UIY: Ada Penghematan yang Jauh Lebih Penting daripada Pesawat Ekonomi

 UIY: Ada Penghematan yang Jauh Lebih Penting daripada Pesawat Ekonomi

Mediaumat.info – Berkaitan dengan klaim pemerintah telah menghemat anggaran belanja negara dengan cara Presiden Jokowi menaiki pesawat komersial kelas ekonomi, Cendekiawan Muslim Ustadz Muhammad Ismail Yusanto (UIY) memaparkan, ada bentuk penghematan yang jauh lebih penting dibandingkan itu.

“Ada bentuk penghematan yang jauh lebih penting,” ujarnya dalam video Antara Pencitraan dan Penghematan yang Sesungguhnya, Selasa (2/1/2024) di kanal YouTube MT Darul Hikmah Banjarbaru.

Bahkan, menurutnya, apabila upaya dimaksud benar-benar dilakukan, dana yang bakal bisa diselamatkan akan jauh lebih besar daripada sekadar menggunakan pesawat komersial kelas ekonomi sebagaimana pernah dilakukan oleh Presiden Jokowi ketika berkunjung ke Semarang pada 2014 silam, di awal-awal kepemimpinannya.

Kala itu, Sekretaris Kabinet Andi Wijayanto menerangkan, negara bisa menghemat hingga Rp120 juta. Pasalnya, dengan pesawat komersial kelas ekonomi, biaya yang diperlukan untuk rombongan presiden hanya Rp40 juta.

Adalah batu bara, komoditas strategis yang menurut UIY, pengelolaannya harus dilakukan oleh negara, bukan malah diserahkan kepada swasta.

Untuk diketahui, dikarenakan pengelolaannya mengadopsi UU No. 3 Tahun 2020 tentang Perubahan Atas UU No. 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batu Bara, pemilik Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batu Bara (PKP2B), bisa mendapatkan kepastian perpanjangan menjadi Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK), dengan tak mengubah luasan eksplorasi.

“Bahkan perpanjangan itu diberikan secara otomatis, nyaris tanpa evaluasi karena dibubuhi kata diberikan jaminan perpanjangan dua kali sepuluh tahun dengan opsi dua kali sepuluh tahun lagi,” tukasnya, yang berarti praktis bisa sampai 40 tahun.

Padahal, kata UIY, apabila mengacu pada UU No. 4 Tahun 2009, pemilik PKP2B yang telah habis masa berlakunya harus mengembalikan kepada negara atau dilelang dengan mengutamakan BUMN maupun BUMD.

Tetapi sayang, ketentuan yang lebih mengedepankan kepentingan publik ini justru dihapus dan diganti dengan ketentuan baru yang menurut UIY, mengedepankan kepentingan segelintir pengusaha.

Untuk ditambahkan, di dalam ketentuan sebelumnya hanya menggunakan diksi dapat diperpanjang. “Artinya bisa diperpanjang bisa juga tidak,” tegasnya, kembali membandingkan.

Ketentuan Aneh

“Ketentuan baru ini (UU 3/2020) tentu saja sangat aneh,” cetus UIY, seraya keheranan melihat DPR yang hakikatnya adalah wakil rakyat justru bertindak merugikan rakyat.

Untuk diketahui pula, tambahnya mengungkapkan, potensi tambang batu bara yang dikuasai oleh 7 pemilik PKP2B itu luasnya mencapai hampir 180 ribu hektare, dengan potensi mencapai 20,7 miliar ton.

Apabila nilai jualnya USD75 per ton, dengan nilai tukar rupiah 14 ribu per dolar AS, maka nilai asetnya mencapai sekitar Rp13 ribu triliun.

Sementara, secara fakta harga batu bara bisa mencapai USD 350 per ton. “Maka potensi ladang batu bara tadi itu bisa mencapai lebih dari 60 ribu triliun rupiah,” sambungnya.

Karenanya, kembali ia heran dengan izin pengelolaan yang justru diserahkan kepada perusahaan swasta. “Mengapa malah diserahkan kepada perusahaan swasta?” herannya.

Lebih tak masuk akal lagi, imbuhnya, melalui UU Omnibus Cipta Kerja, pemilik PKP2B mendapatkan tambahan keistimewaan berupa pengenaan royalti sebesar nol persen.

“Coba pikirkan apa yang didapat negara dengan royalti nol persen itu?” lontarnya.

Karenanya pula, semua sumber daya alam termasuk batu bara, sekali lagi harus dikelola oleh negara untuk kesejahteraan rakyat sepenuhnya. Yang pada akhirnya, akan didapatkan penghematan dengan nilai jauh lebih besar daripada sekadar naik pesawat kelas ekonomi seperti yang ia singgung sebelumnya.

Dengan kata lain, bukan demi pencitraan saja. Tetapi, rezim harus bekerja untuk kepentingan rakyatnya secara keseluruhan.

“Setelah itu enggak ada lagi, jadi ini hanya demi pencitraan semata. Sementara waktu yang sama membuat kebijakan yang justru berakibat terbuangnya ribuan triliun rupiah dari kantong negara, dinikmati oleh segelintir pengusaha yang dekat dengan penguasa,” pungkasnya.[] Zainul Krian

Share artikel ini:

Related post

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *