Proyek BBM Etanol 10%, Berpotensi Timbulkan Deforestasi dan Konflik Agraria
MediaUmat– Pengamat Ekonomi Dr. Arim Nasim, SE., M.Si., Ak., CA. memperingatkan, proyek industri bahan bakar minyak (BBM) dengan campuran 10% etanol berpotensi menimbulkan deforestasi dan konflik agraria, khususnya di wilayah Papua.
“Yang pertama akan dirasakan itu adalah kerusakan hutan, pembabatan hutan gitu kan. Nah karena apa? Karena ya untuk membuka lahan itu ya kan ada hutan di sana yang kemudian dikorbankan,” ujarnya dalam Kabar Petang: BBM Dicampur Etanol 10%, Amankah? di kanal YouTube Khilafah News, Kamis (16/10/2025).
Menurut Arim, jika proyek etanol ini diproduksi secara massal sebagai proyek strategis nasional, maka pembukaan lahan untuk menanam bahan pembuatan etanol di antaranya singkong dan tebu secara besar-besaran di Papua tidak terhindarkan.
Maka, selain potensi kerusakan hutan, ia juga menyoroti potensi akan adanya konflik agraria di Papua.
“Kemudian juga akan muncul terkait dengan kepemilikan tanah yang itu masih ada tanah adat. Ini juga rawan konflik,” nilainya.
Arim mengemukakan, Papua selama ini sudah mengalami kerusakan lingkungan parah akibat tambang migas, emas, dan perak.
“Ditambah lagi dengan proyek etanol ini, dengan pembukaan jutaan hektare tanah di sana, dengan penggundulan hutan, saya kira ini akan menimbulkan problem lingkungan yang tidak sederhana,” ujarnya.
Ia menilai, pendekatan pemerintah dalam menjalankan proyek ini lebih berorientasi pada keuntungan dibandingkan dengan kajian ilmiah yang matang.
“Pendekatan pemerintah itu terutama sejak rezim Jokowi adalah pendekatan proyek atau rezim infrastruktur, di mana pembangunan proyek itu lebih mengedepankan kepentingan cuan, bahasa sininya komisi, dibandingkan dengan studi kelayakan dari proyek tersebut,” jelasnya.
Sebagai contoh, Arim menyebut beberapa proyek besar seperti Kereta Cepat Jakarta–Bandung, hingga Ibu Kota Negara (IKN) yang tetap dijalankan meski dinilai tidak layak.
“Kalaupun ada kajian, hanya sekadar untuk memenuhi syarat tanpa dilakukan secara mendalam,” katanya.
Ia menduga alasan pemerintah memilih Merauke di Papua Selatan sebagai pusat proyek etanol bukan karena pertimbangan teknis, melainkan karena potensi keuntungan dari hasil hutan.
“Merauke itu kan lahannya masih luas, ada hutan yang kemudian berpotensi untuk menghasilkan cuan. Saya pernah dapat informasi, dari proyek sejuta hektare sawah saja mereka mendapatkan keuntungan sekitar 277 juta dolar AS atau sekitar 4 triliun dari hasil hutannya,” ungkap Arim.
Padahal, menurutnya, pemerintah seharusnya bisa mengoptimalkan lahan tebu di Jawa yang banyak terbengkalai.
“Kalau serius, masih banyak perkebunan tebu di Jawa yang bisa dioptimalkan untuk mendukung proyek ini. Tapi karena di situ tidak ada cuannya, mereka lebih memfokuskan proyek ini dibuka di Merauke,” ujarnya.
Ia juga menilai alasan pemerataan ekonomi di Indonesia timur hanya menjadi pembungkus proyek.
“Itu janji-janji yang masih gambling (spekulatif), manis di perencanaan tapi dari sisi pelaksanaannya biasanya jauh panggang dari api. Sementara kerugian yang sudah nyata, kerusakan yang sudah nyata itu sudah ada di depan mata,” ucapnya.
Lebih jauh, Arim menyimpulkan, dampak proyek ini bukan hanya pada lingkungan, tetapi juga bisa memicu ketegangan sosial dan politik di Papua.
“Dampak dari penggundulan hutannya ini rawan konflik, menyebabkan kerusakan lingkungan, bahkan bisa membuat masyarakat Papua marah dan tuntutan melepaskan diri dari Indonesia semakin kuat,” simpulnya.
Ia pun menegaskan, kebijakan etanol 10 persen ini tidak bisa disebut ramah lingkungan jika masih mengorbankan hutan dan masyarakat lokal.
“Pendekatannya adalah pendekatan proyek yang menguntungkan oligarki segelintir orang dan mengorbankan masyarakat di sana. Maka ini secara politik juga akan merugikan,” tegasnya.
Arim menekankan agar proyek ini dikaji ulang secara menyeluruh. “Harus betul-betul dilakukan kajian secara komprehensif sebelum kebijakan ini dilakukan. Jangan sampai hutan sudah dibabat, lingkungan sudah hancur, ternyata proyeknya tidak layak untuk dilanjutkan,” pungkasnya.[] Muhar
Dapatkan update berita terbaru melalui saluran Whatsapp Mediaumat