MediaUmat – Merespons Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi secara resmi mengubah nama Rumah Sakit Umum Daerah Al-Ihsan Bandung menjadi RSUD Welas Asih, Direktur Pamong Institute Wahyudi al-Maroky menegaskan, berdasarkan pola yang sudah mulai nampak sistematis dan terindikasi memang dia fobia terhadap Islam.
“Pola yang sudah mulai nampak sistematis dan terindikasi memang dia fobia terhadap Islam, anti terhadap Islam dan simbol-simbolnya termasuk diskriminatif terhadap perlakuan-perlakuan kepada simbol-simbol Islam dan ajaran-ajaran Islam,” ujarnya dalam Kabar Petang: Welas Asih Gantikan Al-Ihsan! Pengamat Curiga Ada Agenda Tersembunyi! di kanal YouTube Khilafah News, Senin (7/7/2025).
Itu susah dihindari, ujarnya, pasalnya nama-nama lain tidak dipersoalkan dan mengambil satu kebijakan sifatnya satu segmen saja.
“Apalagi segmennya Islam dan nampak sekali anti Islam ini karena disebutkan nama-nama yang seperti itu tidak cocok dengan budaya tradisi,” ungkapnya.
Bila tren kebijakannya tetap seperti itu, Wahyudi berpandangan, masa depan ruang publik di Jawa Barat tentu akan berubah dari mungkin nuansa Islam yang dulu tidak dipersoalkan, hari ini mulai dipersoalkan.
“Menurutnya, ini juga bukan sekedar nuansa Islam. Mungkin nanti nama-nama pejabat yang mungkin pakai nama-nama Islam yang berbau Islam atau berbau bahasa Arab suruh ganti itu nanti tuh kan jadi repot itu nanti tuh,” jelasnya.
Kalau memang apa cara berpikirnya begitu, ucapnya, itu bisa merembet ke mana-mana.
“Cara berpikirnya harus diganti!” tegasnya.
Kalau Rumah Sakit Al Ihsan suruh ganti dengan Welas Asih pakai bahasa-bahasa Sunda, sebut Wahyudi, nanti orang-orang yang namanya misalnya Alimuddin ataupun Muhammad atau Rahmat nanti enggak boleh lagi. Nanti makin repot itu atau suruh ganti semua nama-nama yang dari Arab harus dipakai atau pejabat-pejabat yang namanya bukan berasal dari Sunda atau dari budaya setempat harus diganti.
“Kalau enggak ganti nama diganti pejabatnya,” paparnya.
Wahyudi menandaskan, ini cara berpikir yang sangat picik dan tidak toleran dan sangat berwawasan sempit. “Ini berbahaya kalau diterus-teruskan,” tegasnya.
Tidak Boleh Diam
Oleh karenanya, ia menyeru kepada para pemimpin masyarakat, para tokoh masyarakat apalagi ulama itu enggak boleh diam, harus bersuara.
“Bersuara menyampaikan amar makruf nahi mungkar dengan melakukan nasihat ataupun muhasabah kepada penguasa bahwa itu keliru, harus dibuat kebijakan yang lebih baik dengan berdasarkan dasar-dasar yang baik,” ujarnya.
Selanjutnya, sebut Wahyudi, menggalang persatuan umat dan melakukan edukasi kepada umat untuk mencerdaskan umat, mencerdaskan rakyat.
Menurut Wahyudi, melakukan muhasabah lil hukam atau melakukan koreksi atau kritik kepada penguasa itu bukanlah sekadar hak, tetapi dalam Islam itu merupakan suatu kewajiban.[] Muhammad Nur
Dapatkan update berita terbaru melalui saluran Whatsapp Mediaumat