TEFI: Konflik Eropa Melawan AS Menunjukkan Demokrasi Utopia!

Mediaumat.info – Direktur The Economics Future Institute (TEFI) Dr. Yuana Tri Utomo menilai krisis dan konflik antara Eropa melawan Amerika Serikat menunjukkan demokrasi itu utopia.
“Jadi, krisis dan konflik antara Eropa melawan Amerika Serikat ini menunjukkan bahwa sesungguhnya demokrasi itu utopia sebetulnya. Tidak bebas dari intrik politik,” tuturnya dalam Kabar Petang: Democracy Doesn’t Work, Ahad (6/4/2025) di kanal YouTube Khilafah News.
Sebab, menurutnya, setiap demokrasi pasti ada intrik politik (serangkaian tipu muslihat), lobi-lobi kepentingan, manuver-manuver kekuasaan, dan lain sebagainya.
Sehingga, tegasnya, kepentingan ekonomi dan kegagalan dalam menciptakan stabilitas di dunia, dikarenakan saling intrik serta saling mengedepankan kepentingan masing-masing.
“Bermacam-macam konflik di dunia ini akan terus terjadi, misalnya konflik Amerika melawan Uni Eropa di NATO, terus kemudian konflik internal di Uni Eropa sendiri, ambisi Prancis dan Jerman yang ingin memimpin dan selalu ditentang oleh Polandia dan Hongaria,” bebernya.
Karena itu, lanjutnya, memang demokrasi ini gagal menciptakan perdamaian dunia. Meskipun Eropa dan Amerika sering berbicara tentang perdamaian, tapi pada saat yang sama terlibat dalam konflik global.
“Konflik global mendukung perang proksi bahkan mempersenjatai negara-negara sekutu mereka. Misalnya perang di Ukraina, Uni Eropa dan Amerika menyuplai senjata ke Ukraina sebagai bagian dari strategi melawan Rusia, terus konflik di Timur Tengah termasuk di Palestina,” ujarnya.
Akhirnya, imbuh Yuana, dilema menyelesaikan problem Palestina yang tidak kunjung selesai itu karena memang Barat punya kepentingan dan agenda yang dikemas dalam demokrasi.
Jadi, demokrasi Barat itu hanya kedok. Menurutnya, karena telah gagal menangani krisis migran terutama dari Afrika dan Timur Tengah yang sebagian besar merupakan akibat dari kebijakan luar negeri. Demokrasi juga gagal menciptakan kesejahteraan ekonomi, justru menciptakan ancaman krisis energi, gas rumah kaca, inflasi tinggi, ketergantungannya pada Cina, dan utang yang menumpuk.
“Terbayang akan mengulang krisis Yunani tahun 2008,” tanyanya retoris.
Harusnya, tegasnya, Indonesia sebagai negeri yang penduduknya mayoritas Muslim, memiliki akar sejarah kejayaan Islam yang terbentang sepanjang hampir 14 abad dan menguasai hampir 2/3 dunia, bersegera menerapkan syariat Islam secara kaffah.
“Sudah tidak bisa berharap pada demokrasi tapi berharaplah pada Islam, terutama momentum ketika ini pengumuman perang dagang Amerika Serikat di mana Presiden Trump itu menaikkan tarif resiprokalnya. Jadi, momentum penerapan Islam secara kaffah itu sudah ada di depan mata ini,” tutupnya.[] Novita Ratnasari
Dapatkan update berita terbaru melalui saluran Whatsapp Mediaumat