Pulau Warraq: Ketika Rezim Menjadi Musuh!

 Pulau Warraq: Ketika Rezim Menjadi Musuh!

Dalam adegan yang berulang, penindasan terhadap rezim yang menindas tidak lagi terbatas pada tahanan politik dan pendukung pemikiran Islam, tetapi sekarang mencakup semua orang yang menghalangi proyek otoriter mereka, yang melayani kepentingan kapitalis yang korup dan agenda hegemonik. Peristiwa di Pulau Warraq bukan sekadar bentrokan antara polisi dan penduduk pulau; peristiwa itu merupakan gambaran kecil dari apa yang terjadi di Mesir dan negara-negara Islam lainnya, di mana rezim yang berkuasa menjadi alat penindasan terhadap rakyatnya, alih-alih pelindung mereka.

Apa yang terjadi di Pulau Warraq?

Pulau Warraq, hamparan tanah kecil di tengah Sungai Nil, telah menjadi medan pertempuran antara rezim Mesir dan penduduknya, yang menolak pemindahan paksa yang telah mereka alami selama bertahun-tahun. Rezim ingin mengosongkan pulau itu untuk proyek-proyek investasi besar yang akan menguntungkan sekelompok kecil penerima manfaat, termasuk pengusaha dan perusahaan real estat yang terkait dengan rezim, sementara penduduk pulau itu dibuang ke tempat yang tidak diketahui tanpa kompensasi nyata atau alternatif yang layak.

Adegan secara singkat:

Pengepungan yang menyesakkan di pulau itu, mencegah masuknya pasokan penting.

Penangkapan sewenang-wenang yang menargetkan 12 penduduknya hanya karena mereka menolak meninggalkan rumah mereka.

Penggunaan kekuatan berlebihan oleh polisi, telah menjadi alat penindasan terhadap rakyatnya sendiri.

Keteguhan heroik dari warga, yang menolak menjadi korban kebijakan penggusuran paksa.

paksa hukum , dan tidak diperbolehkan untuk menyita​​dengan paksa atau mengambilnya​​hal yang sah Penggusuran paksa merupakan tindak pidana Syariah dan Hukum. Islam memandang tanah sebagai milik pemiliknya, dan tidak diperbolehkan untuk merampasnya dengan paksa atau mengambilnya secara melawan hukum. Rasulullah (saw) bersabda:

مَنْ أَخَذَ شِبْراً مِنْ الْأَرْضِ ظُلْماً فَإِنَّهُ يُطَوَّقُهُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ مِنْ سَبْعِ أَرَضِينَ

Barangsiapa yang mengambil sejengkal tanah dengan cara zalim, maka pada Hari Kiamat nanti tanah itu akan dikalungkan (dilingkarkan) kepadanya dari tujuh lapis bumi.” (HR Shahihain)

Apa yang dilakukan rezim di Pulau Warraq merupakan serangan terang-terangan terhadap hak-hak rakyat dan pelanggaran hukum Islam yang nyata. Rezim melakukan hal-hal berikut:

Ia merampas tanah milik warga dan memaksa mereka pergi dengan todongan senjata.

Hal ini merampas hak mereka yang sah untuk mendapatkan kehidupan yang bermartabat, menggusur mereka tanpa menyediakan alternatif yang adil.

Ia menggunakan kekuatan represif terhadap mereka yang seharusnya dilindungi, mengubah negara menjadi musuh rakyatnya sendiri.

Semua ini dilarang menurut Syariah dan merupakan kejahatan serius, karena Islam mengharuskan penguasa untuk melindungi kepentingan rakyat, bukan menghancurkan mereka!

Untuk keuntungan siapa penduduk Warraq dipindahkan?

Alasan yang dikemukakan rezim mengenai “pengembangan pulau” dan pengubahannya menjadi kawasan wisata atau investasi hanyalah kedok konspirasi untuk mengosongkan tanah tersebut dari para penghuninya, untuk diserahkan kepada perusahaan-perusahaan investasi dan pebisnis-pebisnis berpengaruh yang memiliki hubungan dekat dengan pemerintah dan rezim.

Ini bukan hal baru; Mesir telah menyaksikan operasi serupa di tempat lain, seperti:

Pengusiran penduduk Sinai dengan dalih memerangi terorisme, sementara tujuan sebenarnya adalah mengosongkan wilayah tersebut dari penduduknya sebagai bagian dari rencana yang terkait dengan keamanan Yahudi.

Evakuasi beberapa lingkungan di Kairo untuk proyek real estat bernilai miliaran dolar yang tidak menguntungkan rakyat tetapi dimonopoli oleh kelas penguasa dan individu berpengaruh.

Menjual aset negara, memprivatisasi sumber dayanya, dan menyerahkannya kepada asing dengan harga rendah, sementara kemiskinan dan marginalisasi di antara rakyat Mesir meningkat.

Jadi, apa yang terjadi di Pulau Warraq bukanlah pembangunan, melainkan perampasan dengan kekerasan. Ini adalah perpanjangan dari kebijakan kelaparan dan penindasan yang dilakukan oleh rezim boneka di negara-negara Islam, yang hanya melayani kepentingan kolonialisme dan alat-alatnya.

Tentara dan polisi seharusnya menjadi pelindung rakyat, bukan alat penindasan di tangan para tiran! Namun kenyataan di Mesir—seperti di seluruh dunia Muslim—adalah bahwa aparat ini telah menjadi bawahan untuk melindungi rezim yang korup dan kepentingannya, bukan untuk melindungi rakyat atau membela hak-hak mereka!

Mengapa tentara tidak bergerak untuk melindungi rakyat Warraq seperti yang dilakukannya untuk menindas mereka?

Mengapa kekuatan militer tidak diarahkan melawan musuh sejati Umat Islam, yakni entitas Yahudi, alih-alih menyasar rakyat Mesir?!

Penyimpangan peran tentara dan pasukan keamanan ini adalah salah satu manifestasi korupsi rezim dan bukti nyata bahwa rezim ini tidak mewakili umat, tetapi malah bekerja melawannya!

Islam tidak mengakui penguasa yang menindas rakyatnya atau merampas tanah mereka. Sebaliknya, Islam menganggapnya sebagai pengkhianat, perampas kekuasaan, dan tidak sah.

Rasulullah saw bersabda:

أَفْضَلُ الْجِهَادِ كَلِمَةُ حَقٍّ عِنْدَ سُلْطَانٍ جَائِرٍ

“Jihad yang paling utama adalah ucapan yang benar di hadapan penguasa yang dzalim.” (HR. Ahmad)

Jika rezim yang berkuasa di Mesir melakukan ketidakadilan dan mengerahkan pasukan keamanan demi melindungi kepentingan segelintir orang yang korup, maka menjadi kewajiban rakyat Mesir untuk mengambil tindakan guna menyingkirkannya dan menggantinya dengan pemerintahan Islam sejati yang melindungi hak-hak mereka dan memerintah mereka dengan keadilan Islam.

Solusinya bukanlah dengan mengajukan keluhan atau menunggu belas kasihan rezim, tetapi dengan bergerak menuju perubahan radikal yang mencabut korupsi ini:

Menolak tunduk pada status quo dan menghadapi kejahatan ini dengan segala cara yang sah.

Menyadari bahwa masalahnya tidak hanya terletak pada Pulau Warraq, tetapi pada rezim yang memerintah seluruh negeri berdasarkan logika penjarahan dan penjarahan.

Menyerukan tegaknya pemerintahan Islam yang dapat mengakhiri segala tragedi, mengatur manusia berdasarkan apa yang diturunkan Allah, melindungi hak-hak mereka, dan menegakkan keadilan di tengah-tengah mereka.

Menyerukan kepada tentara dan badan keamanan untuk bertindak dalam mendukung umat, daripada melayani para tiran dan penjahat.

Apa yang terjadi di Pulau Warraq adalah kejahatan yang berulang terhadap rakyat Mesir, bahkan terhadap seluruh Umat. Rezim yang menggusur dan menindas rakyatnya adalah rezim yang sama yang mencegah jihad melawan entitas Yahudi dan menerapkan kebijakan pemiskinan dan kelaparan demi kepentingan Barat.

Wahai rakyat Mesir: Janganlah berdiam diri menghadapi ketidakadilan dan penindasan. Janganlah menerima penghinaan. Ambillah tindakan untuk agamamu, tanah airmu, dan martabatmu.

[إِنَّ اللهَ لَا يُغَيِّرُ مَا بِقَوْمٍ حَتَّى يُغَيِّرُوا مَا بِأَنفُسِهِمْ]

“Sesungguhnya Allah tidak akan mengubah keadaan suatu kaum sebelum mereka mengubah keadaan diri mereka sendiri.” [Ar-Ra’d: 11]

Kantor Media Hizbut Tahrir di Wilayah Mesir

Sumber:hizb-ut-tahrir.info

Share artikel ini:

Related post

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *