Praktisi Kesehatan: Jangan Tutupi Kasus Keracunan MBG

MediaUmat Praktisi Kesehatan Apt. Ilman Silanas, S. Farm., M. Kes., mengingatkan pemerintah agar jangan menutup-nutupi kasus keracunan massal dalam program Makan Bergizi Gratis (MBG).

Hal tersebut ia sampaikan dalam Kabar Petang: Parabowo Sebut Kasus Keracunan MBG 0,00017 Persen, Nyawa Orang Jangan Dianggap Statistik, Kamis (2/10/2025) di kanal YouTube Khilafah News.

“Kalau masih dengan cara-cara lama (demi pencitraan), menutup-nutupi kasus, ini tidak akan menyelesaikan masalah, cuma akan menunda adanya masalah yang lebih besar. Ya, saya harap tidak seperti itu,” ujar Ilman.

Ia menegaskan, justru publik harus semakin mengamati dan menyoroti. Media, para pengamat, orang tua dan sebagainya benar-benar harus melihat program ini.

Ia pun menekankan pentingnya keberanian pemerintah untuk mengakui kekurangan dalam pelaksanaan program. Menurutnya, sikap transparan jauh lebih penting ketimbang sekadar menjaga citra program.

“Mengakui kesalahan, mengakui kebocoran sistem itu bukan merupakan suatu aib sebenarnya, tapi itu merupakan suatu tindakan berani. Tapi kalau sekadar membela diri, tidak mau mengevaluasi diri, ya bersiap saja ada kejadian-kejadian lanjutan yang kita tidak harapkan. Itu semua terjadi karena ini menyangkut anak-anak kita,” pesan Ilman.

Ribuan Kasus Jadi Alarm Serius

Menanggapi klaim Presiden Prabowo bahwa kasus keracunan hanya 0,00017 persen dari kurang lebih 30 juta penerima manfaat MBG pada Munas ke-VI PKS di Hotel Sultan Jakarta, Senin (29/9/2025), Ilman menilai angka itu tidak boleh menutupi fakta ribuan jumlah absolut korban.

“Secara hitungan matematika itu tidak ada yang salah, karena dihitung lalu dikali 100 persen maka keluarlah angka 0,00017 persen. Tapi kalau kita lihat absolutnya itu kan mencapai 6.000 orang lebih. 6.000 ini angka yang cukup banyak untuk suatu kondisi terjadinya keracunan,” ujarnya.

Menurut Ilman, kasus ini harus menjadi peringatan keras bagi pemerintah. “Harusnya ini menjadi alarm serius bagi pemerintah dan Badan Gizi Nasional untuk melakukan evaluasi menyeluruh. Jangan sampai program yang tujuannya menyehatkan malah berkebalikan,” tandasnya.

Lemahnya Pengawasan dan Standar Keamanan

Ilman juga menyoroti lemahnya mekanisme pengawasan dan quality control pada makanan MBG hingga ribuan kasus keracunan bisa terjadi tanpa deteksi. Ia menyebut isu keamanan makanan (safety) adalah hal utama yang seharusnya dijaga ketat.

“Makanan mungkin boleh tidak enak, makanan mungkin boleh tidak sesuai dengan selera, tapi makanan itu jangan sampai jadi racun. Nah, artinya safety harus diperhatikan,” katanya.

Menurut Ilman, ada tiga jenis cemaran yang perlu diwaspadai, yakni biologi, kimia, dan fisik. Karena itu, setiap satuan pelaksana program harus memiliki standar minimum, mulai dari kualifikasi SDM, alat masak, hingga sistem quality assurance.

“Kejadian kemarin itu menunjukkan safety-nya tidak terjaga. Kalau safety terjaga, maka tidak akan terjadi keracunan,” ujarnya.

Selain keamanan, aspek gizi dan selera anak juga perlu dihitung dengan indikator jelas. “Kalau 50 persen makanan tidak dimakan karena enggak enak, itu kan jadi evaluasi. Itu uang negara Rp1 triliun sehari. Kalau sampai enggak dimakan, kenapa bisa seperti itu?” kata Ilman.

Program Kejar Tayang, Sistem Belum Siap

Ilman juga menyinggung akar persoalan yang menurutnya berawal dari desain program yang tergesa-gesa. Ia menyebut MBG dijalankan dalam kondisi sistem yang belum matang.

“Kalau kita lihat flashback, program ini adalah percepatan yang dilakukan Presiden supaya janji kampanye langsung berjalan. Anggarannya sangat besar, tapi sistemnya tidak disiapkan. Terbukti sekarang terjadi keracunan massal,” katanya.

Ia juga mengkritik komposisi Badan Gizi Nasional yang menurutnya tidak melibatkan ahli gizi. “Ini kendala secara politik maupun struktural. Jadi memang terlambat, tapi wajib segera diperbaiki,” pungkasnya.[] Muhar

Dapatkan update berita terbaru melalui saluran Whatsapp Mediaumat

Share artikel ini: