Tiga Faktor Penghalang Iran Menghancurkan Israel

MediaUmat – Eskalasi konflik militer antara Iran dan Israel menimbulkan pertanyaan besar: apakah Iran akan mengambil langkah menghancurkan Israel secara total, atau hanya membatasi diri pada serangan balasan terbatas?
Menurut Farid Wadjdi, peneliti dari Forum on Islamic World Studies (FIWS), terdapat setidaknya tiga faktor utama yang menjadi penghambat Iran untuk melakukan konfrontasi penuh terhadap Israel, meskipun secara ideologis Iran dikenal sebagai negara yang menentang eksistensi Zionisme.
Konsep Negara-Bangsa
Farid menyebutkan bahwa Iran masih beroperasi dalam kerangka logika negara-bangsa modern, yang memprioritaskan kepentingan nasional di atas ideologi. Hal ini sejalan dengan pandangan Dr. Trita Parsi, pendiri National Iranian American Council (NIAC), yang menyatakan:
“Iran’s foreign policy has always been a balance between ideological posturing and national interest.”
Menurut Parsi, kebijakan luar negeri Iran secara konsisten menyeimbangkan retorika ideologis dengan pertimbangan rasional nasional, yang pada akhirnya membuat Iran berhitung dalam setiap langkah militer terhadap Israel.
Keterikatan pada Hukum Internasional
Faktor kedua adalah keterbatasan Iran dalam menggunakan kekuatan di wilayah strategis seperti Selat Hormuz. Penutupan jalur pelayaran internasional ini akan dianggap sebagai deklarasi perang terbuka oleh komunitas global.
Pakar hukum internasional Dr. Eugene Kontorovich menjelaskan:
“Freedom of navigation in international straits is a pillar of global trade and security — any disruption invites coalition response.”
Dengan demikian, Iran diperkirakan akan berhati-hati untuk tidak melanggar hukum internasional yang dapat memicu respons dari koalisi negara-negara besar.
Ancaman Intervensi Amerika Serikat
Faktor ketiga adalah risiko keterlibatan militer langsung dari Amerika Serikat. Farid menyebut bahwa setiap ancaman serius terhadap keberadaan Israel hampir pasti akan memicu intervensi Amerika.
Hal ini ditegaskan oleh Prof. Stephen Walt, pakar hubungan internasional dari Harvard University:
“U.S. policy has consistently prioritized Israel’s military superiority; any existential threat will be met with overwhelming American response.”
Dengan posisi ini, Iran harus mempertimbangkan bukan hanya kekuatan Israel, tapi juga kekuatan gabungan yang dipimpin oleh Amerika Serikat.
Krisis Kemauan Politik Dunia Islam
Farid juga mengutip pandangan Prof. Fawaz Gerges dari London School of Economics (LSE), yang menyatakan bahwa lemahnya respons dunia Islam bukan karena kurangnya kemampuan, melainkan karena absennya kemauan politik kolektif.
“Lack of unified political will, not lack of capacity.”
Iran Tidak Bisa Dibiarkan Sendiri
Farid menegaskan bahwa dalam menghadapi entitas penjajah seperti Israel, Iran tidak bisa dibiarkan berjuang sendiri. “Harus ada persatuan negeri-negeri Islam,” tegasnya.
Ia menambahkan bahwa inilah relevansi mendesaknya kebutuhan akan Khilafah ‘ala minhaj an-nubuwwah — sistem kepemimpinan Islam yang mampu menyatukan dunia Islam dalam satu kekuatan politik dan militer global.
“Selama dunia Islam terpecah dalam kerangka negara-bangsa dan bergantung pada tatanan global yang dikendalikan Barat, kekuatannya akan terus terbelenggu,” pungkas Farid.
Konflik ini, menurutnya, menjadi pengingat bahwa dunia Islam memiliki potensi kekuatan militer dan politik yang besar, tetapi terkunci oleh batasan struktural dan absennya kepemimpinan Islam yang menyatukan. [] AF
Dapatkan update berita terbaru melalui saluran Whatsapp Mediaumat