UIY: Ada Nuansa Islamofobia dalam KUHP
Mediaumat.id – Cendekiawan Muslim Ustadz Muhammad Ismail Yusanto (UIY) menilai ada pasal-pasal yang mengarah pada islamofobia dalam Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana yang sudah disahkan menjadi KUHP.
“Ini ada nuansa islamofobia, walaupun tidak termaktub secara gamblang,” tuturnya dalam Dialog Online Media Umat: KUHP Disahkan untuk Siapa? di kanal YouTube Media Umat, Ahad (11/12/2022).
Contohnya, lanjut UIY, pada pasal-pasal yang dilarangnya penyebaran komunisme, marxisme dan leninisme dan paham lain yang bertentangan dengan Pancasila. Pasal ini sama dengan pasal dalam Perppu yang kemudian disahkan jadi UU Ormas. Kala itu, ia pun mempertanyakan terkait frasa paham lain yang bertentangan dengan Pancasila. Tapi tidak terjawab sampai saat ini.
“Saya tanyakan dalam penjelasan itu, disebutkan komunisme, leninisme, saya tanyakan. Kalau sosialisme, dan itu tentang kapitalisme, apakah tidak dicantumkannya kapitalisme liberalisme itu (karena) sesuai Pancasila? Itu pertanyaan saya. Sampai ini hari itu tidak terjawab,” herannya.
Akhirnya, akibat tidak ada kejelasan hukum seperti itu maka intensinya itu, menurut UIY, mengarah pada khilafah ajaran Islam.
“Berikutnya yaitu paham lain yang bertentangan dengan paham Pancasila itu, masuk di situ, intensinya itu adalah kepada Islam dalam hal ini yaitu khilafah sebagai ajaran Islam,” ungkapnya.
Menurut UIY, ini menjadi sesuatu hal yang ironi. Bagaimana mungkin negeri yang mayoritas Muslim dan pejabatnya mayoritas Muslim membuat suatu aturan yang rumusannya akan menjerat orang-orang yang akan menjelaskan ajaran agamanya kepada publik.
“Saya kira ini satu keadaan yang sangat ironi. Jadi bagaimana bisa di negeri mayoritas Muslim dengan wakil rakyat yang juga mayoritas Muslim, membuat sebuah aturan yang dengan rumusan begitu rupa akan menjerat orang orang yang berusaha untuk menjelaskan ajaran agamanya kepada publik. Itu kan ironi sekali,” herannya.
Anehnya, menurut UIY, bagaimana bisa kapitalisme dan liberalisme tidak masalah. Padahal, kapitalisme masalahnya sangat jelas. Seperti pada instabilitas ekonomi pengolahan sumber daya oleh pemilik modal kapitalis. Tapi hal itu seolah tidak masuk radar-radar sensitivitas para pembuatnya.
“Sementara paham yang jelas-jelas berjalan ini hari kapitalisme dan liberalisme itu seolah-olah tidak masalah. Padahal, masalahnya sangat jelas,” tegasnya.
“Tentang instabilitas ekonomi keuangan kita itu sumbernya kan riba bunga bank, kalau kita bicara tentang hegemoni penguasa sumber daya alam itu kan liberalisme pengolahan sumber daya alam, itu kan pada liberalisasi pengolahan sumber daya alam oleh pemilik modal kapitalis. Tapi paham ini seperti tidak masuk di radar-radar sensitifitas para penyusun peraturan perundang-undangan yang membuat rumusan begitu rupa,” sesalnya.
UIY menduga bahwa pasal ini menjerat ajaran Islam. “Intensi yang sangat jelas yaitu ingin menjerat paham dari ajaran Islam itu. Ini ironi besar,” ujarnya.
Ia juga mengkritisi bahwa pengesahan KUHP ini tidak profesional. “Jadi ini 50 tahun lebih, tetapi di ujung proses pengesahannya pun juga sangat tidak profesional bahkan mungkin kalau kita mau bicara lugas ya tidak beradab,” sesalnya.
UIY membandingkan dengan pejabat yang hadir saat pengesahan KUHP dengan pejabat yang hadir pada pernikahan. “Lha wong 500 pasal sekian anggota DPR hadir fisik itu 18. Sementara acara pernikahan, meriah luar biasa begitu. Hadir semua, enggak ada yang datang online kan? Itu pernikahan. Ini untuk sebuah sidang menyangkut undang-undang yang sangat vital yang disusun sudah lebih dari 50 tahun kok hadir online gitu,” pungkasnya.[] Teti Rostika