Pernyataan Menag Langgar SKB 2 Menteri tentang Rumah Ibadah

 Pernyataan Menag Langgar SKB 2 Menteri tentang Rumah Ibadah

MediaUmat Pernyataan Menteri Agama Nasaruddin Umar yang meminta agar masyarakat tidak melarang apabila ada yang ingin menyakralkan tempat menjadi rumah ibadah, dinilai Advokat LBH Pelita Umat Ricky Fattamazaya sebagai bentuk konfirmasi pelanggaran Surat Keputusan Bersama (SKB) 2 Menteri tentang Rumah Ibadah.

“Ini adalah konfirmasi ketika ini dilanjutkan, maka ini sama halnya Menag itu melanggar SKB 2 Menteri,” ujarnya kepada media-umat.com, Sabtu (9/8/2025).

Dikabarkan, berawal karena dugaan miskomunikasi antara warga dengan jemaat, terjadi insiden pengrusakan rumah doa di Padang, Sumbar, yang juga difungsikan sebagai tempat pendidikan agama bagi siswa Kristen milik jemaat Gereja Kristen Setia Indonesia (GKSI) pada 27 Juli kemarin.

Sementara terkait rumah doa dimaksud, Pendeta GKSI Padang F Dachi mengatakan bahwa rumah tersebut merupakan tempat ibadah dan juga lokasi belajar agama bagi siswa Kristen.

Namun anehnya, atas insiden ini Menag terkesan menyatakan bahwa penyakralan tempat yang bisa diartikan sebagai pendirian tempat ibadah, tak perlu melalui undang-undang, sebutlah SKB tersebut, tetapi dari hati ke hati.

“Persoalan kerukunan, itu persoalan hati sebetulnya. Sebanyak apa pun undang-undang, tapi kalau hati tidak berkomunikasi, tidak banyak artinya,” kata Nasaruddin, dikutip dari sambutannya di agenda Merawat Kerukunan Umat Menuju Indonesia Emas 2045, di Gading Serpong, Tangerang, Banten, Rabu (6/8/2025).

Padahal sebagaimana disinggung sebelumnya, sudah ada SKB 2 Menteri yang pada dasarnya mempunyai kedudukan sama dengan peraturan perundang-undangan yang diakui keberadaannya dan mempunyai kekuatan hukum mengikat dibentuk berdasarkan kewenangan sesuai dengan hukum positif yang berlaku berdasarkan Pasal 8 ayat (2) Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan.

Pula, SKB 2 Menteri atau Peraturan Bersama Menteri Agama dan Menteri Dalam Negeri Nomor 9 dan 8 Tahun 2006 ini diterbitkan untuk mengatur tentang pendirian rumah ibadah, pemeliharaan kerukunan umat beragama, dan pemberdayaan Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB).

Pasalnya, konflik seputar pendirian rumah ibadah sering muncul karena kedua belah pihak sama-sama ngotot dan bersikeras dengan prinsipnya masing-masing.

Maka itu, Ricky menyayangkan sikap Menteri Agama Nasaruddin Umar justru seolah-olah menyalahkan kontrol masyarakat dalam hal mendirikan rumah ibadah, dalam kasus di Padang baru-baru ini.

Kacau Pikiran

Di sisi lain, terhadap seseorang yang ingin menerapkan SKB ini lantas dituding intoleransi, justru logikanya menjadi kebalik-balik atau terkategori kacau pemikirannya.

“Kalau ada orang yang ingin menerapkan SKB 2 Menteri dikatakan intoleransi, justru ini kebalik-kebalik,” ujarnya, sembari kembali menegaskan bahwa aturan ini dibuat agar toleransi beragama berjalan dengan baik.

Karenanya, janganlah alasan sebagai umat minoritas kemudian tak merasa terikat dengan SKB ini. Apalagi sebenarnya tak ada alasan kaum mayoritas tak bisa hidup berdampingan dengan minoritas.

Maka dari itu, terhadap siapa saja, termasuk menteri sekalipun, yang melanggar SKB ini setidaknya harus ditegur. Sedangkan, kepada mereka yang ingin menegakkan perjanjian bersama ini patut diapresiasi.

Akhirnya, kata Ricky, merupakan sesuatu hal yang tak patut dicontoh apabila ada pejabat publik terindikasi atau malah melakukan pelanggaran SKB tersebut.

Pasalnya, rumah ibadah atau apa pun istilahnya, memiliki nilai yang jauh melampaui fungsi fisiknya semata. Hal inilah yang menjadikan rumah ibadah sebagai isu yang sangat sensitif di masyarakat.

Menurut Ricky, menteri agama justru harus menjadi pihak pertama yang terikat, lantas mendukung serta merealisasikan SKB ini.

“Mestinya adalah menteri agama ini harusnya merealisasikan atau terikat dengan SKB 2 Menteri,” kata Ricky, seraya menyebut diterbitkannnya aturan memang untuk ditaati.

Di dalam SKB ini, selain diatur harus memenuhi persyaratan administratif dan persyaratan teknis bangunan gedung, pendirian rumah ibadah harus memenuhi persyaratan khusus, meliputi: minimal adanya 90 KTP atau orang yang menghendaki rumah ibadah tersebut dibangun dan harus ada persetujuan atau dukungan dari minimal 60 orang di tempat rumah ibadah itu dibangun, serta mendapat rekomendasi tertulis dari FKUB (Forum Kerukunan Umat Beragama) kabupaten/kota.

Artinya, agar ketertiban umum senantiasa terjaga, maka hukum berfungsi sebagai salah satu instrumen pemaksa. “Inilah sebenarnya yang kita pahami, hukum itu sebagai pemaksa, baik sukarela maupun tidak suka rela,” pungkasnya.[] Zainul Krian

Dapatkan update berita terbaru melalui saluran Whatsapp Mediaumat

Share artikel ini:

Related post

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *