Sifilis Meningkat, Indikasi Zina Alami Fase Normalisasi

MediaUmat Meningkatnya penyakit sifilis dalam enam tahun terakhir dari 12 ribu kasus (2016) menjadi lebih dari 21 ribu kasus (2022) sebagaimana dilaporkan Kementerian Kesehatan, menurut Direktur Siyasah Institute Iwan Januar mengindikasikan perselingkuhan dan perzinaan telah mengalami fase normalisasi dalam kehidupan sosial masyarakat.

“Perselingkuhan dan perzinaan kini telah mengalami fase normalisasi,” ungkapnya kepada media-umat. com, Senin (30/6/2025).

Pasalnya, jelas Iwan, penyebaran infeksi menular seksual (IMS) sifilis, atau yang sering disebut sebagai raja singa, tidak bisa dilepaskan dari gaya hidup sekuler-liberal yang menyingkirkan nilai-nilai agama dalam mengatur hubungan biologis manusia.

“Seks bebas, termasuk prostitusi, sebagai penyebab utama penularan sifilis,” sebutnya.

Ia menambahkan beberapa laporan menyebutkan bahwa tak sedikit ibu rumah tangga – termasuk yang tengah hamil – tertular sifilis akibat perilaku seks bebas pasangan mereka.

Indonesia dengan mayoritas penduduknya beragama Islam dan menjunjung tinggi Pancasila, Iwan menilai bahwa norma-norma agama hanya bersifat imbauan personal.

“Hal ini menyebabkan tindakan zina dan perselingkuhan tidak lagi dianggap tabu, sah saja selama dilakukan atas consent (suka sama suka),” lanjutnya.

“Jangan harap sifilis dan berbagai penyakit menular seksual lainnya bisa dicegah, ” tegasnya. Pasalnya sebut Iwan negara yang menganut prinsip sekulerisme-liberalisme justru diminta menjamin kebebasan bagi warga dengan seluas-luasnya.

Pro Kontra RUU PKS

Iwan mencontohkan perdebatan yang terjadi antara publik dan DPR ketika membahas RUU Pornografi juga RUU Perlindungan dari Kekerasan Seksual (PKS). Pro dan kontra terjadi salah satunya terkait pasal perzinaan.

“Sebagian anggota dewan menolak perzinaan dimasukkan dalam RUU PKS. Mereka beralasan perzinaan sudah diatur dalam KUHP,” jelasnya.

Justru, menurut Iwan, dalam Kitab Undang Hukum Pidana (KUHP) terbaru larangan perzinaan malah menjadi sangat longgar. Baik kohabitasi (kumpul kebo) maupun perzinaan, bersifat delik aduan terbatas.

Dengan begitu, tindakan kohabitasi dan perzinaan sebagaimana diatur di dalam pasal 411 dan pasal 412 hanya dapat diproses secara hukum jika ada pengaduan dari pihak yang dirugikan. “Artinya, bila tidak ada aduan maka pelaku kohabitasi dan perzinaan tidak bisa dipidanakan,” jelasnya.

Harapan Terbaik Hanyalah Islam

Menurut Iwan, satu-satunya harapan terbaik hanyalah dengan penerapan Islam. “Ini adalah sistem kehidupan sempurna, termasuk menata kehidupan sosial lengkap dengan sanksi pidana atas setiap pelanggaran di dalamnya juga bentuk perlindungan terbaik untuk pribadi dan keluarga,” paparnya.

Saatnya, tegas Iwan, kaum Muslim sadar dan bergerak untuk menyerukan penerapan hukum Islam.

“Penerapan syariat Islam adalah tuntutan keimanan dan amat beralasan secara logis,” tutup Iwan.[] Muhammad Nur

Dapatkan update berita terbaru melalui saluran Whatsapp Mediaumat

Share artikel ini: