Mediaumat.id – Menginjak usia ke-77 tahun Kepolisian Republik Indonesia (Polri), Direktur Siyasah Institute Iwan Januar mengatakan ada yang kontras dengan citra Polri. “Ada yang kontras dengan citra Polri ini,” ujarnya kepada Mediaumat.id, Sabtu (8/7/2023).
Iwan melihat, di sejumlah survei menunjukkan warga puas dengan kinerja Polri, bahkan rata-rata menunjukkan angka di atas 60 persen. Hal ini fantastis. Tapi di sisi lain publik melihat, merasakan dan mengeluhkan perilaku oknum aparat kepolisian yang dirasa melanggar hukum dan merugikan kepentingan warga.
Ia mencontohkan, mulai dari sistem penerimaan anggota yang ditemukan masih ada sejumlah pelanggaran suap yang ternyata belum bisa dihilangkan, bahkan nilainya bisa mencapai miliaran rupiah.
Iwan mengungkapkan, tahun 2022, Polri melaporkan 1.305 kasus pelanggaran kode etik yang dilakukan personil Polri pada 2021. Sebanyak 2.621 kasus pelanggaran disiplin dan terdapat 1.024 pelanggaran pidana.
Beragam tindak pelanggaran itu, ungkap Iwan, mulai dari perselingkuhan, pemakaian dan perdagangan narkoba, kekerasan dan sebagainya.
Selain itu, lanjutnya, jumlah aparat kepolisian yang terlibat narkoba sejak tahun 2018 tidak pernah di bawah 100 personil. Bahkan di tahun 2019 menyentuh angka 525 anggota, ada yang berpangkat perwira. Dan yang paling besar melibatkan Irjen Teddy Mihasa.
Kasus lainnya yang paling keras adalah Irjen Sambo yang melibatkan sejumlah perwira. Bagaimana bisa terjadi persekongkolan dan kebohongan untuk kasus pembunuhan anggota Polri sendiri. “Sayangnya, dugaan jaringan mafia judi yang disebut konsorsium 509 tidak ada kabarnya lagi,” ucap Iwan.
Iwan memandang, aparat kepolisian juga masih mengedepankan tindakan represif kekerasan dalam menghadapi aksi massa demonstrasi. Termasuk pada aksi-aksi yang damai sekalipun beberapa kali terjadi aksi kekerasan, dan sayangnya tidak ada penyelesaian secara hukum yang adil bagi korban atau warga.
Hal lain yang menunjukkan buramnya potret penegakkan hukum di tanah air yaitu kepolisian sudah dinilai menjadi alat kekuasaan. Polisi cepat dan sigap dalam menangani dugaan tindak pelanggaran hukum yang dilakukan oleh pihak yang berseberangan dengan kekuasaan, terutama melalui UU ITE, tapi bersikap sebaliknya terhadap kelompok pro rezim.
Ia mengingatkan, kasus penangkapan Ustadz Maher Tuwailibi yang sampai meninggal di penjara karena laporan penghinaan terhadap salah satu tokoh pejabat di BPIP dan ormas pendukung penguasa, tapi sampai hari ini tidak ada penangkapan terhadap Viktor Laiskodat yang menistakan ajaran Islam, atau Deni Siregar apalagi Sukmawati yang juga melecehkan ajaran Islam.
Kemudian, lanjut Iwan, warga juga belum aman dari kebocoran data pribadi di sejumlah lembaga seperti BPJS atau yang terbaru kebocoran data 34 juta pengguna paspor. Padahal di kepolisian ada unit cybercrime, tapi berkali-kali kebocoran data jutaan warga tak bisa dicegah atau ditangkap pelakunya.
Jadi, Iwan menilai, antara survei kepuasan kinerja Polri dengan apa yang dirasakan publik, ada gap yang jauh. Warga secara umum masih merasa tidak aman, dan masih belum bisa sepenuhnya percaya pada kepolisian.
“Maka harus ada pembenahan secara menyeluruh mulai dari filosofi keamanan, perekrutan, pembinaan dan hukum yang ditegakkan,” pungkas Iwan.[] Agung Sumartono