Pengungsian Massal di Sudan dan Kerusakan Besar Akibat Banjir dan Hujan

Organisasi Internasional untuk Migrasi, International Organization for Migration (IOM) mengumumkan pada hari Ahad (7/9) bahwa 581 keluarga telah mengungsi dan 631 rumah telah hancur sebagian atau seluruhnya akibat banjir dan hujan yang melanda dua negara bagian di Sudan timur dan barat. Dalam sebuah pernyataan, IOM mengatakan bahwa hujan lebat dan banjir yang melanda Desa Wad al-Sya’ir di wilayah Rahad, Negara Bagian Gedaref (timur) pada hari Sabtu (6/9) telah mengungsi 500 keluarga dan menghancurkan 500 rumah, baik seluruhnya maupun sebagian. IOM menambahkan bahwa Desa Mabrukah, dekat kota Al-Faw di Gedaref, telah menyaksikan 17 keluarga mengungsi setelah rumah mereka rusak sebagian atau seluruhnya akibat hujan dan banjir.
Dalam pernyataan terpisah, IOM menjelaskan bahwa banjir yang melanda Desa Tharthurah, di Kabupaten Katila, Negara Bagian Darfur Selatan (barat), telah menyebabkan 64 keluarga mengungsi, meruntuhkan seluruh rumah mereka, dan merusak sebagian 50 rumah lainnya. Sudan biasanya mengalami hujan lebat selama musim gugur, yang berlangsung dari Juni hingga Oktober, hingga menyebabkan banjir yang meluas.
Bencana alam ini memperparah penderitaan rakyat Sudan, yang telah menderita akibat perang yang telah berlangsung sejak pertengahan April 2023 antara tentara dan Pasukan Dukungan Cepat. Menurut Perserikatan Bangsa-Bangsa, perang tersebut telah menewaskan lebih dari 20.000 orang dan sekitar 15 juta orang mengungsi. Penelitian yang dilakukan oleh universitas-universitas Amerika memperkirakan jumlah korban tewas sekitar 130.000 orang.
Sungguh menyedihkan sekaligus disayangkan bahwa musim hujan tidak datang tiba-tiba, namun sebuah siklus yang sudah diketahui berbulan-bulan dan berulang setiap tahun. Yang lebih buruk dan lebih pahit adalah banyak observatorium meteorologi memperingatkan akan adanya hujan lebat, tetapi lembaga pemerintah tidak mengambil tindakan untuk mencegah dampaknya, yang lebih parah lagi bagi desa-desa di Negara Bagian Sungai Nil, Sudan timur, bahkan Kordofan, dan lainnya.
Pemerintah sama sekali tidak peduli, kalau tidak, seharusnya mereka memerintahkan para pejabatnya untuk membuka saluran air, membangun jembatan, memeriksa lembah, memindahkan penduduk dan hewan ke tempat yang lebih tinggi, serta memeriksa rumah-rumah penduduk dan kemampuannya menahan hujan. Namun, pemerintah justru sibuk dengan hal-hal lain di luar masalah mereka. Pemerintah telah sepenuhnya mengabaikan tanggung jawabnya dalam mengurus urusan mereka, kecuali menyampaikan belasungkawa kepada keluarga korban yang rumahnya runtuh menimpa mereka! Maka, hujan yang semula merupakan rahmat dan berkah dari Allah, justru berubah menjadi kutukan dan bencana! (hizb-ut-tahrir.info, 8/9/2025).
Dapatkan update berita terbaru melalui saluran Whatsapp Mediaumat