Dalam laporan terbaru yang disusun bekerja sama dengan lembaga-lembaga penelitian Tunisia, Bank Dunia memperingatkan risiko serius yang mengancam oasis-oasis Tunisia akibat eksploitasi air tanah yang berlebihan, perubahan iklim, dan tata kelola yang lemah. Laporan tersebut menyoroti pentingnya oasis-oasis ini secara lingkungan dan ekonomi sebagai “permata alam” dan “waduk keanekaragaman hayati”.
Laporan itu juga menekankan bahwa masa depan oasis tidak hanya bergantung pada pendanaan dan teknologi modern, tetapi juga pada reformasi sistem tata kelola, dengan mencatat bahwa oasis mengalami tumpang tindih kewenangan antara kementerian, dewan lokal, dan asosiasi pengguna, jika tidak ada koordinasi yang efektif.
Laporan tersebut menyerukan penyusunan rencana pengembangan terpadu untuk mengelola oasis, memperbarui undang-undang agar sesuai dengan kekhususannya, dan mungkin memasukkannya ke dalam daftar Cagar Biosfer UNESCO.
Al-Rāyah: Sejarah menunjukkan bahwa perintah Bank Dunia hanya membawa Tunisia lebih banyak kesengsaraan dan ketergantungan, dari eksperimen koperasi tahun 1960-an, model ekonomi berbasis pariwisata dan jasa, hingga program penyesuaian struktural tahun 1980-an, dan dampak bencananya.
Solusi sesungguhnya terletak pada pembebasan dari pendekatan-pendekatan yang gagal ini, dan adopsi visi strategis yang berbasis pada integrasi regional antarnegara di kawasan ini, serta pemanfaatan sumber daya alam dalam kerangka akidah Islam yang agung, yang menyerukan revitalisasi lahan dan pelestarian sumber daya, terutama air. Juga—tidak kalah pentingnya—adalah menyerukan persatuan kaum Muslim dan integrasi mereka bagai sebuah bangunan yang bagian-bagiannya saling menopang, sehingga kita dapat menyelamatkan oasis kita dan seluruh sumber daya kita lainnya, serta mengubahnya dari pusat ketergantungan menjadi model pembangunan, kedaulatan, dan kesuksesan (alraiah.net, 17/9/2025).
Dapatkan update berita terbaru melalui saluran Whatsapp Mediaumat