agama, para pengemban dakwah juga harus melek hukum di tengah maraknya upaya kriminalisasi yang ditujukan kepada mereka.

“Siapa saja yang bergerak di dalam dakwah, di dalam (aktivitas) amar makruf nahi mungkar memang harus melek hukum juga, untuk tidak memberi jalan mudah bagi terjadinya apa yang disebut kriminalisasi,” pungkasnya.[] Zainul Krian

Dapatkan update berita terbaru melalui saluran Whatsapp Mediaumat

Share artikel ini:

Related post

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *