Sekilas 31 Tahun Genosida Rwanda

Berita:

Pada tanggal 7 April 2025, Rwanda memperingati 31 tahun genosida 1994. Diperkirakan sekitar satu juta warga Rwanda, terutama dari suku Tutsi, terbunuh dalam waktu sekitar tiga bulan genosida tersebut.

Komentar:

Genosida adalah ekspresi dari ideologi eksklusif kotor kapitalisme yang melalui kolonialisme memecah belah orang-orang yang pernah hidup bersama, bersatu, dan bekerja sama.

Dengan kedatangan kolonialisme pada akhir abad ke-19 Masehi, Rwanda, seperti semua negara jajahan lainnya, dibagi berdasarkan garis kesukuan (negara lain dibagi berdasarkan agama, ras, dll.) antara dua suku utama, Hutu dan Tutsi. Setelah kemerdekaan semu (‘flag independence‘) tahun 1962, perpecahan yang ditanam dan didorong oleh kolonialisme telah matang dan menjadi bom waktu yang menunggu untuk meledak.

Akhirnya, pada tahun 1994, Genosida terjadi yang sangat melayani kepentingan kolonialis Barat. Pemerintahan Presiden Habyarimana yang saat itu berbasis Hutu didukung oleh Eropa, terutama Prancis, Belgia, serta Inggris melalui Zaire (Kongo DRC dan Tanzania). Di sisi lain, pemberontak oposisi Front Patriotik Rwanda (RPF) pimpinan Kagame yang berbasis Tutsi menikmati dukungan Amerika melalui Uganda.

Oleh karena itu, negara-negara kolonialis Barat mendorong beberapa penguasa dan pemberontak Afrika Timur untuk terlibat dalam genosida bersejarah sambil hanya menonton demi melayani agenda kolonial dan eksploitatif mereka, mengabaikan slogan-slogan palsu mereka sebagai pendukung hak asasi manusia, skenario terburuk serupa yang sedang terjadi sekarang di Gaza.

Sangat disayangkan bahwa 31 tahun kemudian, apa yang menyebabkan genosida muncul di Rwanda masih ada. Genosida, kudeta politik yang didukung kolonial, tidak pernah dan tidak akan pernah berhasil demi perbaikan rakyat di Rwanda.

Rwanda masih goyah dalam perpecahan yang lebih dalam antara dua suku utama – Hutu dan Tutsi. Tidak mengherankan bahwa sisa-sisa kolonialisme dapat menyebabkan kudeta atau genosida lain di masa depan untuk menstabilkan dan lebih melindungi kepentingan mereka.

Apapun kasusnya, kebenaran sederhananya adalah bahwa untuk membebaskan Rwanda dan dunia secara umum, diperlukan ideologi alternatif yaitu Islam di bawah negara Khilafah (Kekhalifahan). Karena baik demokrasi yang penuh kebohongan maupun kediktatoran brutal tidak akan menyelamatkan Rwanda karena kedua sisi tersebut berasal dari koin kapitalisme yang sama.

Ditulis oleh Said Bitomwa
Anggota Kantor Media Hizbut Tahrir di Tanzania

 

Share artikel ini: