MediaUmat – Menyoroti permasalahan tanah yang menjadi concern (perhatian) dari masyarakat dan selalu menemui semacam tembok besar, karena negara sangat berpihak kepada kepentingan korporat.
“Permasalahan lahan atau permasalahan tanah itu memang selama ini negara sangat berpihak kepada korporat, kepentingan korporat dibandingkan dengan kepentingan masyarakat,” ujar Analis Senior Pusat Kajian dan Analisis Data (PKAD) Fajar Kurniawan dalam Kabar Petang: Parlemen Sibuk Pansus, Rakyat Tetap Kehilangan Tanah? di kanal YouTube Khilafah News, Senin (13/10/2025)
Buktinya, sebut Fajar, penguasaan tanah oleh pengusaha-pengusaha besar itu jumlahnya sangat fantastis, bahkan mencapai puluhan juta hektare, baik untuk perkebunan, untuk konsesi usaha kehutanan, maupun untuk konsesi-konsesi yang lainnya termasuk untuk tambang yang dijalankan oleh privat sektor.
“Dan itulah lagi-lagi menunjukkan ciri bahwa hari ini kita memang menerapkan ya sistem ekonomi yang kapitalistik,” ujarnya.
Maka, bebernya, wajar kalau kemudian negara lebih lebih mementingkan kepentingan korporat dibandingkan dengan kepentingan rakyat.
“Sementara sisi lain, ya tadi, kalau korporat menguasai jutaan bahkan puluhan juta hektare secara akumulatif, tapi di sisi lain masyarakat semakin terpinggirkan ya masyarakat di mana-mana semakin terdesak dengan batas-batas ruang kelola yang selama ini mungkin mereka kelola, tapi kemudian terdesak dengan adanya izin-izin baik berupa apa namanya hak guna usaha (HGU) ya yang kemudian itu digunakan oleh korporat tadi untuk menjalankan bisnisnya,” bebernya.
Menurutnya, di situlah pangkal permasalahannya. Karena negara memang sejauh ini lebih mementingkan kepentingan-kepentingan korporasi besar dibandingkan dengan bagaimana memastikan seluruh rakyat itu mendapatkanakses atas tanah.
“Menurut saya, permasalahan mendasar yang timbul dari waktu ke waktu dan selalu kemudian selama berpuluhan tahun ini tidak pernah [diselesaikan] secara tuntas, kemudian dipecahkan dari rezim berganti mulai dari Orde Baru, kemudian Orde Reformasi, mulai dari zaman Gus Dur, Megawati, Presiden SBY, kemudian Jokowi dan kita belum tahu bagaimana nanti di eranya Presiden Prabowo,” jelasnya.
Namun, jelas Fajar, sepanjang kerangka penyelesaiannya itu adalah masih dalam kerangka sistem ekonomi kapitalistik seperti sekarang ini yang tentu mengutamakan para pemilik modal, mengutamakan para oligarki dan perusahaan-perusahaan besar, maka permasalahan tanah ini itu tidak akan bisa benar-benar tuntas.
“Jelas tadi bahwa ini berpulang kepada sistem apa namanya berpulang pada kerusakan sistem ya. Tadi kita sudah sadar semua bahwa hari ini sistem ekonomi terutama yang kita apa jalankan adalah sistem ekonomi kapitalistik,” pungkasnya.[] Setiyawan Dwi
Dapatkan update berita terbaru melalui saluran Whatsapp Mediaumat