Sifat Hubungan antara Inggris dan Rusia

Hubungan Rusia-Inggris telah bergejolak, sangat tidak stabil dan tegang sejak abad ke-18, bahkan permusuhan di antara mereka jelas dan nyata. Misalnya, Dmitry Medvedev, Wakil Ketua Dewan Keamanan Rusia, mengatakan pada hari Rabu (21/4/2023) bahwa Inggris adalah “musuh abadi” Moskow, dan setiap pejabat Inggris yang membantu Ukraina dalam perang yang sedang berlangsung antara kedua negara dapat dianggap sebagai target militer yang sah.

Menanggapi pernyataan Menteri Luar Negeri Inggris, James Cleverly bahwa Ukraina memiliki hak untuk menggunakan kekuatannya di luar perbatasannya, Medvedev mengatakan bahwa “Para pejabat Inggris yang konyol”, mereka harus ingat bahwa Inggris dapat dianggap sebagai negara yang sedang “berperang” dengan Moskow.

Rusia mewarisi Uni Soviet dengan masalah dan pandangannya, termasuk pandangannya terhadap Inggris, serta mewarisi permusuhan yang mengakar, meski ada  perbedaan dalam kemampuan dan potensi.

Dalam buku “Pandangan Politik Hizbut Tahrir” dinyatakan dbahwa “Kebijakan luar negeri Inggris masih dan terus berusaha keras untuk melawan Rusia dengan berbagai cara, baik secara internasional, maupun dalam kebijakan parsial. Inggris terus bersikap sabar, menipu, dan menggunakan metode rahasia untuk mempertahankan Amerika sebagai sekutu, sembari menentang kebijakan luar negeri Amerika ketika bertindak melawan kepentingan Inggris. Sementara itu, tidak ada harapan bahwa Rusia akan bersikap lunak terhadap Inggris …”

Inggris, seperti yang kita diketahui, adalah penghasut perang, dan ia telah menemukan peluang yang diinginkan dalam perang Ukraina karena beberapa alasan, termasuk:

1- Mengejar peran global dan Eropa serta pijakan bagi dirinya sendiri, karena Inggris dikenal karena akal busuk, tipu daya, dan kelicikannya.

2- Menyibukkan Amerika dengan perang dan berusaha memperpanjangnya, bahkan jika memungkinkan, melibatkan NATO di dalamnya.

3- Perbedaan prioritas antara kebijakan luar negeri Inggris dan Amerika. Sementara Amerika melihat prioritas utamanya adalah membendung ancaman China, kemudian menargetkan Rusia melalui Eropa untuk melemahkan kedua belah pihak dan menjerat Rusia, strategi Amerika tidak bertujuan untuk melemahkan Rusia sepenuhnya, namun Amerika ingin Rusia tetap kuat, sebagai ancaman bagi Eropa, untuk menjaga Eropa tetap di bawah naungan Amerika, dan mencegahnya dari mengejar kemerdekaan, di samping membuat Rusia menanggung biaya perlindungan Eropa. Sehingga hal ini mengharuskan Rusia menjadi cakar yang ganas. Sebaliknya, kebijakan luar negeri Inggris memandang Rusia sebagai prioritas utama, bukan China. Inggris memandang China sebagai ancaman ekonomi yang jauh dan tidak memiliki permusuhan historis, berbeda dengan Rusia. Meskipun Inggris mengakui bahaya China, namun Inggris tidak menempatkan China di urutan teratas prioritas kebijakan luar negerinya, seperti yang dilakukan Amerika.

Inggris menemukan peluang yang diinginkannya dalam perang antara Rusia dan Ukraina, karena itu Inggris sejak awal telah memanaskan keadaan. Inggris telah mulai melatih tentara Ukraina baru di wilayahnya sebagai bagian dari bantuannya kepada Kyiv dalam menghadapi perang Rusia. Menteri Pertahanan Inggris Ben Wallace mengatakan saat berkunjung ke kamp pelatihan tentara Ukraina, “Dengan menggunakan keahlian global militer Inggris, kami akan membantu Ukraina membangun kembali pasukannya dan meningkatkan perlawanannya.”

Inggris mengatakan, sebagaimana dilaporkan oleh Sky News pada tanggal 6 Maret 2022, bahwa “Gencatan senjata yang diusulkan oleh Rusia di kota Mariupol, Ukraina, kemungkinan merupakan upaya untuk mengalihkan kecaman internasional sekaligus memungkinkan dirinya guna mengatur ulang pasukannya untuk serangan baru.”

Moskow menanggapi bahwa pihaknya “Tidak akan melupakan peran London dalam mempersenjatai Kyiv dengan senjata yang digunakan melawan pasukan dan tentara Rusia.”

Dilaporkan oleh surat kabar The i Paper, yang diterbitkan di London oleh grup media Daily Mail, bahwa Inggris telah menjadi “musuh utama” Rusia, setelah mencairnya hubungan antara Washington dan Moskow. Surat kabar tersebut mengaitkan perubahan ini, dalam sebuah laporan oleh kepala korespondennya Richard Holmes, “dengan peran utama yang dimainkan Inggris dalam menentang agresi Rusia terhadap Ukraina, yang telah memperkuat posisinya sebagai musuh utama Moskow saat ini.”

Mengingat hubungan dekat antara Presiden AS Trump dan Presiden Rusia Putin, sebuah sumber melaporkan bahwa rasa tidak percaya yang meningkat mulai muncul dalam pertukaran intelijen antara para pejabat tinggi keamanan Inggris dan rekan-rekan mereka dari Amerika. Seorang peneliti di Royal United Services Institute, lembaga pemikir pertahanan dan keamanan yang berpusat di London, mengatakan bahwa “Badan intelijen AS saat ini sangat terpolitisasi, sehingga mitra intelijen asing mereka tidak dapat memastikan informasi rahasia mereka tidak akan sampai ke Rusia. Ia menambahkan bahwa ada kecenderungan di antara individu atau unit tertentu dalam intelijen AS untuk menjalankan kebijakan rahasia mereka sendiri. Ia menggambarkan hal ini sebagai perkembangan yang sangat berbahaya, yang dapat membahayakan keamanan sumber informasi.”

Bukan rahasia lagi bahwa Inggris tidak takut dengan beruang Rusia, meskipun ada perbedaan signifikan dalam persenjataan, peralatan, dan kekuatan militer di antara mereka, karena Inggris merupakan anggota NATO. Dengan demikian, Inggris memprovokasi Rusia dengan dalih agresi Rusia, dan berupaya menjelek-jelekkan Rusia dengan sekuat tenaga, menggambarkannya sebagai negara jahat yang melanggar hukum internasional. Inggris telah memberikan bantuan keuangan, peralatan, pelatihan, intelijen, dan segala yang dapat diberikannya dalam perang tersebut. Bahkan, surat kabar The i Paper, dalam sebuah laporan di situs webnya, mengutip seorang pejabat intelijen Inggris yang mengatakan bahwa jika tidak ada kerja sama dengan Washington, perusahaan pertahanan dan keamanan swasta mungkin akan campur tangan untuk mengisi kesenjangan yang disebabkan oleh kurangnya akses informasi ke intelijen AS.

Situasinya, bahkan meningkat menjadi ancaman keterlibatan langsung dalam perang, karena Perdana Menteri Inggris, Keir Starmer, menyatakan kesiapan negaranya untuk mengirim pasukan ke Ukraina, mengingat keamanan Kyiv penting untuk memastikan keamanan Inggris dan Eropa. Starmer menulis di Daily Telegraph bahwa Inggris siap mengerahkan pasukannya ke lapangan jika diperlukan, seraya mencatat partisipasinya dalam pertemuan Eropa di Paris. Starmer menekankan pentingnya koordinasi erat dengan Amerika Serikat, dengan meyakini bahwa “Dukungan Amerika sangat penting untuk perdamaian abadi” melawan setiap langkah baru Rusia.

Keseriusan Inggris dalam pendiriannya menjadi jelas ketika terungkap bahwa Inggris memang berada di balik “Operasi Jaring Laba-laba”, yang mengakibatkan hancurnya empat puluh satu pesawat tempur, termasuk pesawat pengebom strategis. Operasi tersebut menghancurkan lebih dari sepertiga armada pesawat strategis Rusia, antara tujuh hingga sembilan pesawat pengebom strategis model A-50 Tupolev-95, dan Tupolev-22M3. Operasi tingkat tinggi seperti itu tidak mungkin dilakukan oleh Ukraina, tanpa bantuan internasional yang signifikan dan dukungan internasional yang substansial.

Andrei Kelin, Duta Besar Rusia untuk London mengklaim, “Presiden Rusia Vladimir Putin berbicara dengan Presiden AS Donald Trump kemarin dan membahas serangan Ukraina. Kami berharap juga mendapat tanggapan dari London, karena jenis serangan ini melibatkan penggunaan data geospasial berteknologi tinggi, yang hanya dimiliki London dan Washington.”

Kebijakan Trump saat ini sangat kontras dengan tindakan-tindakan ini. Dalam pernyataan oleh juru bicara Gedung Putih Karoline Leavitt, disebutkan bahwa Trump tidak memiliki pengetahuan sebelumnya tentang serangan pesawat nirawak Kyiv terhadap Rusia.

Adapun sikap Inggris yang selama ini bungkam, Inggri meningkatkan perang dan menunggu tanggapan Rusia. Jika tidak tegas untuk menyeret Eropa ke dalam perang langsung, maka Inggris akan mengambil tindakan setelah beberapa saat.

Namun, Rusia menyadari bahwa Inggris berada di balik operasi tersebut. Duta Besar Rusia untuk London, Andrei Kelin, menuduh Inggris berpartisipasi dalam serangan besar-besaran Ukraina terhadap lima pangkalan udara di wilayah Rusia, yang mengakibatkan hancurnya puluhan pesawat tempur. Ia menggambarkan operasi tersebut sebagai eskalasi berbahaya yang “Dapat menyeret dunia ke dalam perang dunia ketiga.”

Dalam wawancara dengan Sky News, Duta Besar Rusia untuk London, Andrei Kelin mengatakan bahwa operasi dengan nama “Jaring Laba-laba” itu tidak mungkin dilakukan tanpa dukungan teknis dan intelijen dari negara-negara dengan kemampuan canggih dalam mengumpulkan dan menganalisis data geospasial, seperti Inggris. Ia menambahkan, “Serangan jenis ini memerlukan data geospasial yang hanya dimiliki oleh London dan Washington. Kami mengetahui sepenuhnya keterlibatan Inggris di Ukraina.”

Inggris sangat menyadari bahaya respons tidak langsung Rusia. Presiden Putin telah berulang kali menyatakan bahwa Moskow “tidak berniat menyerang negara-negara NATO”, dan menegaskan bahwa langkah seperti itu “tidak ada artinya”. Namun, karena kurangnya kepercayaan pada sekutu Amerika terutama di bawah pemerintahan Trump, Inggris telah mengaktifkan rencana yang kuat dan siap untuk berbagai skenario darurat potensial. The Telegraph melaporkan bahwa Inggris secara diam-diam mempersiapkan kemungkinan serangan militer langsung dari Rusia, di tengah kekhawatiran bahwa negara itu tidak siap untuk perang. The Daily Express mengutip komentar Mayor James Stephen Heappey, mantan Menteri Negara Inggris untuk Angkatan Bersenjata, mengenai peningkatan anggaran pertahanan Inggris, di mana ia mengatakan bahwa itu adalah “Pesan kepada Moskow, bahwa Inggris sedang memperkuat angkatan bersenjata dan basis industrinya. Ini adalah bagian dari kesiapan kami untuk bertempur jika diperlukan.”

Kesimpulannya, permusuhan yang mengakar antara Rusia dan Inggris terlihat jelas oleh semua pengamat. Hal itu telah mengemuka, dan telah menjadikan konflik untuk dilihat semua orang. [] Hasan Hamdan

Sumber: alraiah.net, 25/6/2025.

Dapatkan update berita terbaru melalui saluran Whatsapp Mediaumat

Share artikel ini: