Strategi (Barat) Mencabut Islam dari Negeri Kaum Muslimin

Oleh: Guru Luthfi (Pengasuh Majelis Baitul Qur’an Kalimantan Selatan)

Barat sangat paham bahwa kekuatan umat Islam terletak pada seberapa kuat mereka memegang Islam. Selama Umat Islam menjadikan Islam “menjasad” dalam benak mereka, selama itu pula umat akan unggul dan berjaya atas umat yang lain. Karenanya, Barat terus berupaya untuk mencabut Islam dari benak umat Islam di negeri-negeri Islam. Yang dengannya umat Islam dengan sangat mudah untuk dikalahkan di berbagai sisi kehidupan.

Realitas demikian, telah menjadi strategi umum Barat yang terjadi di negeri-negeri Islam, dan peta global fenomena menjadi arus yang sangat jelas terlihat di negeri-negeri Islam. Mulai dari upaya Sekularisasi di tubuh umat, Liberalisasi di berbagai sisi kehidupan, Islamophobia yang kian dimarakkan, moderasi beragama yang terus dipaksakan, termasuk yang dikenal dengan nativikasi yang terus digencarkan; dengan satu tujuan, yakni untuk mengikis dan mencerabut nilai-nilai Islam di negeri-negeri kaum muslimin.

Dengan kacamata seperti ini, akan sangat mudah bagi kita untuk mengkritisi berbagai persoalan di belahan negeri Islam. Sebut saja fenomena perayaan Halloween yang terjadi di Arab Saudi beberapa waktu lalu. Jika biasanya perayaan Halloween dilakukan di negara barat, tetapi kini perayaan Halloween juga dirayakan di jalan-jalan di Kota Riyadh, Arab Saudi. Dilansir dari Arab News, perayaan Halloween itu dilakukan Warga Arab Saudi pada hari Kamis dan Jumat. Para pengunjung diberikan akses masuk gratis ke The Boulevard Riyadh dengan syarat mereka mengenakan kostum menakutkan. Naudzubillah. (https://www.viva.co.id).

Di negeri ini, kalimat sembrono yang sangat menyakitkan umat Islam, yang sejatinya tidak layak keluar  seorang muslim, “dengan menyebut Islam adalah agama pendatang”, juga merupakan bagian dari strategi Barat dalam mencerabut nilai-nilai Islam di tubuh umat Islam. Sebagaimana yang diwartakan berbagai media, Menteri Agama Yaqut Cholil Qouamas  mengatakan bahwa Islam adalah agama berasal dari Arab, di Indonesia Islam adalah agama pendatang, jadi harus menghargai budaya Indonesia.

Siapa pun yang mencermati pernyataan Yaqut tersebut, sebenarnya demikian tidak lepas dari paket moderasi beragama, gagasan Islam Nusantara, yang ujungnya kian menjauhkan Islam yang sesungguhnya dari benak kaum muslimin. Cara ini merupakan pola umum Barat yang sudah lama dilakukan, yang lazim dikenal dengan istilah “nativikasi”.

Nativikasi didefinisikan sebagai “gerakan untuk mengecilkan peran Islam pada sebuah bangsa dengan cara membangkitkan budaya atau sejarah keagungan pra-Islam dengan cara licik, menggambarkan Islam sebagai sesuatu yang asing dan merusak kebudayaan yang lama”.  Sehingga kalimat yang menyatakan “Islam adalah agama berasal dari Arab, di Indonesia Islam adalah agama pendatang, jadi harus menghargai budaya lokal”, merupakan pola gerakan nativikasi ini.

Hal demikian dahulu digunakan oleh para penjajah sebagai cara efektif dalam meredam perlawanan sekaligus menghancurkan keyakinan umat terhadap Islam itu sendiri.  Di Mesir, Napoleon Bonaparte menggali sisa-sia kejayaan Fir’aun (Mesir Kuno) dan mempopulerkannya kembali kepada masyarakat.

Inilah pola yang terjadi ketika para orientalis memasuki tanah-tanah Islam, yakni melakukan berbagai kegiatan arkeolog terselubung.  Hal ini bahkan dicatat oleh Sultan Abdul Hamid II, sultan terhebat ‘Ustmani menjelang keruntuhannya.  Dalam catatan hariannya, sang Sultan menyampaikan bahwa banyak sekali arkeolog-arkeolog dari Jerman, Inggris, dan Prancis yang meminta izin kepada Khalifah untuk masuk ke Iraq, Syam, dan berbagai wilayah Islam untuk melakukan berbagai penelitian arkeolog.

Di negeri ini, Borobudur, digali kembali oleh Raffles, perwakilan Inggris ketika menjajah Indonesia. Jadi apa sesungguhnya kepentingan Raffles –yang bukan seorang Budha—menggali bangunan yang sudah lama tertimbun abu vulkanik dan diabaikan oleh masyarakat?

Termasuk perayaan Halloween yang terjadi di Arab Saudi, juga tidak lepas dari bagian  agenda Barat mencabut Islam dari tubuh umat di negeri-negeri Islam. Fakta kegiatan dengan “konstum hantu ini” merupakan bagian dari Liberalisasi di negeri-negeri Islam.  Faham liberal (kebebasan) adalah faham Barat yang bertentangan dengan prinsip hidup umat Islam. Namun ide kebebasan di berbagai bidang kehidupan ini, terus dijajakan Barat ke negeri-negeri kaum muslimin yang tujuannya agar umat Islam kian jauh dari Islam.

Yang celakanya, di negeri Islam seperti Arab Saudi, faham liberal ini seolah menjadi harapan di tengah kebijakan kerajaan yang terkesan “kaku” dan tertinggal dari pola gaya hidup liberal Barat yang kian permisif. Kenyataannya pula pemuda Arab yang ikut-ikutan latah perayaan Halloween itu, melakukan hal demikian tanpa menimbang dengan pemikiran jernih.  Padahal perayaan Halloween demikian di masyarakat Barat dan Eropa sendiri, adalah kegiatan yang sudah sangat usang.

Demikianlah fakta-fakta yang terjadi di negeri-negeri Islam tersebut tidak lepas dari strategi global Barat yang terus-menerus menginginkan Islam terjauhkan dari umat Islam.  Ini realitas di satu sisi. Namun di sisi lain, ragam kebijakan Barat yang dipaksakan di negeri-negeri umat Islam tersebut, tidaklah berjalan mulus.  Kenyataannya mengalami penentangan yang keras dari berbagai komponen umat Islam yang sudah kian menyadari bahwa tidak ada kemuliaan umat kecuali dengan Islam.

Bagi umat yang sudah kian banyak menyadari akan hakikat Islam dan agenda Barat, justru berbagai kebijakan penguasa ini,  kian mempercepat dan mengokohkan keyakinan umat, bahwa apa yang terjadi tersebut merupakan upaya penghancuran Islam.

Bahwa rangkaian kebijakan yang dilakukan penguasa Arab Saudi mengadopsi nilai-nilai Barat itu juga mengalami penentangan yang sangat keras dari ulama-ulama yang ikhlas di tanah haram itu. Dan kita juga menyaksikan, bahwa kerajaan Saudi benar-benar repsesif terhadap ulama ikhlas yang mengkritik kebijakan kerajaan.  Sudah tidak terhitung jumlahnya ulama-ulama yang langsung dijerujikan ketika berseberangan dengan kebijakan kerajaan.

Termasuk masyarakat di negeri ini ketika Menteri Agama Yaqut Cholil Qouamas  mengatakan bahwa “Islam adalah agama berasal dari Arab, di Indonesia Islam adalah agama pendatang, jadi harus menghargai budaya Indonesia”, langsung mendapat kritikan tajam dan cerdas dari ragam komponen masyarakat. Bahkan di dunia maya seperti twitter, sontak omongan Yaqut itu mendapat respon buruk dari netizen, mulai dari kritikan yang “halus” hingga kritikan yang “super kasar”.

Semua ini menunjukkan bahwa arus kebijakan penguasa negeri-negeri Islam (yang tidak lebih dari kepanjangan kebijakan Barat dalam membungkam Islam), tidak sesuai, bahkan sangat bertentangan dengan pemikiran yang dianut oleh umat Islam.  Kebijakan penguasa negeri-negeri Islam (yang merupakan kepanjangan dari kebijakan Barat tersebut) kian menimbulkan resistensi dari masyarakat Islam dan kian menjadi bukti bagi umat yang memiliki mata hati akan borok-borok penguasa mereka.

Semuanya juga kian menjadi bukti bahwa penguasa-penguasa negeri Muslim saat ini bukan lah pelayan yang akan memberikan masa depan baik kepada rakyatnya. Mereka tidak lebih dari boneka Barat yang senantiasa setia atas instruksi tuan-tuan mereka. Sungguh posisi penguasa negeri Islam itu sangat lemah.  Kekuatan kedudukan mereka berbanding lurus dengan kesetiaan mereka pada majikan-majikan mereka. Sungguh posisi yang sangat lemah.

Sungguh pertolongan Allah itu kian dekat dengan kian sadarnya umat Islam kepada kekuatan hakiki mereka. Dengan hadirnya Islam di semua sisi kehidupan. Nashrun minallah wa fathun qarib. []

Share artikel ini: