MediaUmat.info – Direktur The Economic Future Islamic (TEFI) Dr. Yuana Tri Utomo menilai ketegangan perang dagang antara Amerika Serikat versus Cina telah mengguncang pasar global.
“Jadi, ketegangan dalam perang dagang antara Amerika Serikat melawan Cina ini memang telah mengguncang pasar global,” tuturnya dalam Kabar Petang: Gempar!! Dari Perang Dagang ke Perang Terbuka? di kanal YouTube Khilafah News, Senin (21/4/2025).
Keputusan sepihak AS dengan kenaikan tarif impor secara drastis dari Cina hingga 245%, menurut Yuana, dapat berdampak sangat besar terhadap ekonomi global. Misalnya, pada guncangan di pasar keuangan.
Menurutnya, investor global cenderung bereaksi negatif terhadap ketidakpastian geopolitik dan kebijakan perdagangan yang agresif. Ini bisa menyebabkan penurunan yang sangat tajam di pasar saham, penguatan dolar AS dan aksi jual besar-besaran di bursa global, kemudian juga kenaikan harga konsumen di Amerika Serikat.
“Jadi kenaikan tarif impor dari Cina ini membuat barang-barang dari Cina jadi lebih mahal, yang pada akhirnya membebani konsumen Amerika dengan harga yang lebih tinggi, terutama produk-produk seperti elektronik, mainan, tekstil, barang-barang rumah tangga dan sebagainya, kemudian adanya gangguan rantai pasok global,” ujarnya.
Ia juga menyebut akan berdampak ke berbagai negara. Pasalnya, banyak perusahaan multinasional yang mengandalkan komponen dari Cina atau Amerika dalam rantai pasoknya. Ketegangan ini bisa menyebabkan keterlambatan produksi, kenaikan biaya logistik dan relokasi pabrik ke negara-negara lain. Perlambatan pertumbuhan ekonomi global itu pasti akan terjadi di depan mata.
“IMF dan Bank Dunia pernah memperingatkan bahwa perang dagang Amerika Cina ini memangkas pertumbuhan ekonomi global secara signifikan terutama jika berlangsung dalam jangka yang sangat panjang,” ungkapnya.
Bahkan, prediksi Yuana, sangat mungkin sekali akan ada potensi perang terbuka antara dua hegemoni global ini, karena kebijakan tarif impor AS, pasti menciptakan dampak struktural terhadap tatanan ekonomi global, ini tidak hanya memperburuk hubungan dagang bilateral tetapi juga mendorong lahirnya tren besar seperti fragmentasi ekonomi global. kemudian reorientasi rantai pasok dan pembentukan blok ekonomi baru.
Jadi, sebut Yuana, fragmentasi ekonomi global ini terjadi ketika dunia bergerak menjauh dari sistem perdagangan multilateral yang sifatnya terbuka seperti WTO, organisasi perdagangan dunia, menuju kelompok-kelompok dagang baru yang tertutup, yang bersaing satu sama lain.
“Sebab kebijakan kenaikan tarif Amerika Serikat terhadap Cina dan negara-negara lainnya ini, tentu mengakibatkan Amerika ini seakan-akan menjadi musuh bersama atau sebetulnya bisa juga perang Amerika dan Cina dalam perdagangan mereka ini itu antara blok Barat melawan blok Timur,” paparnya.
Momentum
Menurut Yuana, kondisi ini merupakan momentum bagi negeri-negeri Muslim untuk melakukan konsolidasi strategis di level dunia untuk membuat blok ekonomi sendiri.
“Dan ini sebetulnya merupakan momentum bagi negeri-negeri Muslim untuk melakukan konsolidasi strategis di level dunia untuk membuat blok ekonomi sendiri bahkan bisa juga blok politik dan lain sebagainya,” terangnya.
Terkait AS (blok Barat) versus Cina (blok Timur), biarkanlah kedua blok itu sibuk sendiri. “Menurut saya, biar sibuk sendiri. Sementara kita, blok Islam ini membentuk blok ekonomi baru untuk melawan dominasi Barat,” tambahnya.
Jadi, sebutnya, perang dagang AS versus Cina adalah lagu atau nyanyian kapitalisme yang sedang menuju format baru yang substansinya tetap kapitalisme juga.
“Kan ideologi kapitalisme itu memang try and error (coba-coba), selalu memperbaiki diri. Jadi, itu bukan lagu nyanyian blok Islam. Itu bukan lagu-lagu yang seharusnya dinyanyikan oleh blok Islam. Jangan sampai blok Islam lantas latah ikut-ikut mendendangkan lagu kapitalisme perang dagang antara Amerika dengan Cina ini,” ujarnya mengingatkan.
Dengan membuat blok Islam, jelasnya, dalam konteks dunia yang semakin multipolar penuh ketegangan geopolitik akibat kegagalan kapitalisme global, dunia Islam mampu melawan dominasi ekonomi Amerika dengan membentuk kekuatan ekonomi baru, dengan jawaban keimanan maka hukumnya wajib.
“Meski problem mendasarnya bukan masalah kemampuan tapi masalah kemauan,” tandasnya.[] Ajira
Dapatkan update berita terbaru melalui saluran Whatsapp Mediaumat