Program MBG Semrawut, Dapur MBG Bangkrut

MediaUmat.info – Kabar bangkrutnya dapur makan bergizi gratis (MBG) di Kalibata karena belum dibayar hampir Rp1 miliar, dinilai Direktur Siyasah Institute Iwan Januar menambah panjang daftar semrawutnya program MBG.
“Jelas! Ini baru satu temuan. Kita khawatir ini puncak gunung es dari karut-marut program MBG,” ujarnya kepada media-umat.info, Jumat (2/5/2025).
Iwan menduga, jangan-jangan banyak dapur MBG di daerah juga alami kasus serupa, yakni pembayaran telat atau bahkan belum dibayar tapi tidak diberitakan karena mungkin nilainya tidak sebesar kasus dapur MBG di Kalibata.
Bahkan, kata Iwan, Kepala Badan Gizi Nasional (BGN) Dadan Hindayana mengakui kalau gaji para ahli gizi dan kepala Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) tertunggak 3 bulan ini.
Iwan mengungkapkan, penyebab semua ini karena program MBG skemanya buram. Tergesa-gesa karena mengejar jalannya pemerintahan Prabowo-Gibran yang sudah kadung janji ada program makan siang gratis.
Maka, sebut Iwan, banyak peluang terjadi kekacauan di dalamnya. Di antaranya adalah perhitungan biaya per siswa yang beragam dan beda tiap daerah, jenis makanan yang bisa jadi tiap daerah ada perbedaan, belum lagi supervisi terhadap kualitas makanan. Terbukti, di beberapa daerah ratusan siswa dan guru keracunan.
“Nah, siapa yang bertanggung jawab dalam supervisi gizi makanan ini? Lalu bagaimana pertanggungjawaban dalam kasus ini?” ucap Iwan.
Iwan mengatakan, yang lebih mencemaskan lagi dengan skema yang masih buram ini adalah bahwa program MBG berpotensi jadi skandal korupsi besar-besaran. Indonesia sudah kaya dengan pengalaman korupsi dalam berbagai program untuk masyarakat. Korupsi dana bansos Covid-19, korupsi dana BOS dan lainnya.
“Sebabnya, pengawasan lemah, kongkalikong pejabat terkait, dan sanksi ringan untuk para pelaku,” ujar Iwan.
Iwan pun setuju kalau program MBG ini disetop. Sebab ada yang lebih prioritas ketimbang MBG, yakni membuka lapangan kerja dan meningkatkan taraf ekonomi rakyat. Termasuk membangun daerah tertinggal agar ekonomi mereka bisa membaik.
“Dengan begitu, maka orang tua bisa memberikan makanan bergizi untuk anak-anak mereka. Ini lebih urgen dan berefek luas serta jangka panjang. Karena, banyak keluarga yang susah mendapatkan makanan bergizi, tapi hanya anaknya yang bersekolah yang mendapatkan makanan bergizi di sekolah,” ungkapnya.
Meski demikian, ia juga berkata, program ini bisa saja dilanjutkan tapi dengan skema yang detail serta pengawasan yang ketat mulai dari pembiayaan dan kualitas sajian makanan. Peluang korupsi atau tertunggaknya pembayaran bisa diminimalisir. Kejadian keracunan bisa dihindari.[] Agung Sumartono
Dapatkan update berita terbaru melalui saluran Whatsapp Mediaumat