MediaUmat.info – Pernyataan Presiden Turki Recep Tayyip Erdoğan yang menyebut riba (bunga) adalah haram dalam Islam, dinilai berlawanan dengan kebijakannya yang pro riba.
“Retorika antiriba yang kemudian berlawanan dengan kebijakan pro riba ya. Jadi Presiden Erdogan ini sering menyatakan bahwa riba atau bunga adalah haram dalam Islam,” ujar Direktur The Economic Future Islamic (TEFI) Dr. Yuana Tri Utomo dalam Kabar Petang: Demokrasi Turki Gagal, Jumat (9/5/25) di kanal YouTube Khilafah News.
Padahal, menurutnya, kebijakan Erdogan justru proriba. Jadi retorika antiriba Erdogan ini bersifat simbolik dan populis saja untuk kepentingan citranya.
“Tetapi kebijakan ekonominya ini yang tetap tunduk pada logika kapitalisme global yang berbasis bunga. Ini menunjukkan ada kontradiksi, ada ketegangan antara ideologi dan kenyataan ekonomi global,” jelasnya.
Jadi, tegasnya, antiriba yang dikemukakan Presiden Erdogan hanyalah sebatas parsial di bibir saja.
“Astagfirullahalazim. Harusnya kan totalitas. Kalau memang antiriba, ya sudah totalitas. tinggalkan kapitalisme,” ucapnya miris.
Sebelumnya Bank Sentral Turki merilis hasil survei inflasi naik menjadi 25,6% dalam setahun mendatang.
Survei tersebut berimbas terhadap sektor riil yang meningkat 41,7% atau naik 0,6 poin dibandingkan bulan lalu.
Pemerintah Turki pun mengambil kebijakan dengan menurunkan harga di beberapa komoditas hingga menggelar berbagai program ekonomi yang mendukung proses penurunan inflasi, salah satunya kebijakan menaikan suku bunga.
Menurut Yuana, suku bunga tinggi biasanya digunakan oleh bank sentral seperti Federal Reserve di Amerika Serikat, European Central Bank (ECB) di Eropa, Bank Indonesia (BI) di Indonesia, Bank Sentral Turki di Turki, dan sebagainya.
“Jadi, bank sentral ini memberlakukan suku bunga tinggi biasanya memang untuk mengendalikan inflasi, untuk menjaga nilai tukar, nilai tukar mata uang. Kalau Turki berarti lira agar tidak melemah, terlalu tajam, kemudian juga untuk menarik modal asing dan sebagainya.
“Kan ini sangat jelas ya, sebuah ciri dari dominasi kapitalisme global,” pungkasnya.[] Setiyawan Dwi
Dapatkan update berita terbaru melalui saluran Whatsapp Mediaumat