Target Pertumbuhan Ekonomi 8%, TEFI: Sangat Ambisius
MediaUmat – Direktur The Economic Future Islamic (TEFI) Dr. Yuana Tri Utomo menilai target pertumbuhan ekonomi 2029 sebesar 8% yang dipamerkan Menteri Keuangan sebagai target pemerintahan Presiden Prabowo Subianto itu sangat ambisius.
“Namun dalam konteks makro ekonomi angka 8% itu tergolong sangat ambisius ya. Super super ambisius,” tuturnya dalam Kabar Petang: Delapan Persen Purbaya, Ahad (9/11/2025) di kanal YouTube Khilafah news.
Ia mengingatkan, selama dua dekade terakhir ini, rata-rata pertumbuhan ekonomi Indonesia hanya 5%, bahkan sejak sebelum pandemi. Dan kalau dilihat negara-negara dengan ekonomi besar seperti Tiongkok, justru malah melambat dari 8%-10% ke sekitar 5%.
“Artinya target ini ya memang bukan mustahil sih, tapi membutuhkan effort (usaha), membutuhkan bahkan transformasi struktural yang besar-besaran. Bukan sekadar kebijakan fiskal dan moneter biasa,” ungkapnya.
“Bahkan menurut saya, kalau mau serius 8% betulan, harus ada revolusi ekonomi, berganti paradigma dari kapitalisme menuju paradigma ekonomi Islam,” terangnya.
Menurutnya, target pertumbuhan ekonomi 8% itu belum realistis. Mengapa, Karena memang struktur ekonomi Indonesia ini bergantung pada impor. Impor bahan baku, pangan, energi, termasuk impor beras yang setiap ganti rezim masih saja impor.
Kalau ingin pertumbuhan tinggi itu terjadi 8%, jelasnya, hanya bisa dicapai kalau pemerintah melakukan industrialisasi nasional secara mandiri. “Jadi tidak tergantung pada impor ya. Dia melakukan industrialisasi nasional secara mandiri, memperkuat sektor ril, serta menegakkan prinsip keadilan dan kemandirian ekonomi,” paparnya.
“Sebagaimana diajarkan dalam ekonomi Islam tentunya,” imbuhnya.
Ia menyatakan, memang secara sistematis target pertumbuhan 8% itu menjadi sangat lemah. “Mengingat paling tidak di catatan saya ada dua. Pertama pertumbuhan ekonomi Indonesia dalam dua dekade terakhir ini kan stagnan, kisaran 5% kalau naik paling lima koma sekian persen gitu kan. Angka ini tidak buruk sih tapi juga tidak cukup ya untuk melompat kekategori negara maju kan,” bebernya.
“Kenapa? Karena masalah utamanya bukan pada permintaan, bukan pada demand, tetapi pada struktur produksi yang masih-masih sangat rapuh. Itu catatan pertama saya,” tukasnya.
Kemudian catatan kedua, lanjutnya, adanya tantangan dan hambatan secara struktural yang masih kuat. Misalnya kelemahan rantai pasok domestik, kemudian kesenjangan infrastruktur energi dan logistik, kemudian produktivitas tenaga kerja rendah, terus keterbatasan riset, inovasi teknologi, terus apalagi kemudian era sekarang, tantangan AI ini bagaimana dimanfaatkan oleh negara ini.
“Jadi harusnya, memang mampu mengatasi masalah-masalah ini, sehingga kemudian pertumbuhan 8% itu bisa menjadi terealisasi dan masyaallah kalau bisa betul, itu luar biasa,” tandasnya.[] Ajira
Dapatkan update berita terbaru melalui saluran Whatsapp Mediaumat