Sri Lanka Cermin Gagalnya Sebuah Bangsa

Mediaumat.id – Menanggapi kondisi yang terjadi di Sri Lanka, Direktur Pamong Institute Wahyudi al-Maroky menyampaikan bahwa hal itu menunjukkan hakikat gagalnya sebuah bangsa.

“Jadi, ini menunjukkan hakikat gagalnya sebuah bangsa,” tuturnya dalam acara Mukmin Talk, Senin (25/07/2022) di kanal YouTube Mukmin TV.

Menurutnya, hal itu merupakan fenomena sebuah bangsa yang mengalami kegagalan dalam mengurus negara sehingga masyarakat menjadi marah. “Dan dengan marahnya itu, pemimpinnya dikejar-kejar. Dan pemimpinnya juga tidak menunjukkan kelas pemimpin, sehingga kabur,” ujarnya.

Wahyudi menilai hal ini bisa saja terjadi pada berbagai negara-negara yang lain kalau syarat-syarat seperti itu terpenuhi.

Ia memandang, utang merupakan salah satu variabel yang memengaruhi kondisi bangkrutnya negara Sri Lanka.

“Memang utang itu menjadi alat untuk menekan sebuah bangsa, sebuah negara. Dan tentu orang yang memberi utang itu ingin mendapatkan benefit yang sebesar-besarnya untuk mereka,” terangnya.

Jadi, lanjutnya, kalau ada negara yang mengutangi negara lain itu, bukan berarti dia ingin negara yang diutanginya itu jadi maju seperti dia dan menjadi saingan dia. “Kan ndak mungkin itu,” imbuhnya.

Menurutnya, jika ada sebuah negara memberi utang kepada negara lain, maka negara pemberi utang itu cenderung ingin menjerumuskan negara penerima utang agar tidak menjadi saingannya kelak.

“Jadi, kalau kita lihat porsi utang-mengutang ini, memang ada jebakan atau debt trap yang mengerikan, yang dipasang oleh orang yang memberi utang,” tegasnya.

“Setelah memberi utang itu kan kemudian dia mengatur-atur. Anda harus begini, anda harus menggunakan produk saya sekian, anda harus menggunakan tenaga kerja dari saya sekian, anda harus memberi bunga kepada saya sekian,” urainya.

Ia mengatakan, semua itu intinya untuk kepentingan si pemberi utang. Dan si pemberi utang tidak mau peduli apa yang punya utang itu dapat manfaat yang besar atau tidak.

“Nah, itulah. Dari awal orang yang diberi utang itu, dia diberikan aturan yang begitu banyak. Kemudian dia juga diberi jebakan, sehingga di titik tertentu memang tidak mampu membayar utang. Kemudian setelah tidak mampu, banyak sekali aturan-aturan, subsidi yang harus dicabut, kemudian harga-harga tidak terkendali, ujungnya rakyatnya marah,” ungkapnya.

“Biasanya faktor utang ini menjadi faktor yang sangat dominan untuk sebuah negara itu terjerumus,” katanya.

Ia menilai utang Sri Lanka itu cukup besar. Sekitar US$50,7 milyar.

“Nah, kalau kita bandingin, negara kita juga punya utang sebenarnya. Kalau dalam catatan yang kita lihat di publik, di berbagai media itu sudah tembus angka Rp7 ribu triliun utang kita. Itu cukup besar,” jelasnya.

Hanya mungkin, kata Wahyudi, di Sri Lanka rakyatnya sudah marah, di negara ini rakyatnya belum marah. Mungkin di situ letak perbedaannya sedikit. Tapi intinya, ketika utang itu besar, negara itu akan dikooptasi, negara itu akan diatur oleh negara pemberi utang.

Bahkan, sambungnya, keuntungan negara pemberi utang itu bisa menekan negara yang berutang seperti yang diinginkan.

“Dan akhirnya negara yang berutang itu menjadi tidak berdaya. Bahkan dia bisa dipaksa untuk memeras rakyatnya sendiri. Jadi, itu yang terjadi di berbagai negara, seperti itu,” pungkasnya.[] ‘Aziimatul Azka

Share artikel ini: