Roy Suryo: 99,9 Persen Gibran Tidak Lulus SMA
MediaUmat – Menyimpulkan hasil investigasinya di Australia, Mantan Menteri Pemuda dan Olahraga/Pakar Telematika Roy Suryo menyimpulkan 99,9 persen Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka tidak memiliki sertifikat/ijazah kelulusan SMA.
“99,9 persen saya haqul yaqin Gibran ini tidak punya sertifikat lulus. Dia tidak lulus SMA,” tegasnya dalam siniar Roy Suryo: Gibran Tidak Lulus SMA, Tidak Punya Ijazah. Bukti Baru dari Sydney, Jumat (7/11/2025) di kanal YouTube Abraham Samad SPEAK UP.
Berdasarkan hasil penelusurannya di Sydney, Australia, menunjukkan bahwa UTS Insearch pada tahun 2005–2006 belum memiliki program diploma atau foundation. Saat itu lembaga tersebut hanya menyelenggarakan kursus bahasa Inggris berdurasi 6–9 bulan, bukan pendidikan menengah yang diakui secara akademis. Karena itu, mustahil Gibran memperoleh ijazah SMA dari lembaga tersebut.
“Yang diambil Gibran itu hanya kursus bahasa Inggris. Bahkan dia sendiri ngaku cuma enam bulan, tidak selesai, lalu pulang,” jelas Roy.
Menurut Roy, penyetaraan ijazah yang digunakan Gibran dalam pencalonannya di ranah politik merupakan dokumen ilegal yang tidak memenuhi sembilan syarat formal dari Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi. Ia menegaskan, pejabat di Kemendikbud bahkan menyebut surat penyetaraan itu sebagai “keajaiban dunia kesembilan”.
“Surat ini ilegal. Bahkan pejabat di Kemendikbud bilang ini ‘keajaiban dunia kesembilan’,” ujar Roy.
Roy juga menyoroti kejanggalan administratif dalam dokumen legalisasi pendidikan Gibran. Ia menemukan bahwa surat tersebut dilegalisir hanya oleh Kepala Subbagian Tata Usaha, bukan pejabat akademik setingkat Direktur Jenderal Pendidikan. Hal ini menyalahi prosedur hukum dan menunjukkan lemahnya integritas administrasi negara dalam melindungi kebenaran akademik.
Dalam penyelidikannya di Sydney, Roy mengaku telah menemui lima alumni UTS Insearch angkatan 2005–2006 dan seorang profesor asal Indonesia yang telah mengajar di University of New England selama hampir dua dekade. Semua narasumber itu mengonfirmasi bahwa Gibran tidak mungkin menyelesaikan pendidikan setingkat SMA di UTS Insearch, karena program tersebut belum ada pada tahun itu.
“Saya bertemu langsung lima orang yang sekolah di sana, dan semua bilang programnya waktu itu cuma kursus bahasa Inggris, bukan sekolah formal,” jelas Roy.
Roy menambahkan, dokumen yang tercatat di KPU dan Sekretariat Negara mengenai riwayat pendidikan Gibran tidak konsisten dan saling bertentangan. Ia menyebut hal itu sebagai bentuk kebohongan publik yang merusak integritas lembaga negara.
“Pendidikan yang pernah ditulis di Sekretariat Negara Gibran ini kebohongan publik,” tegasnya.
Tak berhenti di situ, Roy bahkan menuding adanya “permufakatan jahat” dalam regulasi KPU. Ia menyoroti perubahan pada PKPU Nomor 19 Tahun 2023 yang memungkinkan calon presiden atau wakil presiden tanpa ijazah SMA tetap dapat maju menggunakan ijazah S1 sebagai pengganti.
“Kalau enggak lulus SMA bisa pakai ijazah S1 — ini kan permufakatan jahat!” ungkap Roy.
Roy menyatakan akan mendesak Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah untuk mencabut surat penyetaraan milik Gibran. Menurutnya, bila surat itu dicabut, maka keabsahan Gibran sebagai Wali Kota Solo dan calon Wakil Presiden otomatis gugur demi hukum.
“Kalau surat itu dicabut, otomatis status wali kotanya gugur, dan pencalonan wapresnya batal demi hukum,” tegas Roy.
Roy menekankan, investigasi ini murni dilakukan atas inisiatif pribadi, tanpa sponsor maupun fasilitas negara, untuk menjaga independensi moral penelitiannya.
“Saya datang dengan biaya sendiri, tidak difasilitasi siapa pun. Semua bukti saya dapatkan langsung dari sumber primer, bukan katanya,” tutur Roy.
Roy bersama dr. Tifa dan Rismon Sianipar kini menyiapkan publikasi ilmiah berjudul Gibran White Paper, sebagai kelanjutan dari buku Jokowi White Paper yang lebih dulu terbit. Buku ini diklaim akan menjadi dokumentasi akademis dari seluruh temuan primer yang dikumpulkan di Australia.
“Kami akan menulis buku ilmiah berjudul ‘Gibran White Paper’ sebagai pertanggungjawaban akademis dari hasil investigasi ini. Semua data yang saya peroleh langsung dari sumber primer di Sydney akan dimuat secara lengkap dan terbuka,” jelas Roy.
Roy menegaskan, skandal ijazah ini mencerminkan kebobrokan sistem hukum dan politik Indonesia yang semakin abai terhadap integritas akademik dan kejujuran publik. Ia menilai, bila kebohongan administratif seperti ini dibiarkan, maka bangsa ini sedang menuju kehancuran moral dan hukum.
“Kalau kebohongan sekecil ini saja dibiarkan, apalagi yang lebih besar? Ini bukan soal Gibran saja, tapi soal rusaknya sistem dan moral pejabat kita,” tegas Roy.
Ia menambahkan, legitimasi kekuasaan yang lahir dari manipulasi dokumen adalah bentuk penipuan terhadap rakyat. Dalam pandangannya, kejujuran adalah fondasi utama dalam kepemimpinan.
“Jangan remehkan kebohongan administratif. Itu penipuan publik. Kalau kekuasaan lahir dari kebohongan, maka ia haram secara moral,” tandas Roy.[] Zainard
Dapatkan update berita terbaru melalui saluran Whatsapp Mediaumat