Suntik Dana 200 Triliun, Krisis Jantung Kapitalisme?

MediaUmat Rencana Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa yang akan mengucurkan dana Rp 200 triliun ke lima bank BUMN dinilai sebagai obat untuk menyembuhkan penyakit di jantung dari sistem kapitalisme.

“Kenapa langkah itu ditempuh? Berarti ada penyakit di dalam jantungnya. Berarti di dalam sistem ekonomi kapitalis yang dijalankan di Indonesia ini sedang mengalami perlambatan ekonomi dan jantung harus berfungsi secara sehat,” tutur Pegiat Ekonomi Bisnis Syariah Budiman kepada media-umat.com, Rabu (24/9/2025).

Menurutnya, di dalam sistem ekonomi kapitalisme itu bank adalah sebagai jantungnya sistem perekonomian yang saat ini mengalami penyakit. “Tentunya menjadi pikiran semua ekonom kapitalis untuk segera merevitalisasi lembaga perbankan untuk menggairahkan ekonomi di Indonesia,” ujarnya.

Budiman menilai ini adalah sebuah langkah yang memang wajar ditempuh oleh pemilik kebijakan di Kementerian Keuangan karena memang sistem ekonomi kapitalis yang dijalankan saat ini sedang mengalami penyakit sehingga harus disuntik dana untuk segera disehatkan dan digairahkan.

“Perlambatan ekonomi yang terasa sekali di tahun 2025 terutama setelah bulan Maret itu terus mengalami penurunan, sehingga perlambatan ekonomi yang kita rasakan di bulan Agustus itu sangat parah,” ungkapnya.

Budiman menilai, pihak yang pertama kali diuntungkan dari pengucuran dana ini adalah pihak lembaga keuangan.

“Karena lembaga keuangan yang kita tahu, di sektor BUMN ini sedang tidak baik-baik saja. Karena asetnya juga sudah tergadaikan oleh pemerintah kepada pihak pemodal atau pihak pemberi pinjaman utang negara yakni Cina, dan yang kedua bahwa kelesuan ekonomi ini pasti akan menimbulkan berbagai macam problematika utama di dalam pemasukan maupun pengeluaran dari pihak lembaga keuangan,” ungkapnya.

Kedua, penerima manfaat dari dana ini adalah para pengusaha pengusaha yang mampu memberikan kontribusi bunga lebih kepada pihak bank dan ini pasti afiliasinya kepada oligarki atau kepada pengusaha-pengusaha kelas kakap di Indonesia.

Ketiga, pasti muaranya kepada orang-orang berduit, kepada orang-orang, lembaga, perusahaan yang memang skalanya sudah menggurita. “Sehingga penggunaan dana 200T ini juga menjadi salah satu porsi terbesar pelaku-pelakunya adalah oligarki,” tegas Budiman.

Ia menilai ekonomi kapitalis itu merusak sistem roda perekonomian di semua negara yang menganutnya.

“Akibat dari menjalankan roda sistem ekonomi kapitalis ini semuanya menjadi buntung karena yang untung adalah pemilik modal. Pemilik modal, pemilik kekuasaan itu yang akan meraup keuntungan berlebih,” ungkapnya.

Ia melihat penerapan sistem ekonomi kapitalisme ini justru merugikan masyarakat. Oleh karena itu, sistem ini semestinya sudah gagal sejak lahir. Hanya mementingkan segelintir orang, mementingkan sekelompok orang berduit untuk bisa menikmati dan mempertahankan kekayaannya pada masa-masa yang akan datang.

“Sementara rakyat sebagai objek, bukan sebagai subjek. Hal ini menjadi sebuah rutinitas yang sudah jelas arah dan kerugiannya yang akan ditanggung tetapi terus dijalankan karena memang penguasanya menerapkan sistem ekonomi kapitalis,” pungkasnya.[] Achmad Mu’it

Dapatkan update berita terbaru melalui saluran Whatsapp Mediaumat

Share artikel ini: