Tak Tepat Bahkan Bermasalah, Pernyataan Jangan Jadikan Tingkat Shalih untuk Pilih Pemimpin

Mediaumat.id – Pernyataan yang meminta masyarakat dalam memilih calon pemimpin agar tingkat keshalihan kandidat jangan dijadikan patokan, dinilai tak tepat bahkan bermasalah.

“Menurut saya bukan sekadar tidak tepat, ini bermasalah,” ujar Direktur Pamong Institute Drs. Wahyudi al-Maroky, M.Si. dalam Diskusi: Kriteria Pemimpin Dalam Islam vs Sekuler, Ahad (28/5/2023) di kanal YouTube Masjid Al-Hidayah Tanah Merah.

Pasalnya, pengaruh pemimpin sangatlah besar. Artinya, dengan menjadi pemimpin, seseorang lantas memiliki kewenangan hingga mampu memengaruhi pihak yang dipimpinnya.

Bahkan, Wahyudi menambahkan, bukan sekadar memengaruhi, tetapi bisa sampai mendorong masyarakat melakukan sesuatu yang selama ini dipahami seorang pemimpin.

Sebutlah, pemimpin yang memiliki hobi maksiat minum minuman keras dan berjudi, misalnya. Maka, bisa dipastikan dia bakal mengajak masyarakat yang dipimpinnya untuk melakukan hal yang sama.

Sebab, menurutnya, bisa jadi pemimpin dimaksud sudah membolehkan hal yang sebelumnya terlarang ini boleh dilakukan. “Aturan bisa diubah. Apalagi aturan dalam negara demokrasi, kan tergantung kesepakatan,” ujarnya, sembari menyinggung calon pemimpin terindikasi hobi menonton film porno.

“Orang intelektualnya bagus, kalau moralnya rusak, kepintarannya bisa dilakukan untuk melakukan kerusakan yang lebih dahsyat,” sebut Wahyudi.

Sebelumnya, seperti diberitakan, Ketua Majelis Pertimbangan PPP Romahurmuziy atau Romi melontarkan komentar soal patokan dalam memilih pemimpin.

Dalam sebuah acara diskusi, Romi meminta tingkat keshalihan tiga kandidat calon pemimpin negeri yang kini telah muncul jangan dijadikan sebagai patokan untuk memilih mengingat ketiganya beragama Islam.

“Tiga-tiganya sama-sama Muslim. Jangan kemudian kita mengangkat ini shalatnya bolong-bolong, ini shalatnya rajin. Kemudian itu digunakan untuk ukuran kepemimpinan dia layak atau tidak,” kata Romi, yang lantas dinilai banyak pihak ingin melegitimasi preferensi PPP terhadap Ganjar Pranowo.

Terlebih, selama ini memang muncul beberapa kasus yang menyeret nama Ganjar. Semisal, kasus e-KTP hingga pengakuannya senang nonton film porno.

Menanggapi hal itu, Wahyudi pun kembali menekankan pentingnya melihat keshalihan dari calon pemimpin. Sebab jika tidak, dikhawatirkan nanti bukannya memperbaiki negeri ini, malah menyebarkan kemaksiatan.

Sistem Islam

Untuk itu idealnya, menurut Wahyudi, diperlukan sistem yang mengharuskan dan benar-benar mengutamakan keshalihan, dan itulah Islam. “Dalam sistem Islam itu, memang keshalihan itu diutamakan,” tuturnya.

Artinya, di samping laki-laki, muslim, baligh, berakal, adil, mampu dan merdeka atau tidak sedang dalam kendali pihak lain, syarat keshalihan yakni beriman dan bertakwa diutamakan bagi calon pemimpin.

Pun penting dalam membentuk kepemimpinan ideal sesuai dengan Islam, harus dilakukan secara simultan. “Yang penting kita harus melakukan secara simultan, bersama-sama,” tandasnya, sembari mengibaratkan kepemimpinan Islam layaknya tiga unsur yaitu kendaraan, sopir, serta jalanan yang bagus.

Di antaranya, melakukan dakwah kepada masyarakat. “Masyarakat harus didakwahi supaya bagus, ibaratnya jalanannya mulus,” jelasnya.

Berikutnya, penguasa atau pemimpin yang ia ibaratkan seorang sopir, juga harus dinasihati. “Kita harus menciptakan masyarakat yang shalih, baik, pemimpinnya juga harus shalih dan baik,” ujarnya.

Terakhir, kendaraan berupa sistem pun harus yang terbaik. “Sistem terbaik itu dari mana? Dari Allah, Zat Yang Mahabaik, pasti baik itu,” sebutnya.

Karenanya, sebagai Muslim harus mencoba menawarkan Islam sebagai solusi pemecah berbagai persoalan. “Nah kita perbaiki tiga komponen itu,” pungkasnya.[] Zainul Krian

Share artikel ini: