Sistem Peradilan Islam Dibanding KUHAP bak Langit dengan Bumi

MediaUmat Direktur Siyasah Institute Iwan Januar menegaskan, sistem peradilan Islam bila dibandingkan dengan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) seperti langit dan bumi.

“Bila dibandingkan dengan sistem pidana dan peradilan dalam syariat Islam maka apa yang terjadi dalam sistem hukum di tanah air, termasuk muatan dalam KUHAP, bak langit dengan bumi,” ujarnya kepada media-umat.com, Sabtu (22/11/2025).

Menurutnya, KUHAP tak bisa menandingi keadilan dan jaminan keamanan yang diberikan Islam pada umat manusia.

“Selama ini kaum Muslimin banyak salah paham terhadap sistem pidana dan peradilan Islam. Hanya melihat sanksi hukum yang sepintas kejam, tanpa tahu secara keseluruhan bangunan peradilan Islam. Padahal apa yang hari ini terjadi sering mengancam bahkan sudah merusak hak-hak umat manusia,” ungkapnya.

Sistem hukum dan keamanan yang disusun di berbagai negara, kata Iwan, justru memakan rakyatnya sendiri. “Atau, kerap kali berlaku tebang pilih dan tajam ke bawah tapi tumpul ke atas,” tegasnya.

Hal-hal seperti itu, menurutnya, secara fikrah (pemikiran) dan thariqah (metode pelaksanaan) tidak bakal terjadi dalam syariat Islam. Sebab, ada sejumlah aturan berlapis yang diturunkan Allah SWT untuk melindungi hak-hak manusia. Kalaupun ada kesalahan itu semata adalah faktor human error, bukan disebabkan oleh sistem hukum.

“Umat patut memahami bahwa sebelum ada vonis pidana yang tegas dalam Islam, ada mekanisme pembuktian (ahkam al-bayyinat) yang harus ditempuh oleh para juru adil, yakni hakim. Tanpa bukti dan saksi maka seseorang tidak boleh dijadikan terpidana. Termasuk tidak diperkenankan bagi aparat penegak hukum memenjarakan seorang tersangka sebelum ada putusan pengadilan,” ungkapnya.

Secara ringkas, ujar Iwan, ada sejumlah aturan hukum yang ditetapkan Al-Qur’an dan sunah dalam upaya menciptakan keamanan dan penegakkan hukum.

Pertama, Islam melarang tindakan negara termasuk aparat hukum memata-matai warga negara, baik Muslim maupun non-Muslim.

Kedua, Islam menetapkan bahwa hukum asal seseorang adalah terbebas dari kesalahan (al-ashlu bara’ah adz-dzimmah). “Seseorang tidak bisa dijadikan tersangka tanpa pembuktian sesuai syariat Islam. Menahan, memblokir rekening atau akun media sosial seseorang, termasuk memblokir rekening keuangan dan menyita harta seseorang haruslah dilakukan setelah terbukti bersalah di pengadilan,” ujarnya.

Ketiga, proses pembuktian tersebut harus dilakukan di pengadilan yang ditangani oleh qadhi (hakim). Tugas kepolisian hanyalah menjaga keamanan dan melindungi warga, bukan menetapkan seseorang sebagai tersangka.

Keempat, pada dasarnya setiap Muslim terlindungi kehormatan, harta dan darahnya. “Siapa pun termasuk negara tidak boleh melanggarnya,” tegas Iwan.

Kelima, dalam sistem peradilan Islam para hakim diperintahkan untuk membebaskan tersangka bila bukti dan kesaksian meragukan.

“Dalam hal ini hakim lebih baik salah membebaskan seorang tersangka ketimbang salah menjatuhkan vonis hukuman,” pungkasnya.[] Achmad Mu’it

Dapatkan update berita terbaru melalui saluran Whatsapp Mediaumat

Share artikel ini: