Perjuangan Bersenjata Bukan Tolok Ukur yang Benar Mendirikan Negara?

Mediaumat.info – Merespons situasi yang terjadi di Suriah setelah Hayat Tahrir al-Syam (HTS) menggulingkan pemerintahan Basar Assad, Pengamat Hubungan Internasional dari Geopolitical Institute Hasbi Aswar, Ph.D. menyatakan hanya melakukan perjuangan bersenjata saja bukanlah tolak ukur yang benar untuk mendirikan sebuah negara.

“Hanya melakukan perjuangan bersenjata itu bukanlah tolak ukur yang benar untuk mendirikan negara yang benar,” ujarnya dalam Spesial Intervew Rayah TV:  Masa Depan Bumi Syam Paska Rezim Asad Tumbang, Senin (09/12/2024) di kanal YouTube Rayah TV.

Hasbi menilai, mendirikan negara itu butuh pemikiran yang disebarkan di tengah-tengah masyarakat, sampai masyarakat paham dan menerima pemikiran itu. Dan pemikiran itu harus pemikiran yang berasal dari Islam, bukan pemikiran yang lain seperti pemikiran liberal, sekuler atau komunis. Ketika itu terjadi maka perubahan yang akan dicapai nanti adalah perubahan yang benar.

Menurut Hasbi, HTS ini adalah bagian dari kutlah atau kelompok dakwah atau kelompok pejuang. Ketika HTS melakukan perlawanan bersenjata melawan rezim Basar Assad itu memang sudah benar karena mereka dizalimi, mereka diperangi dan mereka diserang, sehingga mereka melakukan perlawanan. Tapi sebuah kelompok politik akan mencapai perubahan yang benar itu setidaknya memiliki dua aspek. Pertama, adalah fikrah yang benar dan kedua adalah metode yang benar dalam memperjuangkan fikrahnya tersebut.

Oleh karena itu Hasbi melihat, cara pandang ini bisa dipakai untuk melihat masa depan HTS yang merupakan pemenang perang melawan rezim Basar Assad. Sejauh mana fikrahnya itu jelas terkait dengan apa yang harus diperjuangkan. Bagaimana Islam harus diterapkan dan bagaimana turunan-turunannya. Bagaimana harusnya Islam itu memberikan solusi terhadap semua persoalan di Suriah. Dan fikrah itu harus disebarkan di semua faksi-faksi atau semua kelompok-kelompok pejuang, sampai kelompok pejuang itu paham dengan ideologi Islam dan kemudian mereka mengikuti HTS dengan ideologi Islam bukan kepentingan yang lain.

Ketika itu terjadi, kata Hasbi, yang akan muncul ke depan adalah adanya penyatuan nasional yang dibangun oleh kesadaran ideologis. Tapi kalau itu tidak terjadi, ketika dua unsur fikrah dan thariqah itu tidak dilaksanakan apalagi fikrahnya bukan Islam, maka yang terjadi adalah rezim baru yang itu adalah hasil dari kesepakatan pragmatis dari semua faksi-faksi. Dan kalau itu terjadi maka rezim yang baru terbentuk di Suriah ini tidak akan bertahan lama atau tidak akan menjadi rezim yang menciptakan perbedaan yang signifikan.

Hasbi berharap, para pejuang Suriah itu tidak hanya fokus pada perjuangan militer, tapi juga fokus pada perjuangan pemikiran untuk menyatukan pemikiran dan menciptakan kesadaran umum di tengah-tengah masyarakat termasuk juga di ahlul quwwah atau kelompok-kelompok pejuang yang sekarang sedang berperang sampai kesadaran visi politiknya adalah kesadaran Islam.

Sebab, beber Hasbi, ketika nanti menjadikan kekuasaan di Suriah itu murni untuk Islam bukan untuk kepentingan faksi masing-masing, maka kepentingan Rusia, Cina, Amerika Serikat dan Israel pasti akan bisa ditepis dengan mudah.

“Kita berharap dan kita mendoakan para pejuang di Suriah itu betul-betul berjuang di jalan yang betul-betul lurus sebagaimana apa yang Allah inginkan terhadap perjuangan mereka,” pungkas Hasbi.[] Agung Sumartono

Dapatkan update berita terbaru melalui channel Whatsapp Mediaumat

Share artikel ini: