Ratusan Warga Kecanduan Tramadol, Help-Sharia: Masyarakat Butuh Sosialisasi dan Edukasi

Mediaumat.id – Terkait adanya ratusan warga Desa Mulyajana, Kecamatan Kutawaluya, Kabupaten Karawang, Jawa Barat yang kecanduan obat terlarang jenis eximer dan tramadol, Anggota Healthcare Professionals for Sharia (Help-Sharia) dr. Muhammad Amin, Sp.MK., M.Ked.Klin. menyatakan masyarakat butuh sosialisasi dan edukasi.
“Negara sudah mengeluarkan undang-undang kesehatan terkait tramadol. Akan tetapi mengenai penjualan dan peredarannya, saya rasa butuh sosialisasi dan edukasi kepada masyarakat,” tuturnya kepada Mediaumat.id, Rabu (16/8/2023)
Menurutnya, dengan sosialisasi dan edukasi yang baik, masyarakat akan tepat di dalam memanfaatkan dan mengedarkan tramadol.
“Jika tidak disosialisasikan maka hanya akan terbatas pada undang-undang. Tahu-tahu masyarakat ikut mengedarkan mengkonsumsinya secara bebas, dan tahu-tahu harus berurusan dengan hukum,” ujarnya.
Amin mengatakan, tramadol merupakan salah satu obat anti nyeri golongan opiat. Berguna untuk menghilangkan rasa nyeri sedang hingga berat. Kemampuannya dalam meredakan nyeri sebesar 10% dari morfin. Sudah digunakan sebagai anti nyeri di Jerman sejak tahun 1977. Mulai dikatakan aman oleh FDA (Food and drug administration) AS pada tahun 1995.
“Sebagai golongan opiat, tramadol memiliki berbagai efek samping yang tidak diinginkan seperti pusing, sakit kepala, muntah, sembelit, berkeringat, hingga kejang. Terutama jika digunakan atau sebelumnya mengkonsumsi alkohol, atau jenis opiat yang lain,” terangnya.
Untuk itulah, katanya, tramadol baru boleh diberikan atas resep dokter. Dokter akan mempertimbangkan kerugian dan keuntungan pasien menggunakan obat tersebut. Karena obat ini berfungsi meredakan nyeri yang lumayan poten, obat ini sudah dikenal oleh masyarakat. “Jadi perlu pengawasan,” tegasnya.
Ia menilai pencegahan akan lebih baik dibandingkan dengan hukuman dan sedangkan sebagian obat sudah terlanjur dikonsumsi masyarakat secara bebas.
Akar Masalah
Jika ada hambatan di dalam mengedukasi hal tersebut kepada masyarakat, maka menurut Amin, harus dicari akar masalahnya.
Pertama, adanya anggota masyarakat yang menginginkan berbisnis dengan jualan obat. Kedua, adanya anggota masyarakat yang menginginkan mendapat efek opiat dari obat secara tidak sah menurut ilmu kesehatan.
Ketiga, adanya moral yang tidak baik yang menyuburkan praktik suap-menyuap di antara anggota masyarakat dan petugas negara. Keempat, adanya kekurangan keilmuan pada sebagian tenaga kesehatan mengenai obat-obatan.
“Maka semua ini harus diselesaikan dengan baik. Biasanya akan mengarah kepada kemauan, sistem, dan dana,” tandasnya.
Amin menuturkan, di dalam negara yang dihuni oleh masyarakat yang memiliki visi akhirat, pengawasan itu akan melekat, baik dalam diri masyarakat, petugas kesehatan, maupun petugas aparat keamanan, dan peradilan. Akan tetapi di dalam negara yang visi warga dan para pemimpinnya hanya sebatas dunia, hal ini akan sangat sulit diatasi.
“Dan dalam sejarah emasnya, negara khilafah mampu mewujudkan masyarakat yang visinya akhirat. Maka mestinya kita sudah mulai berpikir ke arah sana,” pungkasnya.[] Achmad Mu’it