Sekularisme Lahirkan Pejabat Publik Tak Peka Sosial

MediaUmat – Fenomena munculnya pejabat publik yang tak peka dengan situasi sosial di tengah masyarakat dan justru menyebut hukum Tuhan (baca: Islam) tak mempan lagi dalam konteks pemberantasan atau bahkan pengurangan angka pengguna minuman keras di negeri ini, dinilai karena negara ini berasaskan sekularisme.
“Negara dengan asas sekulerisme melahirkan masyarakat dan pejabat yang tone deaf (tidak peka atau tidak tanggap terhadap situasi sosial, perasaan orang lain),” ujar Direktur Siyasah Institute Iwan Januar kepada media-umat.com, Rabu (30/7/2025).
Menurutnya, sudah sangat jelas minuman keras (miras) kerap menjadi pemicu aneka kriminalitas atau tindak kejahatan. Maknanya, miras tidak hanya merusak individu, tetapi juga menimbulkan keresahan sosial.
Namun, sebut Iwan, demi membela permintaan sebagian warga dan menjadikannya cuan untuk pemerintah, komoditas minuman beralkohol ini tetap dilestarikan.
Adalah berita sebelumnya, Abdullah Vanath, sosok Wakil Gubernur Maluku (2025–2030) beberapa waktu lalu kembali membicarakan legalitas sopi (nama miras lokal) dan merendahkan kedudukan ayat-ayat Tuhan.
Ini kutipan Abdullah Vanath secara arogan dan sombong di hadapan publik.
“Waktu beta jual ide untuk menggiring penjualan sopi itu ke wilayah MBD, beta dapat protes dari tokoh-tokoh agama Muslim. Oh, dong ribut beta. Hancur bapak-bapak dan ibu ya. Akhirnya beta undang dong dan katong berdiskusi, beta bilang dong bapa ustadz dong marah beta kanapa, Og seng boleh, jual sopi, barang kanapa itu haram, ia betul haram. Islam bilang haram. Tapi yang bapak (ustdazh) dong khotbah-khotbah selama ini orang minum sopi tambah banya atau tamba sedikit. Tamba banya toh. Itu artinya hukum Tuhan itu dia seng mampan.
Karena firman hadits ya, termasuk firman-firman di alkitab itu akan su seng manjur lae. Untuk menyadarkan orang tentang barang itu.
Ya polisi mau gunakan hukum negara. Ada keterbatasan-keterbatasan, caranya adalah menggunakan hukum ekonomi”.
Musnahkan Sekularisme
Dari pernyataan tersebut, Iwan pun memandang sekulerisme layak untuk dimusnahkan. “Sekulerisme layak untuk dimusnahkan,” tegasnya.
Pasalnya, sebut Iwan, sekularisme yang menekankan pemisahan antara agama dan urusan negara, memang bisa membuka ruang bagi lahirnya berbagai kebijakan publik yang kapitalistik, termasuk sistem ekonomi kapitalis yang memang sangat berorientasi pada keuntungan (profit) dan kerugian.
“Berangkat dari sini, pejabat publik tak lagi peduli dengan pihak-pihak yang menjadi korban penyalahgunaan alkohol dalam hal ini miras,” sebut Iwan.
Sebutlah keluarga akan hancur dikarenakan kepala keluarga atau anggota keluarga jadi pecandu miras, atau jadi korban kejahatan akibat miras, atau masuk penjara jadi pelaku kriminalitas akibat miras.
Padahal, beber Iwan, Indonesia adalah negara dengan penduduk Muslim terbesar di dunia. Seharusnya Pemerintah Indonesia menjunjung tinggi ajaran Islam yang telah mengharamkan miras (khamr). Namun kenyataannya, peredaran miras di masyarakat masih sangat bebas.
Dengan kata lain, sistem ini lebih membela uang daripada keamanan masyarakatnya. “(Sistem ini) lebih membela cuan ketimbang keamanan masyarakat,” pungkasnya.[] Zainul Krian
Dapatkan update berita terbaru melalui saluran Whatsapp Mediaumat