Tabayyun Center: Maraknya Daging Anjing Bukti Abainya Tanggung Jawab Negara

Mediaumat.id – Tingginya konsumsi daging anjing di Jawa Tengah hingga 13 ribu ekor per bulan dan ditemukannya 27 warung yang menjual olahan daging anjing di Kota Solo, menunjukkan abainya tanggung jawab negara yang mayoritas berpenduduk Muslim ini.
“Iya, benar (ini menunjukkan abainya tanggung jawab negara),” ujar Mohammad Ali Syafi’udin dari Tabayyun Center dalam Kabar Petang: Omon-Omon SGIE? Maraknya Kuliner Daging Anjing di Sorot lho…, Selasa (23/1/2024) di kanal YouTube Khilafah News.
Karena, lanjut Ali, Islam telah memerintahkan kaum Muslim untuk memakan makanan yang halal.
Sedangkan terkait kehalalan makanan untuk umat Muslim di negeri ini, kata Ali, sebenarnya bentuk tanggung jawab dari negera dan juga bagian dari perlindungan negera terhadap agama Islam.
“Jadi sebagai junnah, sebagai pelindung rasa aman, tidak hanya dari serangan musuh, namun juga haram hukumnya memberikan makanan dalam bentuk apa pun yang di situ memberikan mudharat kepada warganya,” tegasnya.
Ali lalu mengutip kisah Khalifah Umar bin Khattab ra yang pernah mengangkat perempuan yang bernama Syifa sebagai qadhi (hakim) yang bertugas untuk mengawasi pasar yang disebut hisbah (pengawasan).
“Ini diangkat untuk mengontrol pasar itu, di tempat yang jualan-jualan yang ada timbangan dan makanan, adakah makanan mungkin dicampuri zat pewarna atau makanan berbahaya jika dikonsumsi, inilah salah satu bentuk bagian dari tanggung jawab negara,” ujarnya.
Bahkan, kata Ali, Umar bin Khattab ra pernah menyuruh para wali (gubernur) untuk membunuh babi-babi dan membayar babi yang dibunuh itu dengan harga yang dipatok oleh penjual, hanya untuk melindungi umat dari produk-produk haram.
“Semua itu dilakukan Umar untuk memastikan umat ini hanya mengonsumsi produk-produk halal,” bebernya.
Memang, lanjutnya, pengamalan syariat Islam itu berpatokan pada halal-haram sehingga negeri ini akan dilingkupi keberkahan.
“Nah inilah seharusnya dipegang oleh pemimpin supaya negeri ini betul-betul berkah, jadi pemasukan-pemasukan dari haram itu harus dihentikan untuk melindungi umat dari keharaman dan menjaga kesehatan umat ini baik kesehatan imam, kesehatan akal, badannya dan seharusnya ini adalah kewajiban negara,” pungkasnya. [] Setiyawan Dwi