TEFI: Krisis Global Perang Dagang, Ekonomi Islam Berpeluang Menang

Mediaumat.info – Menanggapi krisis global perang dagang antara Amerika Serikat (AS) dengan Cina, dinilai bisa membuka peluang bagi sistem ekonomi Islam sebagai pemenang.

“Krisis global perang dagang Amerika versus Cina ini membuka jalan bagi sistem alternatif termasuk sistem ekonomi Islam untuk tampil sebagai solusi dan bahkan menjadi pemenang,” ujar Direktur The Economics Future Institute (TEFI) Dr. Yuana Tri Utomo dalam Kabar Petang: Skak Mat! RI Mampu Serang Balik AS? Jumat (11/4/25) di kanal YouTube Khilafah News.

Karena, menurutnya, perang dagang ini bukan hanya soal tarif, tapi mencerminkan retaknya tatanan global di seluruh sektor kehidupan.

“Di sektor ekonomi dengan kapitalismenya yang gagal, di sektor politik dengan demokrasinya yang penuh intrik, di mana kapitalisme dan demokrasi ini dua-duanya adalah anak kembar dari sekularisme,” jelasnya.

Bagi negara Indonesia dan negeri-negeri Muslim lainnya, lanjut Yuana, tentunya hal ini menjadi peluang yang sangat strategis dan momentum.

“Misalnya dengan orientasi supply chain global dengan pasar baru negeri-negeri Muslim, maka ketegangan Amerika dan Cina itu bisa dimanfaatkan dengan membangun blok baru,” bebernya.

Kalau dulu misalnya, kata Yuana, ada Asia-Afrika, mengapa sekarang tidak deklarasi khilafah Islam, negeri-negeri Muslim bersatu di bawah satu komando kepemimpinan tunggal Islam, khilafah Islam.

“Nah kemudian memang sistem harus dihadapi dengan sistem, Bung Anggi (host Kabar Petang). Sistem kapitalisme yang gagal ini harus dihadapi dengan sistem ekonomi Islam,” ujarnya.

Sistem Islam ungkapnya, yang bisa menjadi pemenang baru dalam percaturan politik global sekarang ini.

“Basisnya tauhid keadilan distribusi dan jaminan kesejahteraan bisa dipastikan pemenang baru itu adalah khilafah,” tuturnya.

Kapitalisme

Saat ini, bebernya, sistem kapitalisme itu mengalami kegagalan yang sangat kasat mata, dengan ditandai oleh ketimpangan ekstrem, 1% orang menguasai lebih dari 50% aset dunia.

“Kemudian siklus krisis berulang ya, sejak kita ingat dulu tahun 1998 kemudian tahun 2008 pandemi geopolitik dan lain-lain, itu sifatnya siklik begitu, krisis berulang-ulang. Kemudian kerusakan lingkungan akibat ekonomi yang rakus terhadap sumber daya problem gas kaca yang belum terselesaikan juga dan sebagainya,” ungkapnya.

Maka jelas sekali, lanjutnya, kegagalan kapitalisme itu harus ditinggalkan dan dikubur sedalam-dalamnya, serta diganti dengan sistem Islam yang sangat relevan.

“Bukan hanya karena asal usulnya dari Allah SWT saja, tapi juga karena prinsip-prinsip ekonomi Islam itu nyata fungsional dan adil jika diterapkan secara menyeluruh jika diterapkan secara kaffah,” bebernya.

Caranya

Adapun caranya, kata Yuana, dunia Islam dan juga termasuk Indonesia ini bisa menjadi pemenang, yang pertama integrasikan dulu ekonomi umat berbasis Islam.

“Jadi menguatnya ekonomi halal terus kemudian ekonomi syariah itu bukan sekedar pengetahuan ansih bukan sekedar ilmu semata. Tapi jadikan sebagai sebuah sistem yang bebas riba prioritas pada distribusi,” ujarnya.

Kemudian yang kedua, lanjutnya, membangun blok ekonomi Islam global.

“Sekarang ini, Bung Anggi, dunia Muslim di bawah payung Organisasi Kerja Sama Islam (OKI) atau Islamic Organization Conference (IOC), itu sebetulnya memiliki populasi besar 1,9 miliar jiwa. Kemudian sumber daya alam yang luar biasa ada minyak, ada tambang, lahan produktif dan sebagainya. Terus pasar dan budaya konsumsi yang sama yaitu halalan dan thayiban,” ujarnya.

Itu kalau koordinasinya serius, bebernya, bisa membentuk kerja sama perdagangan intra-Islam dengan mata uang alternatif dinar dan dirham, bahkan dengan sistem pembayaran yang mandiri misalnya dengan dinar dan dirham digital, maka ini menjadi solusi yang betul-betul sangat pamungkas.

“Tentu dengan pamungkasnya dengan sistem Islam secara kafah yaitu syariah dan khilafah,” pungkasnya.[] Setiyawan Dwi

Dapatkan update berita terbaru melalui saluran Whatsapp Mediaumat

Share artikel ini: