Perang Saudara Meletus, HT Sudan Serukan Militer dan Paramiliter Kembali ke Jalan Takwa

Mediaumat.id – Terlepas dari faktor penyebab atas apa yang disebut dengan perang saudara yang terjadi di Sudan sejak Sabtu pagi (15/4) dan masih berlanjut hingga tulisan ini dibuat, Juru Bicara Hizbut Tahrir Sudan Ibrahim Utsman menyeru kepada para komandan militer maupun paramiliter yang terkait agar bersegera kembali ke jalan takwa kepada Allah SWT.

“Kami mengatakan kepada para komandan militer dan komandan paramiliter, Pasukan Dukungan Cepat (RSF), bertakwalah kepada Allah SWT, kembalilah ke akal sehatmu,” serunya, seperti tertulis dalam Pernyataan Resmi Hizbut Tahrir Wilayah Sudan yang diterima Mediaumat.id, Selasa (18/4/2023).

Lebih dari itu, sambung Abu Khalil, sapaan akrabnya, agar para komandan dimaksud bertindak menyelamatkan darah kaum Muslim, dan memberikan pertolongan kepada HT untuk mendirikan Khilafah Rasyidah kedua yang mengikuti metode kenabian.

Dengan demikian, semoga Allah SWT mengampuni atas apa yang telah terjadi sebelumnya, dan membalas dengan pahala kaum Anshar yang telah menolong Rasulullah SAW, sampai beliau menegakkan negara Islam pertama di Madinah al-Munawwarah.

“Dan orang-orang yang memberi tempat kediaman dan memberi pertolongan (kepada orang-orang muhajirin), mereka itulah orang-orang yang benar-benar beriman. Mereka memperoleh ampunan dan rezeki (nikmat) yang mulia,” ucapnya menyitir QS al-Anfal: 72.

Seruan ini bukanlah tanpa alasan, kata Abu Khalil, sebagaimana hadits riwayat Imam Bukhari, pertempuran antara pasukan militer dan paramiliter, Pasukan Dukungan Cepat (RSF), adalah pertempuran terlarang (haram).

“Yang membunuh dan yang terbunuh semuanya masuk neraka,” ujarnya seraya mengutip hadits dimaksud yang artinya, ‘Jika dua orang Muslim berperang dengan pedang mereka, maka yang membunuh dan yang terbunuh semuanya masuk neraka.’

Lagipula, fungsi tentara dalam Islam adalah untuk melindungi negeri kaum Muslim dan berperang karena Allah, bukan untuk mencari kekuasaan.

Begitu pula di dalam ketentuan syariah hanya membolehkan ada satu pasukan di bawah komando Khalifah kaum Muslim.

Sedangkan secara kekuasaan, kata Abu Khalil menerangkan, Islam telah menjadikan kekuasaan berada pada umat. Maka umatlah yang berbaiat kepada seseorang yang memenuhi syarat-syarat untuk memimpin khilafah dan memerintah dengan Kitabullah dan Sunnah Rasul-Nya.

Lantas berkenaan dengan pemerintahan dan kekuasaan tersebut, sejatinya bukanlah ghanimah, melainkan penerapan hukum-hukum Allah dan mengurus urusan umat sebagai sebuah tanggung jawab dan amanah.

“Sesungguhnya kekuasaan itu adalah amanah, dan kekuasaan tersebut pada hari kiamat menjadi kehinaan dan penyesalan, kecuali bagi orang yang mendapatkan kekuasaan tersebut dengan haknya dan melaksanakan kewajibannya pada kekuasaannya itu,” demikian bunyi hadits yang diriwayatkan Imam Muslim.

Karenanya, ia sangat menyayangkan terjadinya pertempuran di antara kaum Muslim tersebut. Terlebih terjadi di bulan suci Ramadhan, bulan ketakwaan dan pertobatan kepada Allah SWT.

Dengan demikian, sekali lagi ia tegaskan, pertempuran ini terjadi di atas kebatilan, bukan untuk menegakkan agama Allah atau menerapkan hukum-hukum-Nya.

Berikutnya atas nama Hizbut Tahrir, ia pun meminta pertanggungjawaban para komandan tersebut. “Kami, di Hizbut Tahrir Wilayah Sudan, meminta pertanggungjawaban para pemimpin militer dan para pemimpin paramiliter, Pasukan Dukungan Cepat (RSF) atas darah yang telah dan masih ditumpahkan ini,” pungkasnya.[] Zainul Krian

Share artikel ini: