Tidak Elok Framing Isu Taliban di KPK

Oleh: Ainul Mizan (Peneliti LANSKAP)

 

Hasil dari TWK KPK adalah tereliminasinya 57 pegawai KPK. Padahal mereka dikenal mempunyai komitmen dalam pemberantasan korupsi. Adalah Novel Baswedan termasuk dari ke-57 pegawai yang diberhentikan tersebut.

Tentunya hasil TWK yang bisa dibilang tidak fair ini berujung pada upaya meminta keadilan. Atas alasan apa dan bagaimana ke-57 pegawai tersebut harus diberhentikan dari KPK.

Masyarakat tentunya sudah mencium hal-hal yang tidak beres terhadap KPK. Lembaga super bodi ini secara sistematis berusaha untuk diompongkan.

Tiba-tiba KPK diguncang dengan isu radikalisme. Telah beredar melalui sosmed adanya foto bendera hitam putih di meja kerja jaksa KPK. Iwan Ismail eks satpam KPK telah menyebarkan foto tersebut dengan judul yang menyuratkan akan adanya taliban di KPK.

Pada tahun 2018, adalah awal Iwan Ismail ini bekerja di KPK. Iwan Ismail sendiri menurut Tata Khairiyah merupakan pegawai di bagian pengawalan tahanan.

Tata Khairiyah heran tentang berita lama yang viral kembali. Tahun 2018, Iwan Ismail mengaku mendapati bendera hitam putih iti dan memotretnya dari ruang kerja jaksa di lantai 10. Kembali pada 2019, isu ini mencuat waktu KPK berjuang dari revisi UU KPK yang berpotensi melemahkan KPK.

Padahal ruang kerja jaksa di lantai 10 adalah ruangan khusus. Iwan Ismail tidak punya hak akses di ruangan tersebut.

Ternyata foto bendera yang disebut bendera organisasi terlarang HTI, diframing sedemikian rupa untuk mengukuhkan akan hasil TWK tersebut. Tentunya bila foto bendera tersebut diambil setelah TWK, akan terlihat tidak elok. Akan timbul kesan bahwa untuk mengukuhkan hasil TWK, foto bendera ‘organisasi terlarang’ sebagai alibi.

Oleh karena itu agar terlihat elok, kasus foto bendera tersebut diambil pada 2019. Hal ini tentu rasional. Waktu itu desakan atas revisi UU KPK sangat masif. Bahkan pemerintah dengan DPR sudah mengesahkannya walaupun mendapat tentangan dari demo mahasiswa termasuk dari pegawai KPK sendiri. Saat itu memang KPK sangat masif melakukan tangkap tangan bahkan hingga para pejabat pemerintahan. Kukuhnya pegawai KPK menolak revisi UU KPK seolah dijadikan indikasi adanya anasir-anasir gerakan radikalisme.

Jadi isu radikalisme dijadikan justifikasi merevisi UU KPK, yang selanjutnya terbit TWK. Isu radikalisme dan taliban digunakan sebagai upaya pembusukan KPK di mata masyarakat. Akhirnya masyarakat tidak merasa keberatan bila 57 pegawai KPK harus diberhentikan. Lagi-lagi alasannya karena terindikasi punya afiliasi ke gerakan radikalisme dan organisasi terlarang.

Menurut sumber Tempo bahwa jaksa yang di mejanya terdapat bendera ‘taliban’ tersebut bahkan bukanlah seorang muslim. Ia hanya mendapat bendera tersebut dari temannya. Iseng ia pun memasangnya di meja kerjanya. Jadi tidak ada afiliasi apapun. Bahkan ia bukanlah termasuk ke-57 pegawai KPK yang diberhentikan. Tentunya hal demikian adalah sebuah kejanggalan. Begitu pula disinyalir bahwa posisi bendera tersebut berpindah dari satu meja ke meja yang lainnya.

Yang terasa ganjil pula adalah Iwan Ismail eks satpam KPK tersebut mengirimkan surat kepada presiden. Ia meminta keadilan terkait pemecatan yang dialaminya pasca memviralkan foto bendera yang diklaim didapatkannya dari ruang jaksa tersebut. Ia membandingkan dengan tidak adanya perlakuan tegas atas jaksa yang memasang bendera tersebut di mejanya. Seolah Iwan Ismail ini dijadikan aktivator untuk menggelindingkan isu murahan taliban ini.

Tujuan yang lebih luas lagi adalah menjadikan isu bendera taliban dan HTI ini hidup kembali di masyarakat. Dengan menghidupkan lagi isu demikian harapannya masyarakat menjadi phobi terhadap ajaran Islamnya. Apalagi terkait dengan ajaran politik di dalam Islam.

Menjadikan bendera Islam sebagai framing sebagai anasir radikalisme tentu saja tidak bisa dipertanggungjawabkan. Bahkan sebuah berita yang diturunkan detiknews pada Senin, 04 Oktober 2021 telah memperjelas kedudukan antara bendera Islam dengan klaim sebagai bendera HTI. Pada berita bertajuk “Eks Pegawai KPK Sesalkan Kasus Bendera HTI Dimunculkan Lagi”, dijelaskan bahwa bendera pada foto yang berlatar putih bertuliskan hitam disebut Al-Liwa, yaitu bendera bertuliskan tauhid di masa Rasul Saw. Sedangkan yang berlatar hitam, bertuliskan putih disebut dengan Ar-Rayah.  Bendera-bendera ini kerap diidentikkan dengan HTI meskipun sebenarnya berbeda.

Demikianlah tatkala bendera Islam dijadikan framing tentunya akan mudah terlihat. Artinya simbol-simbol Islam dan ajarannya semakin diposisikan sebagai musuh, saat itu pula masyarakat pun akan semakin mengenal simbol-simbol dan ajaran Islam. Bukankah Allah Swt yang menjamin akan menyempurnakan agamanya dan memenangkannya atas semua agama dan ideologi di dunia. Fajar kebangkitan Islam semakin waktu semakin menyingsing dan pada waktunya akan terbit menyibak semua kegelapan malam kehidupan yang sekuleristik.

 

#05 Oktober 2021

 

Share artikel ini: